Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ajian Jaran Goyang

23 Juli 2017   09:44 Diperbarui: 5 Agustus 2024   15:52 3231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bangunan tua peninggalan Belanda itu terlihat suram. Temboknya kusam. Cat kusennya pun sudah terkelupas di sana-sini. 

Sudah tiga bulan Lastri tinggal di sana. Lebih tepatnya disembunyikan oleh Pram, lelaki bertubuh kekar itu. 

Pram usianya lebih muda beberapa tahun dari Lastri. Ia sudah beristri dan memiliki dua orang anak. Ia bekerja sebagai pegawai kantoran, memiliki kedudukan yang lumayan bagus. Sementara Lastri janda setengah umur tanpa anak. Suaminya meninggal beberapa tahun lalu karena sakit.

Pram, ia mengaku jatuh cinta pada Lastri sejak pertama kali mereka bertemu. Lastri sendiri jika pada akhirnya jatuh ke dalam pelukan laki-laki itu, barangkali sudah menjadi garis hidupnya. Ia mesti menjalaninya. Meski harus dibayar dengan harga diri yang sangat mahal.

"Dasar perebut suami orang!” cemoohan itu nyaris didengarnya setiap hari, memanaskan kedua telinganya. Namun begitu Lastri berusaha menahan diri, bersabar hati. Dia sadar, ini memang risiko yang harus dihadapi atas pilihannya sebagai perempuan kedua.

"Pram, mungkin sebaiknya kita pindah rumah saja. Di kampung ini posisiku sudah tidak nyaman lagi. Kau paham maksudku, bukan?” suaru sore Lastri menyampaikan keluhan itu kepada Pram.

"Baiklah. Aku akan mencarikanmu tempat tinggal baru yang jauh dari mulut–mulut usil,” Pram mengangguk paham dan berusaha menenangkan hati Lastri. 

Setelah mencari ke sana ke mari, akhirnya pilihan jatuh pada gedung tua peninggalan Belanda yang sekarang ditempati oleh Lastri. 

***

Tinggal sendiri di gedung tua sebesar ini, tentu membuat Lastri sangat kesepian. Apalagi Pram belakangan jarang pulang. Lelaki itu datang mengunjunginya hanya sekali dalam seminggu. 

"Sepertinya aku butuh teman Pram. Siapa saja. Asal aku tidak kesepian.”

Suatu sore Lastri mengungkapkan perasaannya itu. Dan, Pram sangat memaklumi. Maka di lain waktu dia datang membawa seorang perempuan tua ke hadapan Lastri. 

"Ini Mbok Jum, Tri. Meski kondisinya sudah renta, Mbok Jum masih rikat dan gesit. Ia bisa diandalkan untuk menemanimu.”

Lastri merasa gembira. Apalagi Mbok Jum orangnya sangat pengertian. Ia tidak pernah mempermasalahkan posisi Lastri yang notabene hanya sebagai istri simpanan.

Suatu sore saat keduanya duduk berdua, Mbok mengatakan sesuatu.

"Nya, saya bisa membantu Nyonya memiliki Ndoro Kakung seutuhnya,” ujarnya. Lastri sontak mengernyit alis.

"Apa maksud Mbok Jum?”

"Saya punya ajian ampuh, Nya. Semacam pelet. Namanya Ajian Jaran Goyang. Kalau Nyonya bersedia, saya rela memberitahu Nyonya.”

Lastri terdiam sejenak, mencoba menimbang-nimbang. 

"Bagaimana, Nya?”

"Nantilah, Mbok. Biar aku pikirkan dulu.”

***

Sejak pembicaraan sore itu perasaan Laatri mulai bimbang. Mengapa tidak diterima saja saran Mbok Jum? Bukankah bisa menguasai Pram seutuhnya adalah impiannya selama ini? Sebagai istri simpanan ia kerap merasa tersiksa, memendam kerinduan seorang diri. Selain harus banyak mengalah, ia juga harus rela menunggu sampai Pram benar-benar memiliki waktu luang untuk menemuinya.

"Mbok Jum, ajarkan ajian peletmu itu kepadaku!” Lastri menepuk pundak Mbok Jum agak keras. Perempuan tua yang tengah merapikan meja makan itu nyaris terjengkang karena kaget. Tapi kemudian ia tertawa.

"Saya tahu Nyonya pasti akan menerima saran saya. Meski...lelaku ajian ini prosesnya cukup berat.”

"Katakan, Mbok. Aku siap menjalani.”

****

Bersemedi pada tengah malam di ruang gelap tertutup, tanpa sehelai benang, merupakan salah satu lelaku yang harus dijalani Lastri. Dilanjut puasa mutih, berbuka hanya dengan tiga kepal nasi putih berlauk kuncup bunga melati dan beberapa teguk air tawar. Mbok Jum juga mengajarkan bacaan mantra Jaran Goyang yang harus dirapal sebanyak tujuh kali pada saat-saat tertentu. 

Semua lelaku itu wajib dilakukan Lastri selama tujuh hari tujuh malam. Tidak boleh ada jeda. Menurut Mbok Jum jika Lastri lolos menjalaninya, maka seluruh jiwa raga Pram sudah bisa dipastikan jatuh dalam kekuasaannya.

Waktu terus bergulir. Ini hari terakhir Lastri menjalani lelaku itu. Semedinya nyaris sempurna. 

Malam sudah melewati sepenggal perjalanan ketika terdengar deru mobil memasuki halaman. Konsentrasi Lastri sedikit goyah. Antara ingin membatalkan atau melanjutkan ritual yang tinggal beberapa jam lagi.

Ketukan pada pintu menggelisahkan pikirannya. Itu pasti Pram. Duh, kenapa ia berkunjung lebih awal dari biasanya? 

Lastri nyaris membatalkan lelakunya kalau saja tidak terdengar langkah terseok membukakan pintu. Suara kaki Mbok Jum. Dan, Lastri yakin perempuan tua itu bisa menangani semuanya. Termasuk mengalihkan perhatian Pram jika suaminya itu bertanya tentang keberadaannya. 

Berpikir seperti itu Lastri kembali memejamkan mata, melanjutkan semedinya dengan tenang.

***

Sayup-sayup terdengar kokok ayam bersahutan. Kiranya malam telah berganti pagi. Bergegas Lastri meraih gaun tidurnya yang tersampir pada lengan kursi. Sesaat ia menarik napas lega. Huft. Usai sudah lelaku yang dijalaninya. 

Setelah menyalakan lampu ruangan, tergesa kakinya melangkah menuju kamar tidur. Hatinya sudah tidak sabar bertemu Pram, ingin mempraktikkan ilmu yang telah dilakoninya. 

Perlahan didorongnya pintu kamar yang tidak terkunci. Tapi, langkahnya terhenti di situ. Lastri tertegun. Matanya terbelalak lebar. Tidak meyakini apa yang tengah dilihatnya. 

Pram, suaminya itu tengah tidur bersama seorang perempuan. Dan, perempuan itu adalah Mbok Jum! 

Lastri tak mampu lagi membendung kemarahannya. Ia menjerit histeris. Terutama saat mendapati kulit tubuhnya yang kencang perlahan mengeriput, rambut legamnya memutih, dan perawakannya yang sintal menciut kerdil dengan punggung membungkuk. 

Ah, kiranya. Mbok Jum telah bertukar jasad dengan Lastri. 

***

Malang, 23 July 2017

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun