Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fabel] Kerbau si Rendah Hati

7 November 2015   07:16 Diperbarui: 7 November 2015   11:03 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lilik Fatimah Azzahra, No.116

Siang itu matahari bersinar sangat terik. Beberapa satwa tengah berkumpul di bawah pohon beringin yang rindang. Harimau si Raja Hutan duduk bersila dengan pongahnya. Nyinyit si Monyet lucu tampak  wira-wiri bergelantungan pada akar pohon yang berjuntai. Seekor ular duduk melingkar sembari menjulur-julurkan lidahnya yang bercabang. Sementara induk Kelinci sibuk menenangkan anak-anaknya yang berlarian tak tentu arah. 

"Baginda Raja Hutan, ada apa gerangan Anda mengumpulkan kami di tempat ini?" tanya Jerapah sembari merendahkan lehernya yang panjang. Harimau mengaum.

"Seperti biasa, aku ingin mengetahui perkembangan  keahlian kalian!" seru Harimau lantang. Para satwa saling berpandangan.

"Dimulai dari Gajah, sebutkan keahlianmu!" Harimau menatap Gajah dengan wajah garang.

"Saya semakin mahir bermain bola, Tuanku. Sepak Bola Gajah saat ini sedang ngetrend...," sahut Gajah dengan senyum sumringah.

"Bagus! Sekarang giliranmu, Kancil," Harimau beralih menatap Kancil yang duduk di sebelahnya.

"Oh, kalau saya jangan diragukan lagi. Soal kecerdikan masih menjadi keahlian saya. Banyak manusia yang berguru kepada saya, Baginda," Kancil membusungkan dada dengan bangga.

"Mantap! Bagaimana dengan dirimu, Buaya?"

"Saya masih ahli mencaplok, Tuanku. Caplok sana, caplok sini. Untuk yang satu ini saya tak pandang bulu. Bahkan seekor cicak pun akan saya caplok meski dia bukan tandingan saya, hehehe...." Buaya terkekeh.

"Sip! Dan kamu Ular?"

"Lidah saya yang bercabang ini, Tuanku, sangat berbahaya. Hati-hati jika bicara dengan saya. Saya ahli memelintir kata-kata, zzzz...." Ular mendesis sambil meringis.

"Oke, bagaimana dengan dirimu Serigala?"

"Aha, saya masih tetap Serigala berbulu Domba, Baginda. Banyak yang tertipu oleh mulut manis dan janji-janji muluk saya, hihihi...." Serigala menyeringai.

"Keren! Pertahankan itu," Harimau manggut-manggut.

"Giliranmu, Badak!"

"Seperti Tuanku ketahui, muka saya tetap muka badak, tidak tahu malu...." si Badak cengengesan.

"Bagus!" Harimau mengangkat jempol kakinya.

Seluruh satwa maju satu persatu melaporkan keahliannya masing-masing. Ketika tiba giliran Kerbau, seperti biasa ia hanya diam plonga-plongo.

"Kau tidak usah memamerkan kebodohanmu itu, Kerbau!" Harimau membentak. Seluruh satwa tertawa. Si Kerbau hanya menundukkan kepala.

"Pertemuan usai!" suara lantang Harimau menggema. Para satwa pun bubar menuju sarangnya masing-masing.

***

Lain halnya dengan si Kerbau. Ia duduk termenung di tepi sungai. Wajahnya terlihat sedih. Sesekali ia menatap bayangan tubuhnya di atas air sungai yang bening.

"Mengapa hanya aku yang paling dungu di antara hewan-hewan di dunia ini?" ia bergumam.

"Hei, siapa bilang!" tiba-tiba seekor burung gelatik berseru mengagetkannya. Kerbau menoleh.

"Menurutku, kau bukan hewan yang dungu. Kau hanya pemalu dan rendah hati," seekor bebek betina ikut menyahut.

"Yup, setuju! Rendah hati!" burung gelatik mengepakkan sayapnya berkali-kali.

"Kalian berdua terlalu berlebihan memujiku," Kerbau tersipu. Ia melenguh perlahan.

"Ya, ya, karena memang kamu patut dipuji. Menurutku, kamu adalah hewan paling berjasa di dunia ini," burung gelatik itu meneruskan ocehannya. Beberapa saat kemudian ia menukik dan hinggap manis di atas punggung si Kerbau.

"Berjasa apa? Aku merasa tidak melakukan apa-apa...," tutur Kerbau kebingungan.

"Hai, dengar, Bung! Jasamu besar sekali. Kau hewan paling rajin membantu petani. Kau tidak pernah marah meski pagi-pagi petani menggiringmu ke sawah. Kau tidak pernah protes meski harus membajak tanah di bawah terik matahari yang panas. Kau tidak mengeluh walau tubuhmu belepotan lumpur yang kotor dan bau," lanjut burung gelatik seraya melenggak-lenggok di atas punggung Kerbau.

"Oh, benarkah begitu? Aku sama sekali tidak merasa diriku berjasa. Aku hanya ingin membantu petani mengolah sawah supaya subur. Bukankah jika tanah subur hasil panen akan melimpah ruah? Aku hanya mengerjakan apa yang aku bisa," lagi-lagi Kerbau melenguh. Ekornya bergerak ke sana ke mari.

"Ya, ya, itulah dirimu. Sangat rendah hati. Berbeda dengan si Harimau Raja Hutan itu. Ia besar mulut dan sombong. Coba, apa yang sudah dia lakukan selama ini? Kerjanya cuma menggertak dan menakut-nakuti doang!" sahut bebek betina diiringi suara meleternya yang cempreng.

"Tapi dia sangat disegani oleh seluruh penghuni hutan ini," Kerbau berkata pelan. Ia khawatir suaranya didengar oleh anak buah si Raja Hutan.

"Huh, itu karena si Harimau masih punya taring. Coba kalau dia sudah ompong!" cibir burung gelatik. Kerbau terdiam. Ia kembali menggerak-gerakkan ekornya.

"Setiap mahluk hidup saling membutuhkan. Kita tidak boleh memandang rendah satu sama lain. Satwa lain menganggapmu bodoh, tapi aku tidak!" bebek betina menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Menurutku, justru yang tidak tampak oleh mereka itulah kelebihanmu. Kau tidak pernah memamerkan jasa-jasamu. Prinsipmu hanya kerja, kerja dan kerja!" burung gelatik menimpali.

"Eh, ngomong-ngomong, biar kubersihkan kutu di punggungmu ini ya...," burung gelatik mulai mematuki kutu-kutu yang bersarang di punggung Kerbau.

"Silakan, sobatku, bersihkan sepuas hatimu," si Kerbau merendahkan punggungnya.

Siang itu tampak suatu pemandangan yang menarik. Seekor Kerbau, seekor bebek betina, dan seekor burung gelatik asyik bercakap-cakap menghabiskan waktu di tepi sungai menunggu senja tiba.

 

***

Malang,07 November 2015

*NB: Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community (http://m.kompasiana.com/androgini )

*Silahkan bergabung di Group FB Fiksiana Community

*Illustrasi :http://sharingdisini.com/wp-content/uploads/2012/03/kerbau-jalak.png

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun