Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel | Jejak Sang Penari [12]

14 Agustus 2017   06:55 Diperbarui: 22 Agustus 2017   18:51 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah sebelumnya Novel | Jejak Sang Penari [11] 

Bag. 12-Suatu Pagi di Tanah Lot

Hari masih pagi. Bapa Made sudah menemui kami di penginapan. Ia izin hari itu tidak bisa menemani kami melanjutkan pencarian. Ia harus menghadiri suatu upacara keagamaan bersama keluarganya. Tapi ia berjanji, esok akan datang dan membantu kami lagi mencari jejak Ibu.

"Kalian bersenang-senanglah dulu," ujarnya sebelum pergi meninggalkan penginapan. Papi sepertinya setuju. Ia tersenyum ke arahku dan berbisik, "Tanah Lot, Zoon. Aku merekomendasikan padamu. Tapi sebelum itu, kita mampir dulu ke toko yang menjual perlengkapan alat lukis. Papi sudah rindu ingin melukis."

Aku mengangguk.  

***

Tanah Lot, www.drivebali.com
Tanah Lot, www.drivebali.com
Meski pagi belum beranjak, suasana Pantai Tanah Lot sudah cukup ramai. Beberapa pengunjung hilir mudik menyusuri pantai. Papi mengajakku mencari lokasi yang nyaman. Terutama yang teduh dan jauh dari kebisingan. Dan kami menemukan tempat itu di atas tebing bebatuan berdekatan dengan Pura Tanah Lot.

Aku membantu Papi menyiapkan peralatan lukisnya. Kayu penyangga tempat kanvas kuletakkan tepat di bawah pohon yang rindang dan kutancapkan dengan kokoh agar tidak roboh saat tertiup angin. Sementara Papi sibuk mengeluarkan peralatannya. Wajahnya sumringah penuh senyum.

Setelah yakin semua beres aku pamit turun. Aku tahu Papi membutuhkan suasana tenang untuk menuangkan ekspresinya di atas kanvas. Tanpa terganggu olehku.

Papi mengizinkanku.

Aku melompati bebatuan yang lumayan terjal. Lalu berjalan menyusuri pantai dengan kaki tak beralas. Pasirnya terasa hangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun