"Iya, nggak apa-apa, Bu. Tadi kebetulan dia main sendirian, jadi saya temani." Dia tersenyum, lalu kembali bertanya pada Kevin.
"Mas Kevin ke mana aja? Tadi bibi nyariin. Jangan lari-larian lagi, ya?"
"Biarin, Kevin mau pergi saja dari rumah. Mama Papa nggak sayang Kevin." Kevin menjawab dengan ekspresi sedih.
"Mas Kevin nggak boleh gitu. Mama Papa Mas Kevin lagi kerja, nanti kalau pulang, Mas Kevin pasti diajak main sama jalan-jalan."
"Enggak! Mereka nggak ada waktu buat Kevin. Kerja terus."
Aku menyimak percakapan mereka. Raut wajah Kevin menggambarkan kerinduan yang teramat pada sosok orang tuanya. Aku mengusut sudut mata yang dipenuhi buliran bening. Kemudian menawarkan Kevin bermain bersama.
"Kevin, ayo main bola sama tante."
Kevin menoleh.
"Ayo, Tan!" serunya. Seketika raut wajahnya berubah ceria. Senyum manis merekah di bibir mungilnya. Ada keharuan di dalam sini. Ternyata, bahagia semudah itu.
Melihat sekitar, memberi kita pompaan semangat. Bukan hanya aku yang punya masalah. Seorang anak kecil pun punya masalahnya sendiri. Tergantung cara melewati masalah itu seperti apa. Memilih berproses seperti guci keramik atau ...?
End