Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Kutukan Gandring

16 Oktober 2016   18:13 Diperbarui: 16 Oktober 2016   18:17 1882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pesona Ken Ndok, gadis jelita asal Desa Pangkur, tidak saja memikat hati kaum lelaki jalma manungsa, tapi juga sampai ke ranah para dewa. Dewa Brahma, sang pencipta alam semesta, tak mampu menahan sahwatnya begitu melihat Ken Ndok berendam tanpa busana di sebuah sendang tersembunyi. Pancaran garba gadis itu menyilaukan paningal sang dewa. Maka terjadilah hal yang tak semestinya terjadi.

Mereka tak hanya melakukannya sekali. Berkali. Manakala purnama utuh, Ken Ndok dapat dipastikan tengah meringkuk dalam rengkuh hangat sang Dewata.

"Kanda, bukalah lenganmu. Dinda ingin menyusupkan kepala di ketiakmu..." suara manja Ken Ndok membangunkan hasrat birahi. Selalu begitu. Gadis ayu itu memang suka sekali menyusup pada lipatan lengan Dewa Brahma yang beraroma kesturi. Dan Sang Dewa yang sudah beristri itu pun memejamkan mata. Merasakan sentuhan dan gerakan lembut kepala Ken Ndok yang wangi. Jika sudah begitu, tidak saja bumi yang berguncang, kahyangan pun ikut bergetar seolah tengah dilanda gempa yang amat dahsyat.

"Kanda, Dinda telat bulan," wadul Ken Ndok suatu hari.

"Duh, Dinda, kenapa bisa?" wajah Dewa Brahma seketika memerah. Tiba-tiba saja ia sadar, bahwa tak ada satu pasal pun dalam perundang-undangan di kahyangan yang mengizinkan para dewa menikahi manusia. Maka dengan sangat terpaksa Dewa Brama meninggalkan perempuan yang telah mengandung benih cintanya itu.

Ken Ndok yang malang hanya bisa menahan tangis. Sesak di dadanya ia tumpahkan setiap kali menatap purnama utuh di tepi sendang.

"Kanda dewa telah menyakitiku. Maka kelak jika bayi ini lahir, aku akan membuangnya!" Ken Ndok bersumpah.

Di tengah malam gulita, saat gerimis turun, Ken Ndok merintih menahan sakit. Perutnya berkali mengalami kontraksi. Tak ada seorangpun yang menemani. Hanya bunyi jengkerik dan nyanyi burung hantu menjadi saksi lahirnya seorang bayi laki-laki dari rahimnya. 

Ken Ndok menguatkan hati untuk melaksanakan sumpahnya. Dibungkusnya jabang bayi yang masih merah itu. Lalu dibuangnya begitu saja di atas tanah pekuburan yang sunyi.

"Kelak jika nasibmu mujur, duhai anakku, kita akan bersua kembali," dikecupnya untuk terakhir kali bayi merah yang tak berdosa itu. 

***

Lembong, seorang pencuri kawakan, malam itu berniat melakukan aksinya. Ia ingin menjarah rumah seorang bangsawan yang terkenal pelit. Bangsawan yang suka korupsi, yang gemar menilep uang rakyatnya.

Untuk sampai ke rumah bangsawan itu, Lembong harus melewati pekuburan tua. Di sanalah ia menemukan bayi merah itu. Bayi tampan yang kemudian ia beri nama Arok.

Waktu terus bergulir. Bayi Arok telah tumbuh remaja. Ayah angkatnya, Lembong, berhasil mendidiknya menjadi seorang berandalan yang lihai.

Tapi anak polah bapak kepradah. Arok tidak saja ahli mencuri, tapi juga suka berjudi. Meski untuk berjudi ia sering mengalami kekalahan. Lembong pun harus menanggung akibatnya. Hutang bertumpuk dibebankan padanya. Karena jengkel, diusirnya Arok dari rumahnya.

Nasib Arok masih beruntung. Ia dipungut oleh seorang penjudi kawakan bernama Bango Samparan. Oleh ayah barunya ini, Arok dididik tidak setengah-setengah. Ia dijadikan penjahat kelas kakap yang akhirnya berhasil menguasai wilayah Kediri.

Suatu ketika, Arok bertemu seorang Brahmana dari India. Lohgawe. Brahmana ini begitu meyakini, bahwa Arok adalah titisan Dewa Wisnu. Maka diajaknya bocah remaja itu bertemu seorang akuwu Tumapel bernama Tunggul Ametung. 

Tunggul Ametung memiliki seorang istri yang sangat rupawan bernama Ken Dedes. Arok, yang mulai tumbuh dewasa jatuh cinta pada istri akuwu tersebut.

"Dia telah mencuri hatiku," ujar Arok pada Lohgawe. 

"Ken Dedes adalah wanita yang akan melahirkan raja-raja di tanah Jawa," sahut Brahmana sembari tersenyum. Pernyataan itu semakin menguatkan Arok untuk merebut Ken Dedes dari tangan akuwu.

Seorang pembuat keris sakti bernama Mpu Gandring menjadi tumpuan harapan Arok. Dipesannya sebilah keris pusaka yang dikemudian hari akan dipergunakan untuk membunuh Tunggul Ametung.

Didikkan yang salah membuat Arok tumbuh menjadi pemuda yang temperamen. Proses pembuatan keris yang memakan waktu lama membuatnya naik pitam. Dirampasnya keris yang setengah jadi. Lalu dihunusnya dada ringkih sang Mpu tanpa belas kasih.

Sebelum menghela napas terakhir, Mpu Gandring sempat mengeluarkan kutukan.

"Keris di tanganmu itu, Arok, akan memakan korban hingga 7 turunan! Dan salah satunya adalah dirimu...."

***

Malang, 16 Oktober 2016

Lilik Fatimah Azzahra

*Referensi Legenda Ken Arok dari Wikipedia

* Jalma manungsa =  bangsa manusia

  paningal               =  penglihatan

 wadul                    = mengadu

anak polah bapak kepradah = anak bertingkah orang tua yang menanggung akibat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun