Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Riana, Gadis Bunga Tebu

10 Desember 2017   17:05 Diperbarui: 10 Desember 2017   17:15 2016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : s xx 38 by metindemiralay.deviantart.com/ www.pinterest.com

Lebih dari dua tahun aku tidak menginjakkan kaki di desa tempat lahirku. Selain karena rutinitas pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, alasan lain adalah--- aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi di sana. Kedua orang tuaku sudah lama meninggal.

Entah mengapa pagi ini tiba-tiba aku ingin sekali menjenguk sejenak desa yang terletak di lereng perbukitan itu. Selain rindu melihat tanaman tebu berbunga, sepertinya aku juga tengah merindukan seseorang. Riana.

Ketika memasuki area perbukitan, kaca mobil sengaja kuturunkan. Laju mesin juga kupelankan. Aku ingin menikmati panorama indah yang selama ini nyaris tidak pernah kunikmati lagi.

Dari jauh bunga-bunga tebu bergoyang tertiup angin. Bunga putih serupa kapas---halus dan lembut, semakin mengingatkanku pada sosok Riana. Ah, seperti apa dia sekarang? Masih suka berlari-lari sembari meniup bunga-bunga tebu di sepanjang pematangkah ia?

"Mas Alfi!" seseorang berseru memanggil namaku. Melalui kaca spion aku bisa melihat orang itu berlari-lari kecil, berusaha mengejar laju mobil yang kukendarai.

"Ri?" aku tertegun beberapa saat. Agak gugup kutepikan mobil di tanah agak lapang--- tak jauh dari portal desa. Usai mematikan mesin terburu aku membuka pintu dan melompat keluar.   

"Ri...benarkah ini kau?" aku masih tidak mempercayai penglihatanku. Terlalu gembira mungkin.

"Mas Alfi sudah lupa sama Riana, ya?" gadis yang kupanggil Ri itu mundur beberapa langkah. Ia membetulkan hiasan bunga tebu yang tersemat di atas telinga kirinya.

"Iya, Ri. Aku  pangling, bukan lupa. Sebab Ri sekarang tampak lebih kurusan..." aku berjalan menghampirinya. Saat kuulurkan tangan, Riana menggeleng.

"Maaf  Mas Alfi, aku terburu," ia bergegas berbalik badan, meninggalkanku.

"Tunggu, Ri!" aku berusaha mencegahnya. Sekejap Riana menoleh. Hanya sekejap. Tapi kemudian ia berbalik lagi, melanjutkan langkah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun