Pras baru saja hendak membuka tudung saji ketika mendengar suara Monik melantunkan lagu itu lagi. Dari dalam kamar mandi.
Pernahkah kau bicara
Tapi tak didengar
Tak dianggap...sama sekali
Pernahkah kau tak salah
Tapi disalahkan
Tak diberi kesempatan...
Pras urung menggerakkan tangannya. Ia gegas meraih kunci motor dan berangkat kerja tanpa sarapan, juga tanpa pamit.
Selalu begitu. Selalu seperti itu.Â
Pras mendesah.Â
Monik selalu menyindirnya dengan lagu itu. Sampai ia hafal betul dan merasa bosan. Apalagi pada bait terakhir, Pras merasa sangat tertohok.
Kau tak butuh diriku
Aku patung bagimu
Cinta, bukan kebutuhanmu...
Huh, siapa bilang ia tak butuh Monik? Sangat. Kalau tidak butuh mana mungkin ia menjatuhkan hati padanya? Â
Lalu siapa bilang ia tak perlu cinta? Perlu. Tapi bukankah cinta tidak harus selalu ditunjukkan?
Dasar perempuan. Â Maunya menang sendiri.
Pras melepas kekesalan dengan menambah kecepatan motornya. Â Kendaraan roda dua itu meraung-raung memekakkan telinga. Ia ngebut dan nyaris menabrak seekor kucing yang tengah berlari menyeberang jalan.