Sayang kalau sendoknya terlelan? Mengapa kamu nggak bilang, sayang kalau tenggorokanmu terluka atau....Hhh, ingin rasanya saat itu aku menelan talenan sekalian!
Beruntung aku memiliki tempat pelarian yang positip. Menulis. Ya, dengan menulis aku jadi lupa kalau punya kekasih cuek dan aneh sepertimu.
"Nggak istirahat dulu?" tegurmu ketika melihat aku masih bergeming di depan laptop.
"Tanggung. Cerpen ini harus rampung sekarang juga. Dikejar deadline."
"Tapi kamu sejak tadi belum makan."
"Aku sudah minum sereal."
"Itu nggak mengenyangkan."
Aku terdiam. Benar juga sih. Tapi saat ini menyelesaikan tulisan jauh lebih penting dari pada mengisi perut.
Tanpa terasa waktu terus bergulir. Tulisanku akhirnya rampung juga. Duh, karena keasyikan aku jadi melupakan kehadiranmu.Â
"Sudah selesai?" tanyamu.
"Kamu sejak tadi menungguku?" aku mengernyitkan alis. Kamu mengangguk dan tersenyum.