Jack menggeliat, lalu turun dari tempat tidur. Seruan Ibunya membuatnya tergesa meraih topi yang tersampir di belakang pintu.
"Ingat, Jack. Jangan melakukan hal bodoh itu lagi," Ibunya menyodorkan tas kecil berisi bekal. "Jangan menukar Molly dengan sebutir biji kacang."
Jack mengangguk. Ya, dalam hati ia berjanji akan membawa pulang uang hasil penjualan Molly untuk Ibunya.Â
Kisah Jack dan Pohon Kacang terlanjur menyebar ke mana-mana. Hampir semua orang tahu, betapa gegabahnya Jack kala itu. Ia rela menukar sapi gemuk miliknya dengan sebutir biji kacang. Biji yang kemudian tumbuh menjulang ke langit, yang membuatnya harus berhadapan dengan mahluk raksasa pemangsa bocah. Meski akhirnya Jack berhasil lolos dari cengkeraman raksasa itu dan membawa lari ayam ajaib, toh orang tetap saja menganggapnya sebagai anak laki-laki paling bodoh di sepanjang dunia perdongengan.
Jack mengeluarkan Molly dari dalam kandang. Hewan gemuk berbulu belang coklat putih itu membelot. Jack mesti membujuknya terlebih dulu. Membisikkan kata-kata lembut di telinga Molly sampai akhirnya  hewan berkaki empat itu menurut.
Untuk menghindari kesalahan yang sama, Jack pergi menuju pasar melintasi jalan yang berbeda. Ia tidak mengambil jalan yang dulu pernah dilaluinya. Jalan yang membuat ia bertemu dengan lelaki tua misterius, yang membujuknya agar bersedia menukar sapi miliknya dengan sebutir biji kacang ajaib.
Jack menggiring Molly melintasi setapak yang tembus di area padang rumput. Molly kelihatan sangat senang. Sapi betina itu sesekali berhenti untuk mencicipi rumput segar yang tumbuh di sepanjang jalan. Jack membiarkannya.
Hari perlahan beranjak siang. Perjalanan menuju pasar masih jauh. Jack mulai merasa lelah. Mungkin Molly juga. Jack lalu memutuskan istirahat sejenak di bawah pohon rindang yang tumbuh di pinggir jalan. Sementara Molly dibiarkannya merumput tak jauh darinya.
Sepoi angin yang menerpa wajah membuat matanya mengantuk. Ia mulai lelap-lelap ayam.
Pletuk!
Sesuatu jatuh mengenai puncak kepalanya. Jack menengadah. Seekor burung kecil terbang melintas. Kiranya burung itulah yang telah menjatuhkan sesuatu yang kini menggelinding di dekat kakinya.
Jack mengamati benda kecil itu. Oh, ternyata sebutir biji kacang! Jack membuang muka, pura-pura tidak melihatnya.
Tapi sebutir biji kacang itu tak mau menjauh darinya.
"Huss...husss, Â pergilah!" ia mendorong biji kacang itu dengan ujung jempol kakinya.
"Ambil saja, Jack!" sebuah suara mengejutkannya. Jack menelengkan kepala. Mencari asal suara itu. Tidak ada siapa-siapa. Hanya ada Molly yang asyik mengunyah rumput.
Jack tidak ingin berpikiran bahwa suara yang baru didengarnya itu adalah suara Molly . Sebab ia tahu, sapi hanya bisa mengucapkan satu kata saja. Moo. Ya, moo---itu saja.
"Jack, ambil saja. Tidak usah ragu!" suara itu terdengar lagi. Kali ini Jack berpikir, jangan-jangan biji kacang itu yang bicara padanya. Ah, tapi mana mungkin? Â Menurutnya, biji-bijian tidak boleh pintar bicara. Nanti kalau mereka pintar bicara, mereka pasti akan sering bertengkar, beradu mulut dengan Ibu-ibu yang hendak memasaknya.
Jack segera menepis pikiran konyol itu.
"Aku yang bicara padamu, Jack. Jangan bingung begitu. "
Jack ternganga. Ternyata benar! Biji kacang itulah yang mengajaknya bicara. Jack menelan ludah.
"Aku berharap ini hanya imajinasiku saja," Jack berdiri. Ia siap menghampiri Molly.
"Kau yakin tidak akan membawaku serta, Jack?" biji kacang itu menggelinding lagi, mengejarnya. Jack tertegun. Tapi kemudian ia memilih mengalah. Ia tidak mau berdebat. Apalagi berdebat dengan sebutir biji kacang.
Perlahan tubuh Jack membungkuk. Diambilnya biji kacang itu dan dimasukkannya ke dalam saku celana. Lalu bocah itu berniat melanjutkan perjalanan.
Tapi alangkah terkejutnya Jack. Molly tak lagi dijumpainya. Hewan bertubuh gemuk itu raib entah ke mana. Jack sangat gusar. Jika Molly sampai hilang, pasti Ibunya akan memarahinya habis-habisan. Jack melampiaskan kekesalan pada biji kacang yang kini berada dalam saku celanananya. Gara-gara benda kecil itu ia lalai memperhatikan Molly.
Serta merta ia merogoh saku celananya. Biji kacang dikeluarkan , lalu sekuat tenaga dibuangnya jauh-jauh.
Keajaiban terjadi. Begitu menyentuh tanah kembali, biji kacang itu seketika bertunas dan tumbuh sangat cepat. Batangnya terus meninggi. Sulurnya bergerak melingkar-lingkar liar menuju langit.
Jack ternganga.
Oh, tidak! Dongeng Jack dan Pohon Kacang itu sepertinya bakal terulang lagi. Dongeng yang sering dibacakan para Ibu untuk anak-anak mereka di setiap malam menjelang tidur.
Jack menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Lalu ia bergegas balik badan. Â
Jack telah memutuskan---pulang. Ia rela dimarahi Ibunya ketimbang harus bertemu dengan raksasa pemangsa bocah yang saat ini dengan mata besarnya-- tengah mengintip dari puncak pohon kacang ajaib yang tak juga berhenti tumbuh itu.
**
Malang, 18 Agustus 2017
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H