Peserta diskusi sontak menutup hidung. Sebagian bahkan ada yang muntah-muntah, tidak tahan terhadap aroma yang teramat sangat tidak sedap itu.
"Usir mahluk jelek itu dari belahan dunia kita!" beberapa peserta diskusi berseru lantang. Beberapa yang lain mengepalkan tinju. Geram.
"Tenang! Kalian semua harap tenang. Sebelum kita kembalikan mahluk jelek itu ke alamnya nun jauh di sana, ada baiknya kita wawancarai dulu siapa dia sebenarnya." Kepala suku dari belahan dunia lain duduk kembali. Salah satu anak buahnya maju, membantu memasang sebuah alat elektronik kecil di atas cuping telinganya. Sebentar kemudian tetua itu siap berinteraksi, mengadakan wawancara eksklusif dengan mahluk yang tidak diketahui secara jelas darimana asal muasalnya.
Seluruh peserta diskusi menahan napas, menyimak baik-baik.
"Siapa namamu?" kepala suku membuka percakapan.
Tidak ada jawaban. Mahluk asing itu hanya ternganga. Matanya yang culas membelalak nanar.
"Katakan pada kami, siapa namamu!" kepala suku mulai kehilangan kesabaran. Suaranya yang berat meninggi. Begitu juga dengan para peserta diskusi. Mereka tampak mulai kesal. Entah siapa yang memulai, tahu-tahu kursi, meja, tas, buku-buku serta benda-benda padat yang berada di sekitar ruangan rapat melayang, menimpuk wajah mahluk asing yang belum juga menghilang dari layar proyektor raksasa itu.
***
Sementara di belahan dunia yang lebih riil, seorang perempuan duduk di sebuah bangku setasiun, menunggui suaminya yang sejak berjam-jam lalu masuk ke dalam toilet umum dan tidak kunjung keluar.
"Ada masalah dengan suami Anda Nyonya? Apakah ia mengalami semacam...diare?" seorang laki-laki berkumis---pemerhati kesehatan mental orang-orang yang ditemuinya, bertanya.
"Oh, tentu saja tidak!" perempuan yang ditanya itu menjawab tegas. "Saya beritahukan kepada Anda, suami saya di dalam sana sedang melakukan sebuah misi besar. Teror."