Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Phobia ke-13

5 September 2017   23:38 Diperbarui: 6 September 2017   23:47 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : Encyclopedia of Mental Disorder / www. minddisorders.com

Terakhir kali Karen mencatat, Jeremy, suaminya itu mengidap satu lagi jenis phobia aneh. Yakni takut melihat orang-orang berkepala botak. Dan ini adalah phobia Jeremy yang ke-13.

Tentu saja seperti sebelum-sebelumnya, Karenlah yang paling direpotkan. Ia harus mencari solusi bagaimana agar suaminya itu menjalani kehidupannya sehari-hari dengan tenang, tidak selalu merasa was-was, khawatir atau cemas.

Saat pertama kali mengetahui Jeremy mengidap Xanthophobia, yakni rasa takut berlebihan melihat benda-benda berwarna kuning, Karen segera mengantisipasinya dengan menyingkirkan semua benda-benda yang berhubungan dengan warna kuning. Termasuk mengganti cat tembok dan pagar rumah yang semula didominasi warna kuning menjadi warna lain. Karen juga meminta dengan hormat kepada petugas polisi yang mengatur jalan raya untuk mengganti lampu lalu lintas yang salah satunya berwarna kuning menjadi warna hitam, demi menghindari kepanikan Jeremy saat ia mengantarkan anak-anak pergi ke sekolah.

Jeremy juga mengidap phobia Catoptrophobia, yakni takut melihat cermin yang bisa memantulkan bayangan wajahnya. Dan lagi-lagi, Karen mesti sigap menyingkirkan benda-benda di sekitar rumah yang terbuat dari kaca, yang berkilau dan mengkilap. Jadi jangan heran jika berkunjung ke rumah Jeremy, tamu hanya akan melihat barang-barang milik tuan rumah nyaris semua terbuat dari kayu atau gerabah.

Masih ada beberapa phobia Jeremy yang sungguh---membuat hari-hari Karen terlihat begitu sibuk. Sejauh ini Karen masih bisa mengatasinya. Tapi untuk phobia yang ke-13 ini, Karen nyaris angkat tangan.

"Aku tidak mungkin meminta orang-orang botak yang kau temui menutupi kepala mereka dengan topi, wig,atau slayer," Karen mulai mengeluh. "Semua orang punya hak berkepala botak."

Jeremy tidak menyahut. Ia hanya duduk termenung di dekat jendela.

"Sayangnya juga, orang-orang berkepala botak itu adalah mitra kerja kita dalam mengelola usaha peternakan. Jadi, mau tidak mau kau harus berhadapan dengan mereka," Karen melanjutkan. Pikiran Jeremy bertambah kalut. Dalam hati ia membenarkan ucapan Karen. Semua orang memang berhak memiliki kepala botak. Termasuk dirinya.

Botak? Astaga! Seketika Jeremy menyentuh ujung kepalanya sendiri. Beberapa rambutnya mulai rontok. Jeremy mendadak panik. "Karen! Dengarlah! Maut sepertinya tengah mengintaiku!" 

"Apa maksudmu, honey?" Karen yang tengah menuang susu ke dalam belanga mengernyitkan alis. Wanita itu mulai was-was. Sebab ia melihat wajah Jeremy tiba-tiba saja berubah pucat.

Jeremy menatap Karen sedih.

"Karen sayang, sepertinya aku tak lama lagi akan mengalami--- kebotakan."

***

Hampir semalaman Jeremy tidak bisa tidur. Ia membayangkan esok pagi kepalanya gundul, plontos mengkilap tanpa rambut sehelai pun. Ia bergidik. Botak? Oh, tidak! Semua orang pasti akan membicarakan dan menertawakannya.

Tidak kuasa menahan gundah, Jeremy membangunkan Karen yang masih tertidur pulas di sampingnya.

"Karen, bangunlah! Apakah kau akan tetap mencintaiku seandainya aku menjadi pria berkepala botak?"

Karen yang masih mengantuk menggeliat sebentar. "Tentu, honey. Bagaimanapun keadaanmu, aku akan tetap mencintaimu."

Jeremy sedikit tenang. Tapi kemudian ia gelisah lagi. Ia tidak begitu yakin dengan kata-kata Karen barusan. Sekali lagi ia menggamit lengan istrinya itu.

"Katakan dengan jujur, Karen. Apa kau akan tetap mencintaiku? Mencintai pria berkepala botak, licin dan, oh...aku pasti akan terlihat sangat buruk sekali!"

"Kukira tidak, sayang. Kau pria paling tampan yang pernah kutemui di sepanjang hidupku. Aku tidak peduli kau botak atau tidak, memiliki rambut atau tidak. Bagiku kau tetap Jeremy yang tampan. Kau tidak mempercayai kata-kataku, honey? Bercerminlah." Karen memiringkan tubuhnya ke kiri sembari memeluk guling.

Mendengar kata-kata Karen, Jeremy bergegas bangun. Ia turun dari ranjang dan berjalan wira-wiri ke ke seluruh ruangan, naik turun tangga mencari keberadaan cermin.

Jeremy tidak menyadari, tiba-tiba saja Catoptrophobia yang selama ini diidapnya---hilang.

***

Malang, 06 September 2017

Lilik Fatimah Azzahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun