Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Serial Miss. Liz] Kotak Sihir yang Hilang

25 Agustus 2017   12:58 Diperbarui: 25 Agustus 2017   18:00 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: jennamolby.com

Gubraaak! Terjatuh dari tempat tidur membuyarkan mimpi seram tentang sosok Bogart. Tak ada lagi penyihir hitam bermata api. Tak ada pula seringai jahat. Yang ada sinar matahari, hangat menyelinap masuk ke dalam kamarku.

Kiranya hari sudah pagi. Sudah waktunya untuk beraktifitas lagi. Aku merapikan buku-buku yang semalam kubiarkan tercecer, memasukkannya ke dalam tas kerja dengan agak terburu.

Semua perlatan sudah beres. Tinggal membersihkan diri. Aku mengayun langkah meraih handuk yang tersampir di belakang pintu.

Tapi benarkah semua sudah beres? Aku urung melangkah. Berdiri mematung beberapa saat di ambang pintu. Berusaha mengingat-ingat sesuatu.

Yup, ternyata ada yang terlupa. Kotak kecil berwarna biru lembut belum masuk ke dalam tasku. Sejenak mataku beralih, sibuk menyapu sekeliling ruangan mencari keberadaan benda itu. Tapi hingga beberapa menit, aku tidak juga menemukannya. 

Kukira ini pagi yang sangat buruk sebab aku kehilangan kotak berisi pensil warisan Kakekku. 

***

"Selamat pagi, anak-anak!" aku menyapa murung murid-muridku yang sudah duduk rapi di dalam kelas. Aku terlambat beberapa menit gara-gara sibuk mencari barangku yang hilang.

"Selamat pagi, Miss. Liz!"

"Adakah yang absen tidak masuk hari ini?"

"Ada Miss. Dirga!" Renata berdiri dari bangkunya. Lalu bocah yang dipilih menjadi ketua kelas oleh temn-temannya itu maju menyodorkan buku daftar hadir ke hadapanku.

"Kenapa Dirga? Apakah ia sakit?"

"Kupikir tidak, Miss. Sebab beberapa menit lalu saya sempat melihat dia berada di kelas ini," Renata menatapku seraya membetulkan letak kaca matanya yang sedikit menurun.

"Lalu ke mana dia?" 

"Sepertinya dia dalam masalah, Miss. Liz."

"Oh, benarkah?"

Renata mendadak terdiam. Aku beringsut dari dudukku. 

"Kau mengetahui sesuatu, Renata?" mataku menatap Renata tak berkedip. Entah mengapa tiba-tiba saja hatiku merasa tidak enak. Kulihat Renata mengangguk.

"Maafkan saya, Miss. Liz. Tanpa sengaja saya tadi melihat Dirga berdiri di dekat meja Anda. Saya pikir teman saya itu, mm, telah mengambil barang milik Anda yang tertinggal."

Aku terhenyak.

***

Hari itu aku benar-benar kehilangan fokus mengajar. Pikiranku tertuju pada kotak kecil yang diambil oleh Dirga. Aku mengkhawatirkan sesuatu. Kotak itu tidak hanya berisi pensil berkepala naga. Aku menyimpan juga kertas berisi mantra-mantra pemberian Kakek di sana. Kalau Dirga sampai membaca mantra-mantra itu....Duh, aku tidak bisa membayangkannya.

Benarlah. Feelingku bekerja dengan baik. Mendadak aku mendengar suara mencurigakan dekat sekali di telingaku. Suara itu mendengung bising semirip dengung lebah. 

"Miss. Liz! Tolong aku...aku tidak bisa kembali ke asalku!"

Aku memicingkan mata. Berusaha mencari asal suara itu. 

"Miss. Liz! Anda bisa mendengar saya bukan? Saya Dirga!"

Aku mengucek kedua mataku. Memastikan penglihatanku tidak salah. Oh, sedang bermimpikah aku? Dirga, bocah bertubuh gembul itu telah berubah wujud. Ia menjadi seeokor lalat--- besar dan bersayap hijau.

"Kau pasti menyentuh pensil berkepala naga itu dan membaca mantra-mantranya, Dirga!" aku mencecar muridku itu sembari melototkan mata. Lalat di depan hidungku itu menggoyangkan tubuhnya. Lalu terbang merendah.

"Maafkan saya, Miss. Liz. Saya tidak tahu kalau tulisan itu adalah mantra. Saya juga tidak bepikir bahwa...semua cerita itu benar."

"Cerita? Cerita apa?"

"Cerita tentang diri Anda, Miss. Liz.  Kemarin sebelum Anda memasuki kelas, Mr. Bogart mengatakan kepada kami, bahwa Anda menguasai sihir. Bukan sulap."

Aku menghela napas panjang. Jadi---lagi-lagi si Bogart itu. Rupanya ia sudah mengetahui siapa diriku.

"Tolong saya, Miss. Liz. Please..." Dirga mengepak-ngepakkan sayapnya berulang-ulang.

"Mantra apa yang sudah kau baca?" aku mengangkat alis. Dirga tidak langsung menyahut. Sepertinya ia sedang mengingat-ingat. Aku menunggu.

Beberapa menit kemudian lalat hijau jelmaan Dirga itu berdengung kembali. Kali ini terdengar lebih bising dari sebelumnya.

"Miss. Liz, saya ingat sekarang! Saya tadi membaca mantra ini. TABANUS!"

"TABANUS?"aku mengulang kata-kata Dirga dengan suara tinggi. Dan itu merupakan sebuah awal kekacauan.

Mengulang kembali mantra yang diucapkan Dirga, membuat tubuhku sontak menciut. Lalu... blasshhhhh! Asap tebal bergulung-gulung pekat. Aku terkurung di dalamnya dan tidak bisa bernapas.

Keajaiban selanjutnya terjadi. Tubuhku menghilang, berubah wujud menjadi seekor lalat. 

Lalat itu berukuran besar, memiliki sayap berwarna hijau. Ia terbang berputar-putar di samping Dirga. Bernguing-nguing. Panik.

***

Malang, 25 Agustus 2017

Lilik Fatimah Azzahra

Ket : Tabanus spadalah nama latin lalat berukuran besar dengan suara bising

Baca serial sebelumnya di sini : 

http://www.kompasiana.com/elfat67/599ac09b72ca681b6c28f592/serial-miss-liz-selamat-datang-kekacauan

http://www.kompasiana.com/elfat67/599bd10eff2405275a1dedb2/serial-miss-liz-selamat-datang-mantra-mantra

http://www.kompasiana.com/elfat67/599d2fe15221141cfd031952/serial-miss-liz-sihir-di-mata-bogart

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun