Aku menarik napas lega.
"Ayo Renata! Baca mantra sekali lagi. Sebelum Mr. Bogart masuk ke ruang kelas kita!" Dirga berseru cemas. Renata kembali duduk. Bocah berkaca mata itu mengatur napas sejenak. Ia mengangkat telapak tangannya kembali.
"Kukira, ini mantra terbaik yang masih bisa kuingat. Kalian bersiap-siaplah," Renata membisiki kami. Aku dan Dirga spontan beringsut. Renata mulai berkonsentrasi. Ia memejamkan mata sembari mengangkat kembali kedua tangannya. Aku dan Dirga menunggu dengan harap-harap cemas.
Bibir gadis itu nyaris mengucapkan sesuatu, ketika tiba-tiba pintu kelas terbuka. Seorang siswa muncul dengan langkah terburu.
"Renata? Apa yang kau lakukan di sini?" siswa itu mengernyit alis. Renata membuka matanya kembali.
"Kau sudah rampung mengerjakan soal Matematika, Yan?"
"Kau selalu memanggilku dengan sebutan 'Yan'. Itu ambigu tahu! Aku ini cowok. Namaku Bryan."
"Oh, sorry. Jadi aku sebaiknya memanggilmu apa? Bry?"
"Yup, Bry...itu baru keren!"
"Bry, cepatlah pergi ke toilet. Kulihat kau sejak tadi menahan-nahan pipis. Benar, kan?" Renata mengalihkan pembicaraan.
"Entah mengapa kau selalu benar," bocah bernama Bryan itu menyahut sembari tertawa. Lalu setengah berlari ia menuju toilet yang letaknya lumayan jauh.