Entah mungkin lelah atau memang kesehatanku tengah menurun drastis, pada gerakan ke sekian, tubuhku melunglai. Menggelosoh jatuh. Seketika kau panik dan membopongku menuju kamar.
“Kau ingin minum, sayang?” tanyamu seraya memegang kedua pipiku. Aku mengangguk. Kukira itulah kesalahanku. Mengapa aku mesti mengangguk? Membuatmu terburu-buru turun ke lantai bawah. Dan, brraaakkk...terdengar suara benda jatuh.
Itu dirimu!
Aku melihatnya. Tubuhmu terkapar tepat di anak tangga ke tujuh. Bersimbah darah dan tidak bergerak lagi.
“Mama...kamarnya sudah bersih. Mama ingin Zaki antar ke atas sekarang?” Zaki menyentuh pundakku. Aku berdiri. Menatap sejenak anak semata wayangku.
Zaki menidurkanku di atas ranjang. Menyelimutiku. Sebelum meninggalkan kamar, ia membisikiku,” Mama ingin minum?”
Aku mengangguk. Karena tenggorokanku memang terasa sangat kering.
Dan aku telah mengulang kesalahan itu lagi.
Braaakkk!
Bunyi berderak. Setengah terhuyung aku bangun dari ranjangku.
Di ambang pintu kamar aku berdiri terpaku menatap tubuh Zaki. Ia terkulai bersimbah darah. Tak bergerak lagi.