Ia meningkahi malam sesuka hatinya. Kadang diteguknya secangkir dua cangkir kisah yang telah terlewati, sembari menatap bulan yang tertidur pulas di atas bantal kesayangannya. Atau, kadang ia memilih diam, merenung tidak melakukan apa-apa dengan kepala bersandar pada sisi jendela yang daunnya dibiarkan berderak-derak tertiup angin.
Kadang---ia suka menjumput kabut yang melintas perlahan di hadapannya. Kabut yang berhasil tertangkup di tangannya akan ia masukkan ke dalam belanga besar yang di dalamnya sudah berisi rendaman sayap kupu-kupu dan kunang-kunang.
Ann---ia bukanlah penyihir. Ia juga bukan seorang cenayang. Ann hanya perempuan biasa yang kebetulan suka meramu kisah malam.
"Ann, belanga ini untukmu. Kau bisa menggunakannya untuk mengolah ramuanmu," itu kata-kata Ronn satu minggu yang lalu saat ia berulang tahun.
"Dari mana kau dapatkan belanga secantik ini, Ronn?" Ann bertanya takjub. Ronn tersenyum. Setelah mendaratkan satu kecupan pada kening Ann, lelaki itu menjawab," dari cucuran keringatku."
Ann terdiam. Ia tahu, Ronn selalu berkata apa adanya. Ia tidak pandai berkonotasi. Cucuran keringat yang dimaksudkannya adalah memang benar-benar keringat---cairan asin yang keluar dari pori-pori kulitnya.
Ann menatap berlama-lama wajah Ronn yang kemerahan. Ia paham, demi memperoleh belanga cantik itu pasti Ronn telah berjuang mati-matian. Ia tentu sudah bersepeda sepanjang pagi, lari bolak-balik mengitari bukit, Â jumping, menimba air, mencucikan pakaian seisi rumah atau melakukan kegiatan berat lainnya agar ia mendapatkan banyak keringat. Ann terharu membayangkannya.
"Siapa yang sudah begitu baik menukar keringatmu dengan benda secantik ini, Ronn?" Ann bertanya pelan.
"Ann, di dunia ini kita tidak akan pernah kehabisan stok orang-orang baik, selama sikap kita juga terjaga dengan baik," Ronn menjawab ringan---seringan kabut pekat yang baru saja ia masukkan ke dalam mulut belanga di hadapannya.
***
Secangkir kisah telah terteguk habis. Ann memutuskan untuk meneruskan membuat ramuan lagi seperti malam-malam sebelumnya. Ia meraih pemantik api, menyalakan beberapa batang lilin lalu meletakkannya di bawah belanga yang bertengger di atas meja berlubang.