Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Berwajah Rindu

6 September 2016   08:34 Diperbarui: 6 September 2016   08:45 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan itu memiliki wajah berbentuk rindu. Matanya berbinar penuh rindu. Bibirnya manis mengulum rindu. 

Siapakah dia? Oh, dia tinggal sendiri di pondok bernama rindu. Yang halamannya ditumbuhi bunga-bunga berbentuk hati. Bunga-bunga itu berwarna ungu dengan sulur-sulur keriting merambah hingga tepian beranda.

Aku suka sekali melihat dia, perempuan berwajah rindu itu. Kuperhatikan segala gerak-geriknya. 

Pagi-pagi ia selalu menyeduh kopi yang beraroma rindu. Kemudian duduk bersila di atas tikar yang terbuat dari anyaman jerami. 

"Bangunlah. Mari bersama menikmati pagi," ujarnya pada matahari yang masih meringkuk di bilik cakrawala. Lalu ia mengangkat cangkirnya tinggi-tinggi. Bersulang dengan matahari. 

Selalu begitu. Setiap pagi.

Siang sedikit ia akan meninggalkan pondok rindu. Menuruni lereng lembah di kaki bukit. Di tangannya tertenteng tas kecil berwarna jingga. Tas yang berisi remah-remah roti sisa sarapannya tadi pagi.

Kakinya yang kurus melangkah lincah. Lembah rindu sudah menunggunya. Kupu-kupu dan rama-rama berterbangan riang di sekelilingnya. Berusaha mencuri ciuman dari pipinya yang bersemu dadu. 

Beberapa kolibri terbang merendah. Berebut mematuki remah roti yang tercecer di atas tanah. Sementara di bawah pohon akasia, sekawanan kelinci menatap takjub pada perempuan berwajah rindu yang kini merebah di hampar rumput hijau.

Siang usai sudah. Perempuan berwajah rindu bersiap kembali ke pondoknya.

"Apa kabarmu, duhai senja?" ujarnya menyapa langit yang bersemburat merah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun