Sesaat kesunyian menguasai. Suara tembakan pun mereda. Dua laki-laki itu menghampiri tiga remaja yang masih tengkurap di atas lantai.
"Bangun kalian! Jangan coba-coba melawan. Masih tersisa banyak peluru di sini," lelaki yang memegang senapan mengancam. Sementara lelaki satunya menarik bangku panjang dan duduk dengan tenang sembari menghidupkan rokok.
Panji dan Bagaskara masih belum beranjak. Hanya saling melirik. Saling memberi kode.Â
Dalam hitungan detik, secara tiba-tiba kedua anak muda itu melompat dan menyerang dua laki-laki di hadapan mereka.
Pertarungan sengit pun tak dapat dihindarkan. Bagaskara berhasil merampas senapan dari tangan musuhnya. Sedangkan Panji dengan mudah meringkus laki-laki yang baru saja duduk di atas bangku.
Kini keadaan terbalik. Kedua penjahat berada dalam genggaman remaja-remaja itu.
Galuh gemetar. Ia tidak berani mendekat. Gadis itu memilih berdiri di pojok ruangan.
"Galuh, bisakah kau kembali ke kebun pisang? Ambilkan pelepah batangnya yang agak mengering. Aku membutuhkannya," Bagaskara menoleh ke arah Galuh. Gadis itu mengangguk. Lalu pergi meninggalkan pondok. Sebentar kemudian ia kembali dengan pelepah pisang setengah kering di tangannya.
Bagaskara segera mengikat kedua penjahat itu menggunakan suwiran pelepah pohon pisang. Â
"Aku bisa saja membunuh kalian," Bagaskara menatap kedua penjahat itu,"tapi tidak akan kulakukan. Sebagai ganti nyawa kalian, katakan kepada kami, mengapa kalian memburu pasien Dokter Marwan itu."