Mohon tunggu...
Elfadiany Mufida
Elfadiany Mufida Mohon Tunggu... -

after the work is done, the rest is sweet

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Adab Kepada Guru ala Imam al-Ghazali

20 Juni 2014   04:04 Diperbarui: 4 April 2017   16:17 4051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guru adalah di antara orang yang terpenting dalam kehidupan anak di samping orang tuanya. Bahkan Imam al-Ghazali menempatkan guru lebih tinggi kedudukannya dibandingkan orang tua. Sebab gurulah yang mengantarkan seorang anak (murid) meraih kebahagiaan akhirat, sedangkan orang tua hanya terbatas pada kebahagiaan dunia, maksudnya hanya mengasuh dan membesarkannya saja. Tentu saja yang dimaksud al-Ghazali ini adalah guru yang mengajarkan agama. Meski demikian, orang tua pun akan memiliki keutamaan seorang guru jika orang tua itu mengajarkan hal-hal yang akan mengantarkan anak kepada kebahagiaan akhirat.

Guru seperti yang disebutkan al-Ghazali agak sulit ditemukan saat ini. Mungkin masih banyak ditemukan di dunia pesantren, tetapi mulai jarang kita temukan di sekolah umum. Saat ini guru terkotak-kotak sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya. Artinya, tidak setiap guru kini mengajarakan agama. Guru matematika hanya mengajar matematika, dan guru bahasa juga hanya mengajar bahasa. Keduanya tidak selalu mengajarkan agama. Inilah buah pendidikan yang memisahkan ilmu agama dengan ilmu umum. Model pendidikan seperti ini memang jauh dari yang kita harapkan, tetapi seiring perkembangan jaman kurikulum di Negeri kita ini juga berubah, adanya pendidikan karater kemudian kurikulum 2013.

Adab terhadap guru tetap merupakan sesuatu yang mutlak dalam proses pendidikan, karena keberkahan ilmu tergantung pada adab. Adab kesopanan murid kepada guru. Sayangnya, adab kesopanan kepada guru ini mulai luntur, dan hal ini dapat kita rasakan dalam berbagai tingkatan pendidikan. Anak-anak semakin jauh dari sopan santun terhadap guru. Di sekolah-sekolah, para murid sudah terbiasa menggunjingkan gurunya dibelakang punggungnya. Mereka juga tidak segan-segan memperlihatkan perilaku nakal di hadapannya, menentang perintahnya, serta mempermainkannya tanpa rasa segan.

Sesungguhnya rusaknya pendidikan dimulai dari hilangnya adab murid kepada guru. Sebab pendidikan bukan hanya soal transfer informasi, tetapi juga penanaman nilai. Oleh karena itu, salah satu prioritas utama untuk memperbaiki dunia pendidikan adalah menegakkan adab murid kepada guru. Hal itu karena ilmu ditegakkan bersama nilai-nilai. Menghapus nilai yang melekat pada ilmu sama dengan menghapus ilmu itu sendiri.


Di antara bentuk penghormatan kepada guru adalah dengan berbicara dopan santun kepadanya, merendahkan diri kepadanya, mengucapkan salam, serta menjabat tangannya (mencium tangannya), mengerjakan apa yang dimintanya tanpa banyak mengeluh, tidak mendebatnya secara berlebihan, tidak mengganggunya jika ia tidak berkenan, tidak menggunjingnya di belakang, dan sebagainya.

Mungkin ada yang berpendapat, ini adalah tradisi lama, dianggap tidak cocok lagi dengan alam modern. Lalu, apa masalahnya dengan tradisi lama jika ia mendorong kepada kebaikan? Inilah yang telah dipraktikkan dalam pendidikan Islam selama ribuan tahun, dan dengan cara ini guru-guru masa silam membentuk orang-orang shaleh. Lalu mengapa kita tidak meneladaninya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun