Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Topeng yang Terluka

24 April 2017   19:07 Diperbarui: 25 April 2017   07:00 2219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Kenapa Ayah lebih mempercayai omongan orang?” Surti terlihat marah. Ia tidak terima ada orang yang menjelek-jelekkan pria pujaannya. Hatinya tersulut. Dan tangannya tanpa sadar meraih topeng yang tergeletak di atas meja. Lalu sekuat tenaga ia melempar topeng itu ke luar jendela.

“Astaga, Surti! Apa yang telah kamu lakukan?” Diman spontan berlari ke luar rumah. Didapatinya topeng yang jatuh tergeletak di atas rerumputan. Direngkuhnya benda yang terbuat dari kayu mahoni itu dengan hati-hati. Tangan kurusnya gemetar.

Bersamaan itu terdengar deru mobil memasuki halaman. Surti tersentak. Itu mobil Pramono!

Segera Surti meraih tas yang tersampir pada lengan kursi. Setengah berlari ia ke luar rumah, bermaksud menyongsong kekasihnya yang baru saja tiba. Tapi mendadak langkahnya terhenti. Ia termangu. Menatap sosok yang turun dari mobil. Bukan Pramono. Melainkan seorang perempuan, cantik, berpayung, menatapnya sinis.

“Jadi ini gadis bodoh itu? Bagaimana, Mas Pram?  Siapa yang kau pilih di antara kami? Aku, istrimu, atau gadis yang kau jadikan pacar gelapmu ini?” perempuan itu menoleh ke arah Pramono yang duduk di belakang kemudi. Pramono tidak bersuara, hanya diam tertunduk.

“Kau lihat, bukan? Pria pujaanmu ini tidak bisa berbuat apa-apa terhadapmu. Jadi semua kuanggap selesai,” perempuan itu menatap Surti tajam. Lalu berbalik. Ia masuk kembali ke dalam mobil, menutup pintunya keras-keras. “Kita pulang!” serunya lantang.

Mobil menderu meninggalkan halaman. Surti masih berdiri termangu. Menatap jejak mobil yang tertinggal.

Sementara hujan semakin menggila. Tangan kurus Diman menyentuh pundak Surti. Lelaki itu tampak murung. Ia paham betul, bagaimana perasaan putrinya saat ini.

“Tukar bajumu, Nduk. Nanti kamu sakit,” Diman berkata pelan.

“Ayah, berikan Topeng Malangan itu. Surti ingin menari,” Surti berkata gemetar. Wajah cantiknya menegang. Diman terhenyak melihatnya, ia menangkap sekelebat sorot mata anak gadisnya itu, sorot mata nanar.

Laki-laki tua itu mengulurkan tangan. Menyentuh punggung putrinya sekali lagi. Lalu dengan penuh kasih ia membantu memasangkan Topeng Malangan pada wajah Surti dengan hati-hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun