Gaung Kompasianival 2017 di Lippo Mall Kemang sudah berakhir. Tapi jejak kenangannya masih tersisa. Masih membekas di hati saya. Menjadi kenangan terindah yang tidak akan pernah terlupakan.
Menengok sejenak ke belakang. Saya bergabung di Kompasiana sekitar 2 tahun lalu. Tepatnya sejak bulan Agustus 2015. Tergolong masih newbie jika dibandingkan dengan k'ner lain yang sudah lebih dulu menjadi penghuni rumah blog keroyokan paling besar saat ini.
Saya bersyukur terdampar di rumah literasi yang penghuninya nota bene memiliki profesi dan latar kehidupan sosial beragam. Dengan begitu saya bisa belajar banyak. Dari beragam karakter kepenulisan yang disajikan saya mengambil sisi positifnya. Saya menyimak tulisan-tulisan berbobot para pakar, membaca tulisan politik untuk menambah wawasan, mengintip suguhan tips hidup sehat, juga mencuri ilmu bagaimana menyajikan tulisan agar menarik dan menghibur. Satu lagi yang paling utama, di Kompasiana ini saya belajar berinteraksi dengan teman-teman sesama penulis. Jujur, saya tergolong type emak-emak introvert dan  kudet.
Saya masih ingat, pertama kali posting artikel di Kompasiana, dada saya berdegup kencang. Keringat dingin mengucur deras. Saya tegang dan minder. Khawatir tulisan saya ditertawakan. Tapi alhamdulillah, ternyata penghuni Kompasiana tidak sehoror yang saya bayangkan. Mereka menerima saya dengan sangat baik. Memberi vote dan komentar dengan hangat dan penuh rasa kekeluargaan. Perlakuan demikian membuat saya merasa nyaman, merasa telah menemukan ruang yang tepat untuk menyalurkan hobi menulis saya.
Saya hanyalah seorang Ibu biasa. Saya menulis sebatas yang saya bisa dan ketahui. Barangkali itulah yang menjadikan tulisan saya sederhana dan berbau khas Ibu-ibu. Bercita rasa perempuan. Jikalau terdapat ide tulisan yang keluar dari zona saya sebagai perempuan, itu karena saya memiliki hobi lain selain menulis yakni : membaca.
Di sela kesibukan saya sebagai Ibu dan pengajar Bimbel rumahan, saya meluangkan 2 hari libur untuk membaca. Saya menamakannya sebagai hari khusus membaca. Hari itu adalah hari Jumat dan Sabtu. Saya membaca apa saja. Cerpen-cerpen terjemahan, novel-novel karya penulis ternama Indonesia, puisi-puisi atau tulisan sahabat-sahabat di K baik yang senior maupun yang yunior.
Membaca bagi saya bukan hanya melahap buku. Mengamati lingkungan sekitar, mempelajari kejadian sehari-hari juga termasuk kegiatan membaca. Dari membaca inilah saya banyak menemukan ide untuk saya kembangkan menjadi karya fiksi yang kadang menantang saya untuk keluar dari sisi keperempuanan saya.
Lantas kapan waktu terbaik bagi saya untuk menulis? Boleh dibilang saya ini emak-emak sok sibuk. Saya mengajar Bimbel dari pagi hingga malam. Belum lagi kalau bulan musim pengantin (saya juga seorang perias), sepintas nyaris tidak tersisa waktu untuk menyalurkan hobi saya. Tapi saya tidak mau terjebak rutinitas dan kesibukan yang membuat saya beralasan untuk berpotensi malas menulis.
Saya me-manage waktu seperti ini. Usai mengajar jam malam---sekitar pukul 21.00 saya mewajibkan diri untuk tidur. Pada tengah malam sekitar pukul 02.00 dini hari, saya terbangun---sholat malam dulu. lalu saya pergunakan waktu jelang subuh untuk menulis. Begitu saya melakukannya setiap hari. Dengan gembira tanpa paksaan.
Dua Award Sekaligus Membuat Saya Terharu dan---Bingung!
Tahun ini saya masuk nominasi lagi.
Seperti tahun sebelumnya, saya tidak berani berharap terlalu banyak. Saya sangat tahu diri dan menyadari, saya ini hanya penulis otodidak. Saya tidak memiliki basic sekolah kepenulisan atau sastra. Saya menulis sesuai dengan apa yang ada di benak saya. Mengalir begitu saja. Selain itu ibarat seorang murid, saya masih harus rajin belajar. Itulah mengapa saya sempat minder ketika nama saya terpilih menjadi nomine lagi. Karena kandidat Best in Fiction, seperti yang sudah-sudah, mereka adalah para senior yang tidak diragukan lagi karya-karyanya.
Bersyukur keluarga besar Bolang terus memberikan dukungan dan semangat untuk saya. Meski saya sempat sedih, sebab kali ini mereka berhalangan menemani saya ke ajang Kompasianival yang diselenggarakan setiap tahun ini. Hanya satu orang yang bisa ikut hadir, Mas Hery Supri.
Bermodal bismillah diiringi doa dari para sahabat dan keluarga tercinta, akhirnya saya berangkat juga menghadiri Kompasianival, Sabtu 21 Oktober  2017 di Lippo Mall Kemang Jakarta.
Jelang malam, penganugerahan akan segera dibacakan. Saya duduk menyimak dengan tenang. Bagi saya siapa pun yang terpilih nanti, mereka memang pantas untuk menjadi yang terbaik. Saya sendiri bisa ikut hadir dan menyaksikan langsung ajang bergengsi ini, sudah merasa begitu terharu. Emak-emak yang sebelumnya tidak pernah pergi ke mana-mana, hanya berkutat di rumah, berkat gabung di Kompasiana bisa bolak-balik Malang- Jakarta. Terima kasih Kompasiana....^_^
Satu persatu penerima Award namanya disebut. Dari Best in Citizen Journalism Mas Nanang Diyanto. Best in Opinion Mas Yon Bayu, Best in Specific Interest Mbak Listhia Rahman dan Best in Fiction...ternyata nama saya yang dipanggil.
Seperti penerima award lainnya mendengar nama saya disebut, saya maju ke atas panggung untuk menerima penghargaan. Lalu turun kembali untuk mendengar dan menyaksikan penerima award Lifetime Achievement yang malam itu diraih oleh Mas Andrew Darwis. Dan ---Kompasianer Of The Year yang akhirnya jatuh ke tangan Mas Zulfikar Akbar.Â
Masih tinggal satu kategori lagi. Kategori terakhir, People's Choise.Â
Subhanallah, nama saya disebut lagi! Saya sempat terkejut.
Bagai orang linglung saya maju ke panggung sekali lagi. Saya menghentikan langkah sejenak untuk protes ke Mas pembawa acara, "Kok saya lagi, Mas?" Mas pembawa acara menjawab sambil tertawa, "Ya, memang Mbak Lilik yang terpilih."
Masih dengan wajah bingung karena tidak percaya, saya berdiri menunggu penyerahan penghargaan. Saat menerima trophy saya sempat berbisik ke Mbaknya, "Mbak, harus ada yang bisa menjelaskan ini, kenapa saya lagi...."
Lagi-lagi Mbaknya tertawa.
Duh, dasar emak-emak udik. Dapat dua trophy kok malah banyak protes.
Karena masih dilanda bingung, turun dari panggung saya mengejar Mas Kamil, admin K yang kece badai itu....uhuk. "Mas, kok saya sih..."Â
Dari Mas Kamil inilah saya mendapat penjelasan yang mencerahkan. Bahwa penilaian itu memang murni dari pemilihan pembaca. Bukan hasil rekayasa. Berdasarkan banyak vote yang masuk.
Ya, sudahlah. Ini memang sudah menjadi takdir baik saya. Saya cuma bisa mengucap puji syukur tiada henti kepada Allah Swt atas limpahan rahmat dan karunia tiada terduga ini.Â
Terima kasih juga kepada pembaca yang sudah memberikan dukungan penuh terhadap saya.Â
Terima kasih untuk keluarga Bolang, saya bangga bisa menjadi bagian dari kalian.
Terakhir terima kasih tak terhingga untuk keluarga besar Kompasiana yang telah mengizinkan saya mengotori dinding-dinding kamarnya dengan coretan fiksi saya.Â
Di penginapan saya mewek sembari protes manis kepada Gusti Allah, "Duh Gusti, Panjenengan itu....kalau memberi rezeki kok nggih mboten tanggung-tanggung. Alhamdulillah...."
***
Malang, 23 Oktober 2017
Lilik Fatimah Azzahra  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H