***
Pukul 13.00. Kelas baru saja bubar. Tapi aku memutuskan tinggal beberapa saat untuk mengoreksi hasil ulangan anak-anak.
Baru saja menyentuh dua lembar kertas, terlihat Dirga berdiri di ambang pintu.
"Boleh saya masuk, Miss.Liz?" bocah tambun itu menatapku ragu.
"Masuklah, Boy. Ada yang bisa kubantu?"
"Maafkan saya, Miss.Liz. Â Saya harus jujur kepada Anda. Kotak pensil milik Anda tidak tertinggal di toilet paling ujung itu. Melainkan---" Dirga tidak melanjutkan kalimatnya.
Aku memicingkan mata.
"Melainkan---saya meninggalkannya di toilet yang pada pintunya terpalang tulisan Maaf  dalam Perbaikan."
"Benarkah?" aku terhenyak.
"Benar sekali, Miss.Liz. Waktu itu saya sengaja mencari tempat persembunyian yang aman untuk mengetahui apa isi kotak pensil milik Anda," Dirga tertunduk. Aku bangkit dari dudukku.Â
"Aku menghargai kejujuranmu, Boy. Baiklah, aku akan segera melihatnya ke sana. Semoga saja kotak itu masih ada."