Apa yang terpikir olehmu, jika di hadapanmu tetiba disuguhkan dua gelas anggur? Akankah kamu segera mereguknya?Â
Tunggu dulu. Tahukah dirimu, suguhan dua gelas anggur itu diracik oleh dua perempuan yang berbeda?
Peracik pertama, seorang perempuan mungil yang manis. Kamu sudah sangat mengenalnya. Ia baik. Tak diragukan lagi. Jika tidak mana mungkin kamu akan memilihnya menjadi pendamping hidupmu.
Peracik kedua, juga seorang perempuan. Tapi kamu belum lama mengenalnya. Bahkan bertemu pun tidak pernah. Lalu mengapa kamu membiarkan ia meracikkan anggur itu untukmu?
Dua gelas anggur dengan gelas yang sama. Hanya warna anggurnya yang berbeda. Gelas pertama berisi anggur merah. Gelas kedua berisi anggur hijau.
Sekali lagi, mana yang ingin kau reguk terlebih dulu?
Yang merah jelas telah memabukkanmu. Emm, hampir tiap malam kamu mencicipinya. Merasakan nikmatnya.Â
Yang hijau terlihat menggiurkan. Kamu tergoda ingin mereguknya. Sedikit saja. Tapi kamu ragu. Kamu takut anggur berwarna hijau itu sama memabukkannya dengan anggur berwarna merah.
Dua gelas anggur masih terdiam di atas meja. Belum tersentuh. Menunggumu.
Lalu ketika keputusan final itu sampai pada hatimu, tangan kananmu meraih anggur berwarna merah. Mereguknya hingga tuntas tak berbekas. Kamu biarkan dirimu mabuk berat. Agar tak lagi mengingatkanmu untuk menyentuh anggur berwarna hijau.
Dua gelas anggur berdampingan di atas meja. Satu gelas telah kosong. Hampa. Satu gelas yang lain, masih menunggu. Merana.