Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[100HariMenulisNovelFC](#29) Sang Pelarian

16 Mei 2016   10:16 Diperbarui: 16 Mei 2016   10:22 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah sebelumnya

Dokter  Ana membantu menutup kembali sosok yang terbujur di atas ranjang itu dengan selimut.

"Korban kekerasan?" tanya Dokter Marwan dengan  tatapan masih tertuju pada pasien di hadapannya.

"Sepertinya begitu, Dokter. Tapi sayang, identitas perempuan ini tidak dikenali," Dokter Ana menjawab lirih. Sesekali dokter perempuan itu membetulkan letak selang infus.

"Jadi bagaimana ia sampai berada di sini?" Dokter Marwan menautkan kedua alisnya.

"Sorang laki-laki tua menemukan perempuan ini, Dokter. Anda ingin bicara dengannya?"

Dokter Marwan mengangguk.

Dokter Ana keluar ruangan. Sebentar kemudian ia kembali bersama seorang laki-laki tua berpakaian sederhana.

"Saya menemukan perempuan itu dalam keadaan pingsan di tepi jurang. Saat itu saya hendak pulang dari  mencari kayu bakar," laki-laki tua itu berkata pelan. Wajahnya yang keriput tampak kuyu dan takut.

"Keterangan Bapak akan sangat berguna nanti," Dokter Marwan berkata seraya membuka lagi kain penutup pasien di hadapannya.

"Luka pada wajahnya sangat parah," Dokter ahli bedah itu bergumam.

"Harus segera dilakukan tindakan pembedahan, Dokter?" Dokter Ana menegaskan. 

"Ya, jika tidak, luka itu akan semakin membahayakan," Dokter Marwan menyipitkan kedua matanya. Ia menarik napas panjang. Hatinya miris. Mengapa masih sering terjadi tindakan kekerasan semacam ini? 

"Dokter, kapan operasi kita laksanakan?" Dokter Ana bertanya hati-hati.

"Secepatnya, Ana. Secepatnya...."

***

Dokter Marwan pulang ke rumah ketika hari hampir pagi. Rasa lelah dan mengantuk berusaha ditahannya. Di pintu pagar ia disambut oleh istrinya.

Usai memarkir mobil di halaman yang luas, ia berjalan menjejeri istrinya.

"Semakin banyak saja kejahatan yang menimpa kaum perempuan," ia berkata sembari melingkarkan lengan di pundak istrinya.

"Ada kasus penganiayaan lagi?" tanya sang istri.

"Ya, seorang perempuan mengalami luka serius. Diduga akibat tindak kekerasan. Yang paling parah adalah wajahnya."

"Apakah ia masih bisa diselamatkan?"

"Tim dokter berusaha keras menyelamatkannya. Operasi pertama sudah kami lakukan. Mungkin masih perlu beberapa kali operasi untuk memperbaiki wajah perempuan itu."

"Semoga ia bisa bertahan."

"Ya, semoga."

***

Sementara Dokter Ana masih berada di ruang pemulihan. Ia memantau  perkembangan pasien yang baru saja menjalani operasi perbaikan wajah. Entah mengapa ia  sangat prihatin melihat keadaan pasien tak dikenal itu. Dipandanginya wajah perempuan itu berlama -lama.

"Siapapun kamu, cepatlah sembuh. Aku ingin segera mendengar dari mulutmu sendiri, apa sebenarnya yang terjadi. Dan siapa yang telah tega melakukan perbuatan biadab ini," tanpa sadar Dokter Ana bergumam.

Dan entah tahu apa tidak, jemari tangan perempuan di atas ranjang itu bergerak sedikit.

***

Pagi itu dokter Marwan hanya beristirahat sebentar. Ia harus segera kembali ke Rumah Sakit. Sebelum berangkat ia menyempatkan diri membaca koran pagi. Ia berharap menemukan satu berita berkenaan dengan ditemukannya sosok perempuan yang kini menjadi pasiennya itu. Tapi ternyata pagi itu berita lebih didominasi oleh perkembangan politik khususnya mengenai cagub dan cawagub suatu daerah tertentu. Dokter Marwan hanya membaca sekilas berita-berita itu. Ia sebenarnya mula bosan dengan trending topic yang itu-itu juga. Tapi meski begitu, ia berusaha maklum. Sejauh ini berita politik memang jauh lebih menarik ketimbang berita-berita lainnya.

Usai menghabiskan segelas air putih dan sebutir telur rebus setengah matang, Dokter Marwan bergegas meraih tas kerja yang sudah disiapkan oleh istrinya. Ditemuinya sang istri yang tengah sibuk merapikan tempat tidur.

"Mungkin hari ini Papi pulang terlambat lagi. Maaf nggak bisa menemani Mami belanja ya. Bisa pergi bersama Galuh bukan?" Dokter Marwan menyentuh lembut pipi istrinya. Sang istri mengangguk sembari tersenyum. Dan sudah menjadi kebiasaannya, ia segera meraih tangan suaminya itu. Lalu menciumnya dengan lembut.

"Hati-hati di jalan, Pi. Selamat menjalankan tugas kemanusiaan...."

***

Dokter Ana melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. Sudah pukul delapan pagi. Ia menguap berkali-kali.

Dua orang pria berseragam putih masuk ke dalam ruangan dan menghampirinya.

"Dokter Ana, Dokter Marwan sudah menunggu Anda di ruangannya," salah seorang dari mereka berkata. Dokter Ana mengangguk. 

"Tolong gantikan mengawasi pasien ini. Sebentar lagi aku akan kembali."  Dokter Ana bergegas meninggalkan kamar pasien yang sejak semalam ditungguinya.

Sepeninggal Dokter Ana, dua perawat itu saling berpandangan. Satu di antaranya berjalan perlahan mendekati ranjang. Lalu dengan gerakan cepat ia menarik selang pernapasan yang menempel di hidung pasien perempuan yang baru beberapa jam menjalani operasi itu!  

Bersambung....

***

Malang, 16 Mei 2016

Lilik Fatimah Azzahra

*Karya ini diikutsertakan Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun