Mohon tunggu...
Elda Arla
Elda Arla Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - 2006

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Biokonversi Maggot dalam Mengoptimalisasi Pengelolaan Limbah Organik

18 Maret 2023   14:00 Diperbarui: 18 Maret 2023   14:15 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maggot yang akan menjadi pakan ternak

Limbah makanan adalah salah satu masalah dan tantangan lingkungan terbesar dalam hidup kita dan harus diberantas dengan cara apa pun.

Setiap kali makanan terbuang sia-sia, semua sumber daya yang digunakan untuk setiap langkah tersebut juga terbuang sia-sia. Saat kita membuang makanan, kita juga membuang sumber daya berharga yang digunakan untuk memproduksi makanan tersebut. Limbah makanan juga memberikan kontribusi besar terhadap emisi gas rumah kaca. 

Makanan yang sering dibuang ke tempat pembuangan sampah, saat membusuk ia menghasilkan metana-gas rumah kaca yang bahkan lebih berbahaya daripada karbon dioksida. 

Para ilmuwan percaya bahwa jika kita berhenti membuang makanan, kita dapat mencegah 11% emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sistem pangan. 

Indonesia telah memiliki peraturan dalam pengelolaan sampah makanan yang tertera dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 yang disebutkan bahwa pengelolaan sampah terdiri dari pengurangan sampah dan penanganan sampah. 

Beberapa langkah sederhana dapat membantu mengurangi dampak lingkungan dari makanan yang terbuang. Hingga mendapat keuntungan yang dihasilkan dari pengelolaan sampah makanan dengan solusi inovatif untuk mengatasi krisis.

Solusi tersebut salah satunya adalah dengan budidaya maggot. 

Maggot adalah larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) atau dalam bahasa Latin Hermetia Illucens, yang dapat mengubah bahan organik menjadi biomassa dan berpotensi mengurai sampah organik.

Di Desa Sadar Sriwijaya, Kecamatan Bandar Sribhawono, Kabupaten Lampung Timur, maggot ini sedang dibudidayakan oleh Bapak Santoso sejak 2019 sebelum pandemi Covid-19. Beliau menyampaikan, budidaya maggot memiliki sisi manfaat yang lengkap, mulai dari sisi lingkungan, pemberdayaan, dan sisi bisnis.

"Untuk gerakan lingkungan, budidaya maggot ini menjadi solusi utama sebenarnya," papar Pak Santoso.

Tempat budidaya maggot pak Santoso di desa Sadar Sriwijaya 
Tempat budidaya maggot pak Santoso di desa Sadar Sriwijaya 

Setiap hari Pak Santoso mendapat 1 truk sampah yang terdiri dari limbah pertanian, limbah restoran, dan limbah buah-buahan. 

Daripada dibiarkan tergeletak dipinggir jalan dan dirubungi lalat yang pada akhirnya menimbulkan bau terutama saat hujan, lebih baik limbah tersebut dimanfaatkan sebagai makanan maggot.

Dalam budidaya maggot yang dilakukan oleh Pak Santoso. Beliau mengelola maggot menjadi pupuk cair, pupuk kompos, pakan ternak dan pakan ikan.

Pupuk cair dari hasil budidaya maggot
Pupuk cair dari hasil budidaya maggot

Pupuk kompos dari hasil budidaya maggot 
Pupuk kompos dari hasil budidaya maggot 

"Siklus maggot ini investasi sekali, tapi bisa berkelanjutan seterusnya," tuturnya.

"Maggot itu terdiri dari 5 siklus yang pertama siklus telur, larva, pra-pupa, pupa, dan kembali jadi lalat dewasa. Itu hanya 38-42 hari siklusnya. Kalo yang fresh 20 hari saja sudah bisa dipanen dan dijual," jelas Pak Santoso, beliau juga mengimbuhkan, jika maggot diberi makanan yang tepat dan efektif maka 12 hari pun bisa panen.

Maggot fresh yang diberi pakan ampas kelapa dan berusia 20 hari
Maggot fresh yang diberi pakan ampas kelapa dan berusia 20 hari

Maggot yang memakan limbah restoran
Maggot yang memakan limbah restoran

Maggot yang diberi pakan limbah buah-buahan 
Maggot yang diberi pakan limbah buah-buahan 

Pak Santoso juga menyampaikan dalam mengelola maggot, sisa makanan maggot tersebut dicampur dengan kotoran sapi, limbah cocopeat, limbah abu kayu dan kemudian difrementasikan dengan probiotik dalam 1 bulan untuk menjadi pupuk tanaman. 

Selain itu, maggot tidak perlu dibersihkan jika digunakan sebagai pakan ternak.

Ampas kepala yang telah difrementasi dengan pupuk cair dari maggot agar tidak bau.
Ampas kepala yang telah difrementasi dengan pupuk cair dari maggot agar tidak bau.

"Kalau diolah jadi maggot kering baru dibersihin, disiram air lalu dimasukkan ke bak dan disaring. Setelah itu taruh ditempat kering dan diopen atau bisa juga disangrai. Kalau maggotnya 30-50 kg lebih efektif disangrai," jelasnya.

"Antisipasi jika teman-teman produksinya overload, permintaannya berkurang, produksinya kita alihkan ke maggot kering. Pengembangannya banyak. Jadi ga perlu khawatir kalau maggotnya banyak. Karena pembeli tidak hanya petani, tapi juga peternak dan masyarakat lainnya," tuturnya.

Masih banyak yang menganggap bahwa maggot adalah usaha yang sepele. Bahkan masyarakat disekitar budidaya maggot tersebut masih belum mengetahui apa itu maggot. Tidak hanya masyarakat, pemerintah daerah sekitar pun masih belum tertarik untuk mengoptimalisasi pengelolaan limbah sampah organik. Padahal maggot menjadi peluang besar untuk mendaur ulang sampah organik dan menghasilkan protein berkelanjutan yang bernilai tinggi, serta menunjukkan biokonversi serangga menghilangkan emisi metana mereka pada saat yang bersamaan. 

Limbah makanan memengaruhi ketiga bidang keberlanjutan: lingkungan, ekonomi, dan sosial. Tidakkah seharusnya pemerintah mendukung budidaya maggot? Harapannya pemerintah dan masyarakat dapat berkonstribusi dalam pemecahan masalah yang diakibatkan dari limbah makanan

Ayo! Kelola sampah makanan mu dengan benar untuk membangun lingkungan Indonesia yang lebih baik. Wasting food is wasting money!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun