Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[100HariMenulisNovelFC](#23) Sang Pelarian

20 April 2016   08:50 Diperbarui: 20 April 2016   09:10 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="sumber:www.sinarharapan.co"][/caption]

Kisah sebelumnya http://fiksiana.kompasiana.com/elfat67/100harimenulisnovelfc-22-sang-pelarian_571589dcd07a61fa0482e0e1

 

Lelaki itu menyeka darah pada bibirnya. Matanya nanar menatapku. Lalu tangannya berusaha menggapai tepi meja. Ia bangun dengan setengah terhuyung. 

Aku menghampiri Bunda Fatima yang sedari tadi berdiri memucat di sudut ruangan.

"Bunda baik-baik saja?" tanyaku was-was. Perempuan itu mengangguk sembari mengelus pipinya yang memerah.

"Dia tak akan berani mengganggu Bunda lagi," ujarku menenangkan. 

Tapi dugaanku keliru. 

Karena tetiba sebuah benda keras menghantam tengkukku.

Braaak!

Aku jatuh tersungkur. Penglihatanku kabur.

Sebelum kesadaranku benar-benar hilang, aku masih bisa mendengar jeritan Bunda Fatima menggema ke seluruh ruangan.

"Suki...!!! Hentikan!"

 

***

Entah berapa lama aku tidak sadarkan diri. Tahu-tahu sebuah tangan mengguncang-guncangkan tubuhku.

"Rama...bangun, dong!"

Perlahan aku membuka mata. Cinta. Ia tengah berjongkok di sampingku.

"Hei...apa yang terjadi? Di mana Mama?" gadis itu bertanya cemas. Seketika aku terbangun. Pandanganku menyapu sekeliling ruangan.

Tak kutemukan sosok Bunda Fatima.

"Cinta, lelaki itu, ia telah membawa Bunda Fatima!" aku berseru panik.

"Lelaki itu? Siapa? Ngomong yang jelas dong!" Cinta membentakku.

"Lelaki itu, mantan suami Bunda...."

"Papaku, maksudmu?" Cinta tampak terkejut.

Aku mengangguk.

 

***

Kulihat Cinta menunduk sedih. Aku kasihan melihatnya.

"Ini salahku. Aku telah menyerang lelaki itu..." ujarku penuh penyesalan. Cinta melebarkan matanya.

"Kamu menyerang Papaku?" 

Sekali lagi aku mengangguk.

"Itu kulakukan karena ia lebih dulu menampar Bunda Fatima."

"Ah, Papa melakukannya lagi. Kasihan Mama. Ia sering mendapat perlakuan kasar dari Papa. Aku sendiri heran. Mengapa dua orang yang dulu saling mencintai, kini bagai musuh bebuyutan?" Cinta mengeluh.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" aku mengalihkan pembicaraan.

"Tentu saja mencari keberadaan Mama sampai ketemu!" 

 

***

Mencari Bunda Fatima sampai ketemu? Tapi kemana?

Cinta menggamit lenganku. Memberi kode agar aku mengikutinya.

"Aku pernah mendengar, Papaku mengontrak rumah di suatu tempat. Aku sendiri belum mengetahui tempat itu. Tapi adik laki-lakiku yang nomor tiga, pernah di ajak ke sana. Mari kita jemput adikku itu. Barangkali ia bisa memberi petunjuk."

Bergegas aku mengikuti langkah Cinta menuju rumah nenek untuk menjemput adik laki-lakinya.

 

***

Bocah berumur tujuh tahun itu kelihatan senang saat mendengar kami akan mengajaknya ke luar rumah.

"Mau jalan-jalan, ya, Kak?" 

"Iya. Nanti Adik kasih tahu, ya...di mana tempat kontrakan Papa."

"Beres Kak!"

Bertiga kami menuju suatu tempat yang entah, aku sama sekali tidak tahu.

 

***

Hampir satu jam kami berputar-putar di sebuah gang yang sama.

"Kamu yakin pernah melewati gang ini, Dik?" Cinta menatap bocah kecil di sampingnya. Bocah itu mengangguk.

"Tapi...rumahnya aku lupa, Kak!"

Untunglah Cinta termasuk gadis yang pantang menyerah. Ia mengajak kami menyusuri jalanan kembali.

Ketika melewati sebuah rumah berhalaman teduh yang terletak di gang paling ujung, bocah laki-laki itu berseru gembira.

"Itu dia, Kak! Itu rumah kontrakan Papa. Adik pernah sekali diajak ke sana!"

Cinta, setengah berlari mendahului masuk ke halaman rumah itu.

 

***

Seorang perempuan paruh baya menyongsong kehadiran kami. Cinta berbincang-bincang sejenak dengan perempuan itu. Sesaat kemudian wajah gadis itu berubah murung.

"Kenapa?" tanyaku.

"Rama, Papa ternyata sudah lama pindah dari tempat ini...."

Aku terdiam. Pikiranku seketika tertuju pada Bunda Fatima.

Di mana dia? Apa yang tengah terjadi padanya?

 

Bersambung.......

 

***

Malang, 20 April 2016

Lilik Fatimah Azzahra

Karya ini diikutsertakan Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun