Hingga malam merampas waktu dan menebarkan kantuk di wajah-wajah lugu itu.
Bunda Fatima terdiam sejenak. Ia membetulkan posisi duduknya. Lalu bibirnya bergerak lagi.
Begitulah kehidupan yang kujalani sehari-hari.
Hingga suatu siang, datang seorang laki-laki muda, tetangga sebelah rumah menyampaikan berita yang membuatku tertegun.
"Mbak Fatima, saya melihat Mas Suki bersama seorang wanita muda di dalam mobilnya," ujar laki-laki itu dengan napas tersengal.
"Mungkin wanita itu salah satu anggota perkumpulan beladiri yang diasuhnya," aku berusaha menata hatiku agar tidak terpancing kata-kata laki-laki itu.
"Tapi wanita muda itu menyandarkan kepalanya pada pundak Mas Suki. Dan suami Mbak... membelai rambut wanita itu dengan mesra."
Deg. Tetiba jantungku berdegup kencang.
"Silakan pergi dari rumahku ini! Dan jangan pernah coba-coba memfitnah suamiku!" aku mengusir laki-laki muda itu dengan perasaan gusar.
'Ini bukan fitnah atau gosip, Mbak," laki-laki itu menyahut kaget saat melihat emosiku meledak.
"Apapun namanya, aku tidak akan pernah mempercayai omong kosong ini!" suaraku kian meninggi.