Dengan melakukan pemisahan seperti ini, Bank Syariah menciptakan struktur dan permainan mereka sendiri. Liquidity risk juga menjadi lebih terkontrol karena penarikan dana nasabah hanya terbatas pada saving account sehingga tidak akan berpengaruh terhadap pembiayaan yang sedang berjalan. Adapun investment account hanya dapat ditarik ketika mencapai maturity. Pemisahan ini juga otomatis akan menciptakan terwujudnya full reserve banking system. Jika selama ini bank menyalurkan pembiayaan melalui penciptaan uang baru, maka didalam sistem pemisahan yang baru ini dana investasi nasabah betul-betul disalurkan secara "riil" dan "fisik". Hal ini memungkinkan karena investment account tidak lagi merangkap sebagai saving account sebagaimana terjadi selama ini.
Dengan sistem pemisahan ini maka Bank Syariah dapat mengimplementasikan sistem PLS karena apabila terjadi kerugian dalam investasi maka dampaknya dapat dibatasi hanya pada investment account saja sehingga tidak mengganggu likuiditas harian depositor. Karena di dalam sistem PLS kerugian juga ikut ditanggung oleh nasabah, maka biaya CKPN dapat lebih ditekan sehingga mengurangi biaya overhead bank dan pada akhirnya menambah laba bagi bank
Pertanyaan berikutnya yang wajar kita tanyakan adalah apakah nasabah bersedia menanggung resiko rugi ketika mereka bisa mengamankan dan bahkan menjamin jumlah simpanan mereka dengan sistem perbankan saat ini. Salah satu insentif yang bisa digunakan Bank Syariah 2.0 untuk menarik nasabah ke dalam sistem yang baru ini adalah dengan memberi return investasi yang lebih tinggi kepada depositor. Cara untuk mendapatkan return yang lebih tinggi mengantarkan kita kepada pembahasan solusi berikutnya yaitu skema Mudharabah Muqayyadah Off-Balance Sheet (MMOBS)
Mudharabah Muqayyadah pada dasarnya merupakan investasi terbatas berbasis bagi hasil (profit & loss sharing) yang tujuan penggunaannya dibatasi pada project tertentu saja. Adapun maksud dari Off-Balance sheet adalah pembiayaan ini nantinya tidak akan dicatat sebagai aset bank karena bank hanya mengumpulkan dana investor untuk langsung disalurkan kepada project yang sudah available. Bank hanya berperan sebagai "makelar" dana dan sekaligus sebagai agen yang mengawasi project serta melakukan collection atau penagihan.
Sebagai contoh, anggaplah pak Andi merupakan pengusaha yang memenangkan tender project pembangunan jembatan yang akan memakan biaya 200 juta rupiah. Pak Andi hanya memiliki 100 juta rupiah sehingga terjadi kekurangan dana 100 juta rupiah. Disinilah bank berperan untuk mencari sisa dana yang diperlukan melalui investment account dari nasabah-nasabah yang dimilikinya berdasarkan profil resiko yang sudah dibuat sebelumnya. Setelah project selesai dan fee penyelesaian project dicairkan oleh pemilik project, maka Pak Andi melakukan bagi hasil kepada nasabah-nasabah tersebut berdasarkan proporsi modal masing-masing. Adapun bank mendapatkan fee atas jasanya sebagai makelar, supervisor project dan kolektor.Â
Fee ini dibayarkan di awal project oleh nasabah terlepas dari hasil akhir project tersebut sehingga otomatis persentasenya tidak akan besar karena bank tidak menanggung resiko apapun. Karena bank hanya mengambil spread margin yang lebih kecil maka otomatis sisa margin yang biasanya diambil oleh bank  kini dialihkan ke investor sehingga mereka mendapatkan return yang lebih tinggi. Sederhananya, apabila bank biasanya mendapatkan spread margin 3%, maka dengan skema MMOBS bank mungkin hanya mengambil 1% sehingga sisa 2% inilah yang menjadi risk premium bagi nasabah investor.
Skema MMOBS ini pada dasarnya mirip dengan skema peer-to-peer lending (P2P) yang dipraktekkan oleh perusahaan fintech (financial technology) baik Syariah maupun konvensional. Salah satu contoh perusahaan fintech Syariah yang cukup berhasil dalam menggunakan skema P2P ini adalah "Kapital Boost" dimana mereka telah berhasil mengumpulkan dana investasi senilai 42 milliar rupiah. Hal ini membuktikan bahwa skema MMOBS insha Allah bisa dilakukan dan bahkan telah dijalankan oleh beberapa pihak.
Sudah saatnya Bank Syariah berani lebih idealis dan kaffah dalam menjalankan prinsip Islam. Jangan sampai ketakutan akan hilangnya profit dan nasabah mendahului kewajiban mencari harta yang halal dan berkah. Selain dari apa yang dipaparkan di atas, penulis yakin masih banyak solusi lain yang telah dituliskan oleh para pejuang ekonomi Syariah yang jauh lebih inovatif. Hal yang sangat kita butuhkan saat ini adalah keberanian dan niat yang ikhlas untuk merubah Bank Syariah ke arah yang lebih baik. Allahu a'lam.
*Penulis adalah alumni Islamic Finance & Management dari Durham University yang saat ini bekerja di salah satu bank Syariah. Penulis dapat dihubungi melalui email emilaryahidayat@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H