***
Kali ini aku benar-benar mengandalkan si Coklat untuk memanduku. Ia terus berlari tanpa ragu. Ah, semoga saja hewan ini  benar-benar paham apa yang kuinginkan.
Kami sampai di perbatasan desa. Si Coklat mulai mengurangi kecepatan larinya. Pada persimpangan jalan aku menepuk punggungnya agar ia berhenti.
"Coklat, arah mana yang akan kita pilih? Sebelah kanan menuju hutan. Sedangkan sebelah kiri adalah pemukiman penduduk."
Coklat menjawab dengan ringkikan kecil. Lalu kepalanya meneleng ke arah kanan.
"Kau yakin dengan pilihanmu Coklat?" tanyaku was-was. Pikiranku tertuju pada kedua perempuan itu. Mengapa Coklat memilih arah menuju hutan? Mungkinkah Bunda Fatima dan Cinta tersesat di sana?Â
***
Naluri kuda sangat kuat. Setidaknya begitu yang kuyakini pada situasi sekarang. Entah dari mana keyakinan itu datang. Aku hanya bisa merasakannya tanpa mampu menjelaskan.
Manakala si Coklat membelokkan langkahnya ke arah hutan, aku percaya Coklat tidak akan salah memilih jalan.Â
Malam kian larut. Kami mulai memasuki wilayah hutan. Suasana sekitar sunyi mencekam.Â
Ah, mengapa keadaan ini mengingatkanku pada sesuatu?Â