Kisah sebelumnya http://fiksiana.kompasiana.com/elfat67/100harimenulisnovelfc-34-sang-pelarian_574f6fd1d47e61ce04b34dfe
Moncong senapan mengobrak-abrik tumpukan jerami. Suasana jadi berantakan. Kedua penjahat tampak sangat bersemangat. Berharap menemukan dua perempuan yang diburu bersembunyi di dalamnya.
Tapi hingga tumpukan jerami itu menipis, tak juga ditemukan sosok yang dicari.
"Sialan! Kita tertipu!" salah seorang dari penjahat itu mengumpat. Sementara yang lain sibuk menatap sekeliling.Â
"Kamu benar, Bro! Buruan kita kabur lewat dinding yang bolong di bawah meja ini."Â
Lalu keduanya keluar pondok setelah terlebih dahulu menendang meja dan bangku panjang sebagai ungkapan rasa kesal.
"Kita lanjutkan perburuan ini, Bro?"
"Lanjut! Aku lebih suka menyusuri hutan ketimbang berurusan dengan Big Bos kita yang hobi main gampar itu."
***
Istri Dokter Marwan berjalan tertatih. Kakinya mulai lecet di sana-sini. Ia hampir tak kuat lagi meneruskan perjalanan. Tapi semangatnya muncul saat teringat dirinya dalam pengejaran dua penjahat berbahaya.
Ia sudah berjalan cukup jauh. Diikutinya jalan setapak yang kian lama kian melebar. Hati perempuan itu bersorak. Ia melihat sebuah sungai kecil yang mengalir jernih. Instingnya mulai bekerja. Disisirnya tepi sungai. Ia yakin akan segera menemukan  sebuah perkampungan.