Secara umum coaching adalah upaya coach untuk mengatasi masalah coachee dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki, melalui rangkaian proses stimulasi dan eksplorasi pemikiran. Sedangkan Supervisi akademik dilakukan oleh Kepala sekolah untuk mengembangkan potensi guru dan memastikan bahwa pembelajaran berpihak pada murid.
Pelaksanaan supervisi akademik yang dilakukan melalui serangkaian proses coaching diperlukan agar pengembangan diri guru lebih terarah dan berkelanjutan. Dalam modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik pada program guru penggerak ini, kami dilatih untuk memiliki paradigma berpikir coaching yaitu ; fokus pada coachee, bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat dan mampu melihat peluang baru di masa depan.
Prinsip coahing adalah kemitraan ( kesetaraan ), proses kreatif dan memaksimalkan potensi.
Dalam melaksanakan praktek coaching diperlukan 3 prinsip yaitu kehadiran penuh ( presence), mendengarkan aktif dan mengajukan pertanyaan berbobot.Â
Untuk melatih kehadiran penuh, kita dapat melakukan latihan mindfull listening atau kegiatan STOP yang sudah dilakukan pada pembelajaran sosial emosional.Â
Sedangkan dalam mendengarkan aktif, kita  diharapkan bersikap netral bebas asumsi,  labelling dan assosiasi.
Pertanyaan berbobot dilakukan agar coach mampu menggali potensi coachee melalui bentuk pertanyaan yang mensrimulasi, mengungkap nilai diri dan memunculkan emosi.
Salah satu referensi agar coach mampu mengajukan pertanyaan berbobot melalui mendengarkan aktif adalah cara mendengarkan dengan RASA ( Receive, Apreciate, Ask, Summarize ) yang diperkenalkan oleh Julian Treasure serta melakukan praktik coaching dengan alur TIRTA ( Tujuan, Identifikasi, Rencana aksi dan Tanggungjawab ).
Bagi kami peserta Program Calon Guru Penggerak, yang dipersiapkan sebagai calon pemimpin masa depan, modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik bagi saya menjadi terasa amat penting karena dalam pengalaman saya sendiri, kegiatan Supervisi akademik yang biasa dilakukan Kepala Sekolah terkesan kaku, formal dan kurang mampu menggali serta mengembangkan potensi.Â
Hal yang baik bagi saya, penerapan paradigma berpikir coaching dalam mengatasi masalah murid maupun rekan sejawat, memberikan penguatan rasa percaya, ketenangan dan kepuasan coachee kepada coach yang dalam hal ini adalah kita, bahwa kita benar - benar bersedia membantu mengatasi masalah mereka.
Namun tentu saja, saya masih memerlukan proses berlatih agar " insting coaching" saya bisa terbangun lebih baik, sehingga dalam prosesnya kegiatan coaching mampu mengalir mulus dalam situasi senyaman mungkin bagi coachee.