Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[100HariMenulisNovelFC](#13) Sang Pelarian

2 April 2016   07:50 Diperbarui: 2 April 2016   08:31 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="sumber:anekaremaja1.blogspot.com"][/caption]

Kisah sebelumnya http://fiksiana.kompasiana.com/elfat67/100harimenulisnovelfc-12-sang-pelarian_56fa1e1581afbd43061dffba

....................................................

Aku termangu. Takdir? Suamiku bicara tentang takdir?

Kutatap wajah di hadapanku itu dalam-dalam.

"Lalu takdir apa lagi yang Papa ketahui tentang diriku?" aku mulai berani membantah. Suamiku mengernyitkan alis. Membalas tatapanku dengan pandangan tak kalah menusuk.

"Mengapa Mama bertanya begitu?"

"Karena Mama seperti tidak mengenal diri Papa lagi."

"Seharusnya Mama belajar mengerti. Papa ini orang sibuk. Jadi tak ada salahnya kan kita berbagi tugas? Toh, Papa keluar rumah juga menghasilkan uang."

"Kami butuh Papa. Bukan cuma uang."

Ia hendak menyahut ketika handphone di tangannya berbunyi. Pembicaraan kami terputus. Buru-buru ia meraih kunci mobil yang tergeletak di atas meja. Lalu tanpa berucap apa-apa lagi, ia pun berlalu meninggalkan rumah.

Aku tak bisa mencegahnya.

Kututup pintu pagar perlahan. Kupandangi mobil sedan berwarna merah itu hingga menghilang di ujung tikungan jalan. Kubiarkan perasaanku mengambang.

Saat berbalik badan, kudapati keempat anakku tengah berdiri berjejer bak patung di ambang pintu.

"Papa masih sibuk, ya, Ma?" si sulung yang mulai beranjak remaja menghampiriku.

"Mama akan usahakan bicara lagi sama Papa. Mungkin liburan bulan depan kita bisa jalan bareng, oke?" ujarku seraya mengelus rambut panjangnya. Aku tahu ia merindukan ayahnya. Begitu pula ketiga adiknya.

"Mama punya dongeng bagus. Kisah tiga babi kecil. Kalian mau mendengarkan?" aku mengalihkan pembicaraan.

"Maauuu...!!!"

Dengan langkah sedikit gontai kugiring keempat anakku masuk ke dalam kamar.

 

***

Sepanjang sore kuhabiskan waktu menemani anak-anak. Aku berusaha menciptakan keceriaan bersama mereka. Kuajak mereka ngobrol, bermain monopoli, bermain musik, menonton film kartun, atau kegiatan apa saja yang sekiranya bisa membuat perasaan terhibur.

Hingga malam merampas waktu dan menebarkan kantuk di wajah-wajah lugu itu.

Bunda Fatima terdiam sejenak. Ia membetulkan posisi duduknya. Lalu bibirnya bergerak lagi.

Begitulah kehidupan yang kujalani sehari-hari.

Hingga suatu siang, datang seorang laki-laki muda, tetangga sebelah rumah menyampaikan berita yang membuatku tertegun.

"Mbak Fatima, saya melihat Mas Suki bersama seorang wanita muda di dalam mobilnya," ujar laki-laki itu dengan napas tersengal.

"Mungkin wanita itu salah satu anggota perkumpulan beladiri yang diasuhnya," aku berusaha menata hatiku agar tidak terpancing kata-kata laki-laki itu.

"Tapi wanita muda itu menyandarkan kepalanya pada pundak Mas Suki. Dan suami Mbak... membelai rambut wanita itu dengan mesra."

Deg. Tetiba jantungku berdegup kencang.

"Silakan pergi dari rumahku ini! Dan jangan pernah coba-coba memfitnah suamiku!" aku mengusir laki-laki muda itu dengan perasaan gusar.

'Ini bukan fitnah atau gosip, Mbak," laki-laki itu menyahut kaget saat melihat emosiku meledak.

"Apapun namanya, aku tidak akan pernah mempercayai omong kosong ini!" suaraku kian meninggi.

"Terserah Mbak Fatima, mau percaya apa tidak. Yang penting saya sudah menyampaikan dengan jujur apa yang saya lihat dengan mata kepala saya sendiri."

Dan laki-laki muda tetanggaku itu pun berlalu meninggalkan rumahku tanpa permisi.

Kuhela napas panjang. Sekali lagi aku menata hatiku yang mulai goyah.

Tidak, aku tidak boleh termakan gosip murahan dari orang-orang yang bisa saja iri melihat kehidupan kami.

Ya, untuk sementara aku menganggap apa yang dikatakan laki-laki tadi hanyalah fitnahan belaka.

Aku perlu bicara dengan suamiku. Aku ingin mendengar sendiri dari mulutnya bahwa semua yang dikatakan laki-laki itu tidak benar.

Tapi benarkah begitu? Benarkah ini hanya gosip murahan yang tak bisa dipertanggungjawabkan? 

Tetiba tubuhku gemetar.

 

bersambung.......

 

***

Malang, 02 April 2016

Lilik Fatimah Azzahra

*Karya ini diikutsertakan dalam Tantangan 100 Hari Menulis Novel Fiksiana Community

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun