Mohon tunggu...
eldistri
eldistri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Resolusi 2016 #4:"Tahun Tingkatkan Revolusi Mental, Singkirkan Biang-biang Gadung Hitam!"

31 Desember 2015   18:50 Diperbarui: 31 Desember 2015   18:50 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TINGKATKAN REVOLUSI MENTAL UNTUK MENYINGKIRKAN BIANG GADUH HITAM

Kami memandang bahwa konsep Revolusi Mental yang dicanangkan Presiden Jokowi 2014 dan Reformasi Total yang diperjuangkan Kaum Pergerakan 1998 tidak dapat dipisahkan. Mungkin inilah yang menyebabkan secara alamiah banyak aktivis pergerakan 1998 yang bergabung mendukung pemerintahan Jokowi kini. Artinya secara sadar para aktivis ini menggantungkan harapan untuk menyelesaikan proses Reformasi secara Total di gerbong Revolusi Mental Presiden Jokowi. Salah satu perjuangan utama dari Reformasi Total adalah menghapuskan KKN peninggalan Orde Baru yang akar-akarnya sangat sulit dicerabut dari lembaga trias politica kita, lembaga yudikatif, legislatif, dan eksekutif. Sangat sulit untuk memberantas mentalitas KKN bila para pemimpin publik di ketiga lembaga tersebut, yang seharusnya menjadi teladan ternyata malah ikut serta. Yang menyedihkan, akibatnya banyak dari generasi muda juga yang telah “teracuni” oleh mentalitas KKN ini, ironisnya sebagian dari mereka dulunya merupakan pejuang Reformasi 1998.

Kita akan ulas beberapa kasus KKN yang masih hangat, contohnya dalam kasus korupsi tiga kasus dana bansos gubernur Sumut. Kasus ini melibatkan sekaligus ketiga lembaga trias politica, yudikatif, legislatif, dan eksekutif. Dari pihak yudikatif terdapat jaksa PTUN Sumut yang terima suap 27 ribu dollar AS dan 5 ribu dollar SGD dan pengacara yang sudah menjadi tersangka. Si pengacara yang tertangkap basah menyuap, kebetulan menempati posisi sangat terhormat di Partai Nasdem (yang mengusung jargon Perubahan). Kemudian saat salah satu kasus yang menjerat gubernur Sumut tersebut hendak dibawa ke Jaksa Agung, isteri si gubernur menyuap anggota legislatif yang juga merupakan sekjen Partai Nasdem sebesar Rp 200 juta untuk membantu mempermudah penyelesaian kasus dengan jaksa agung yang juga berasal dari Partai Nasdem.

Menurut pengakuan dari saksi di pengadilan, jaksa uang juga menerima suap sebesar 20 ribu dollar AS untuk jasanya mempermudah penyelesaian kasus. Bahkan, kabarnya ketua umum Partai Nasdem juga ikut terlibat di pemufakatan jahat ini dengan imbalan proyek Pemda Sumut. Jika kita analisa, partai politik baru semacam Nasdem yang cukup fenomenal karena perolehan suara pada Pemilu 2014 yang signifikan, sebesar 6,7% (peringkat 8 dari 12 kontestan pemilu), yang berhasil memperoleh dukungan rakyat Indonesia yang berharap akan “Perubahan”, ternyata baru setahun memimpin sudah pula terhinggapi mentalitas KKN Orde Baru.

Sebagai pemimpin tertinggi dari kampanye Revolusi Mental, Presiden Jokowi sudah selayaknya mencopot si jaksa agung yang berasal dari Partai Nasdem karena selain integritas pribadi si jaksa agung sudah bermasalah di publik, hal ini perlu dilakukan untuk menghukum Partai Nasdem agar dapat lebih instropeksi diri dan melakukan otokritik. Syukurlah sampai sejauh ini tidak ada upaya dari Partai tersebut (ataupun media massa yang terafiliasi dengannya) untuk semakin memperkeruh keadaan dengan menciptakan gaduh-gaduh “hitam”. Untuk penggantinya, sebaiknya dipilih jaksa agung dari figur yang bersih, berani, dan mampu menjalankan Revolusi Mental di internal lembaganya.

Kemudian kasus “Papa Minta Saham”, yang coba kembali diulas di sini untuk memberikan contoh bagaimana lembaga legislatif pun dipimpin oleh politisi yang masih bermental KKN semacam SN. Sungguh sulit dipercaya, bahwa seorang ketua lembaga DPR yang terhormat dapat berkolaborasi dengan MRC, pengusaha yang selama bertahun-tahun dicap sebagai “mafia migas” (gelar yang secara konsisten dilakoninya hingga kini menghilang dari jangkauan hukum), menjadi makelar perpanjangan kontrak Freeport dengan imbalan saham, kemudian tidak diberhentikan dari anggota DPR. Bagaimana mungkin seorang anggota DPR yang sudah diragukan integritasnya dapat terus menjalankan fungsi-fungsi kelembagaan DPR: pengawasan, legislasi, dan penganggaran?

Apa jaminan diri SN tidak akan kembali mengulangi modus operandinya menggunakan kekuasaannya sebagai anggota DPR untuk kepentingan bisnis diri dan kelompoknya? Bilapun kemudian Golkar Ical tetap mempertahankan SN sebagai anggota DPR, biarlah nanti rakyat pemilihnya yang akan menghukum (kabarnya pada Pilkada serentak 2015 kemarin, rakyat sudah mulai menghukum Golkar dengan sangat sedikitnya kemenangan yang diraih). Jangan malah pimpinan DPR dikembalikan kepada Golkar lagi, partai yang sudah semakin merosot citranya. Bagi kami, untuk mengembalikan kewibawaan lembaga DPR sudah selayaknya pemimpin DPR dikocok ulang (tentu dengan mengubah UU MD3) sehingga politisi-politisi yang menjadi pimpinannya berasal dari partai pemenang pemilu dan pilpres yang paham Revolusi Mental.

Yang terakhir dan yang paling penting adalah lembaga eksekutif, yang seharusnya menjadi soko guru dari Revolusi Mental. Bila ternyata para pejabat publik di kabinet sangat jarang berbicara tentang Revolusi Mental, kemudian kelakuannya juga malah bertentangan dengan Revolusi Mental, maka ybs sudah selayaknya masuk daftar reshuffle di awal tahun 2016. Selain si menteri ESDM yang memang sangat layak direhuffle karena merupakan biang gaduh “hitam”, menurut pandangan berbagai pengamat, aktivis, dan politisi, posisi lain yang sangat layak untuk direshuffle juga adalah menteri BUMN. Gerakannya memang terkesan sangat rapi, tidak tercium, tapi sudah menjadi pengetahuan publik bahwa ybs cukup aktif melakukan KKN, memanfaatkan posisinya di kekuasaan untuk memperbesar jaringan bisnis keluarganya. Beberapa proyek yang nyaris memperkaya diri dan keluarga si menteri BUMN sudah kena kepret oleh si Rajawali jago kepret.

Sebut saja rencana pembelian pesawat boeing A350 oleh Garuda Indonesia yang kabarnya menghasilkan fee proyek cukup besar bagi si menteri BUMN; atau rencana pembangunan pipa BBM sepanjang pulau Jawa oleh Pertamina dengan nilai proyek mencapai 5 milyar dollar AS, yang kabarnya memperkaya kakak kandung si menteri BUMN. Pastinya  karena dua proyek ini batal akibat dikepret si Rajawali, si menteri BUMN kemudian menjadi salah satu tokoh yang paling aktif menjadi biang gaduh “hitam”. Salah satunya adalah proyek perpanjangan kontrak JICT ke asing, yang meskipun sudah berkali-kali dikepret, baik oleh si Rajawali maupun Pansus Pelindo di DPR, maupun oleh Serikat pekerja JICT, namun masih tetap berlanjut karena operator utama dari perpanjangan kontrak ini sebenarnya adalah adik kandung si menteri BUMN.

Biang terbesar atau raja dari gaduh “hitam” itu sendiri tak lain adalah Wapres JK. Jangankan menghayati makna Revolusi Mental, mengucapkannya di depan publik saja sepertinya belum pernah. Dalam berbagai kasus seperti Pelindo II, Freeport, maupun proyek 35 ribu MW sangat jelas terlihat dirinya memasang badan dan menantang Presiden. Mentalitas anti KKN sepertinya tidak pernah benar-benar dipahaminya. Mungkin, dalam istilah sekalangan aktivis progresif, tipe-tipe politisi semacam Wapres JK inilah yang disebut sebagai Reformis Gadungan.  

Memang proses untuk menyingkirkan dirinya dari kabinet terbilang yang paling sulit (bukan mustahil) secara politik, tapi celah itu ada pada rencana dibentuknya Pansus Freeport. Kalaupun tidak bisa disingkirkan ya seminimalnya geraknya harus dibatasi, informasi-informasi proyek pemerintahan tidak boleh ditembuskan ke kantor Wapres- untuk menghindari peluang terjadinya KKN. Sudah sewajibnya juga KPK dan Kejaksaan mulai mengawasi gerak-gerak seluruh tamu untuk staf di kantor Wapres, karena kabar yang berkembang menyebutkan di kantor tersebut jamak dilakukan transaksi suap jual beli jabatan. Dalam memilih menteri-menteri baru untuk reshuffle-reshuffle yang akan datang, praktis Wapres tidak memiliki kewenangan sama sekali (karena terbukti hasil pilihannya di pembentukan kabinet Oktober 2014 banyak bermasalah). Kalau bisa, fungsi Wapres harus diperjelas, yaitu hanya untuk menggantikan Presiden dalam berbagai acara diplomatik dan kekeluargaan bila berhalangan.

Berikut ini adalah gambaran (sumber: investigasi Ir. Abdulrochim, aktivis 77/78) bagaimana KKN keluarga Wapres JK beroperasi:

  1. Yang membuat kekayaan Bukaka dan Bosowa naik hingga 600% pada era SBY tak lain adalah diputihkannya utang mereka di bank-bank plat merah oleh menteri keuangan saat itu;
  2. Wapres JK pada masa lalu pernah membela dua orang menteri hukum, Hamid Awaluddin dan Yusril Ihza Mahendra, ketika terbongkar menggunakan rekening kementerian hukum untuk menampung uang haram Tommy Suharto dari BNP Paribas;
  3. Wapres JK pernah memaksa agar Bukaka dapat proyek PLTA 620 MW di Ussu, Kabupaten Luwu Timur, senilai Rp 1,44 trilyun;
  4. Wapres JK pernah memaksa agar Bukaka dapat proyek PLTA 780 MW di Poso senilai lebih dari Rp 2 trilyun;
  5. Wapres JK yang memperbolehkan Bukaka kerjakan pembangunan PLTA 25 MW di Kolaka meskipun tanpa disertai AMDAL;
  6. Wapres JK yang berikan proyek dan izin pembangunan jaringan SUTET di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara meskipun tanpa disertai AMDAL;
  7. Wapres JK yang paksa Bukaka dapatkan proyek PLTA Asahan III 200 MW tapi akhirnya mangkrak dan merugi sehingga diambil alih oleh PLN;
  8. Wapres JK yang paksa PT Bukaka Barelang Energy dimenangkan dalam pembangunan pipa gas alam US$ 750 juta, sarat KKN dan culas;
  9. Wapres JK yang paksakan Bukaka menang dlm proyek PLTG US$ 92 juta Pulau Sembilang, Batam meski sebenarnya tdk layak menang;
  10. Wapres JK yg paksakan seluruh BPD se Indonesia harus biaya proyek 19 PLTA 10.000 MW, yg sangat bahayakan ekonomi nasional;
  11. Wapres JK yang paksakan Bukaka menangkan proyek PLTG Sarulla, Tarutung, Sumut, 300 MW yg terkatung2 dan bunting;
  12. Wapres JK yang akan kerjakan 19 proyek dgn dana murah BPD se Indonesia yg akan dimenangkan Bukaka, Bosowa , dan Intim (Halim Kalla);
  13. Wapres JK yang paksakan Bosowa mendapat proyek PLTU Jeneponto di Sulsel, tanpa tender;
  14. Wapres JK yang paksakan Intim (Halim Kalla) menang proyek PLTU 3 x 300 MW di Cilacap, dgn batubara dipasok dari tambang milik Halim;
  15. konglomerasi JK melesat bak meteor dgn modus KKN: Bhakti Centra Baru (Bukaka Agro; Bukaka Asia Investment Ptd; Bukaka Barelang Energy; Bukaka Building Const; Bukaka Investindo; Bukaka Marga Utama (bangun/kelola Ciawi - Sukabumi toll road, Pasuruan - Probolinggo tol road).

Monopoli energy Proyek PLTA/PLTU/PLTG Kalla Group Sulawesi Selatan :

  1. PLTA Karama, Mamuju Rp 6 T;
  2. PLTA Ussu, Lutim (Bukaka Group);
  3. PLTA Pinrang Rp 1,44 T (Bukaka Group);
  4. PLTA Jeneponto (Bosowa) Sulawesi Tengah;
  5. PLTA Poso I, II, III Rp 3 T (Kalla Group), namun masyarakat sekitar tidak mendapat pasokan listrik karena dialihkan ke Sulsel dan Sulbar;
  6. PLTA Pintu Pohan, Sumut (PT Bukaka Barelang Energy-Achmad Kalla);
  7. PLTA Asahan, Sumut (PT Bukaka Barelang Energy-Achmad Kalla);
  8. PLTG Sarulla, Tarutung, Sumut (PT Bukaka Barelang Energy-Achmad Kalla);
  9. PLTG Pulau Sembilang, Batam US$92jt (PT Bukaka Barelang Energy-Achmad Kalla);
  10. PLTA Merangin, Kerinci, Jambi US$700jt (Kalla Group)Pulau Jawa;
  11. PLTU Cilacap, Jateng (Intim Group-Halim Kalla).‎

Selain KKN, persoalan mental yang cukup penting untuk dituntaskan adalah feodalisme dan primordialisme. Feodalisme terwujud dalam mentalitas anti kesetaraan, senioritas, dan anti kritik, yang masih kerap ditemui baik di lembaga pendidikan maupun di pemerintahan, membuat masyarakat kita menjadi sulit untuk maju. Sedangkan primordialisme terwujud dalam mentalitas kedaerahan, kesukuan, keagamaan, yang menyebabkan masyarakat kita sulit bersatu menjadi satu Bangsa besar yang menghargai perbedaan. Demikianlah kira-kira apa yang harus dilakukan dalam perjalanan Revolusi Mental ke depannya. Mari terus kita tingkatkan Revolusi Mental di tahun yang baru ini!

Selamat Tahun Baru 2016!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun