Mohon tunggu...
Elda Mariyani S
Elda Mariyani S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nursing Student Writter

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mitra Keluarga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Perspektif Self Healing pada Psikologis Remaja di Masa Pandemi COVID-19

4 April 2022   22:24 Diperbarui: 4 April 2022   22:32 1057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, pada dasarnya sang Mahakuasa menciptakan segala sesuatunya dengan berpasang-pasangan salah satunya manusia, yang diciptakan laki-laki dan perempuan. Manusia selalu hidup berdampingan satu sama lain seperti halnya memiliki hubungan yang erat dengan orang lain, tumbuhan, hewan, gunung, lembah, lautan, dan seluruh alam semesta. Meskipun manusia saling membutuhkan, kemungkinan manusia juga bisa mengalami konflik antar sesamanya. Hal tersebut terjadi karena manusia memiliki karakter yang berbeda-beda dan tidak bisa disamakan setiap persepsinya. Konflik yang dihasilkan dari individu lainnya memiliki dampak yang berbeda-beda. Dampak yang timbul pada umumnya akan berdampak pada diri sendiri mulai dari menyalahkan diri, menyakiti diri, sampai merasakan kehampaan yang begitu besar. Konflik pada individu dapat menghasilkan stress, depresi, sampai pada mengarah psikosomatis dan gangguan mental yang seharusnya dapat ditangani dengan baik oleh ahli psikologis maupun dengan dirinya sendiri. Masalah yang terjadi di dunia ini tidak hanya dari sesama manusia saja. Namun juga dari lingkungan sekitar dapat menimbulkan masalah, seperti adanya bencana alam yang dapat menyebabkan traumatis berlebihan terhadap individu. Permasalahan kesehatan mental di Indonesia dianggap cukup serius karena persaingan antar manusia cukup ketat untuk menjadi yang lebih baik dari orang lain dan lingkungan sosial yang kurang mendukung. Gangguan kesehatan mental di Indonesia sendiri, setiap periodenya mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahun (Rahmasari, 2020)

Prevalensi penderita gangguan jiwa di dunia adalah sekitar 450 juta jiwa termasuk Skizofrenia (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2019). Angka tersebut mencatat persentase penduduk yang menderita gangguan mental paling banyak berada di wilayah Greenland (22,14%), dari total populasi sekitar 12.440 jiwa). Peringkat kedua ditempati oleh Australia (21,73% dari populasi), ketiga ditempati oleh Amerika Serikat (21,56%), keempat Selandia Baru (21,5%), kelima Iran dengan angka (19,93%) serta merupakan satu-satunya negara dari kawasan Asia (DataBoks, 2016). Sementara di Indonesia sendiri menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mengalami kenaikan setiap tahunnya, ditambah lagi dengan situasi pandemi seperti saat ini, yang menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk Indonesia yang berusia lebih dari 15 tahun keatas mengalami gangguan mental emosional, serta lebih dari 12 juta penduduk yang berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi. Selain itu berdasarkan sistem registrasi sampel yang dilakukan Badan Litbangkes, diperoleh data bunuh diri pertahun sebanyak 1.800 orang atau setiap hari ada 5 orang melakukan bunuh diri, serta (47,7%) korban bunuh diri terjadi pada usia 10-39 tahun yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif (HIMPSI, 2020) . Prevalensi penduduk dengan gangguan jiwa skizofrenia tertinggi di Indonesia adalah provinsi Bali, yakni (11%) dan provinsi dengan angka terendah adalah Kepulauan Riau yakni (2,8%) (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2019)

Dari data prevalensi tersebut, dapat kita ketahui bahwa penyebab terjadinya gangguan mental yaitu kurangnya kesadaran masyarakat untuk tetap menjaga kesehatan mental. Perspektif masyarakat dalam menangani kesehatan jiwa masih dianggap sebagai hal yang mistis pada beberapa daerah di Indonesia khusunya di pedesaan. Bahkan remaja zaman sekarang menganggap hal itu lebay tanpa mempedulikan kondisi psikis seseorang. Peningkatan jumlah gangguan jiwa di Indonesia, juga didorong dengan adanya pandemi COVID-19 pada tahun 2020. Virus corona mulai masuk ke negara Indonesia, sehingga kegiatan yang biasanya dilakukan secara onsite, sekarang berubah keadaannya menjadi online atau dari rumah masing-masing untuk membatasi mobilisasi di luar guna mencegah terjadinya peningkatan penularan COVID-19. Mulai dari pekerja kantoran, kegiatan sekolah, perkuliahan, tempat hiburan, sampai pusat perbelanjaan juga ada yang ditutup. Selain itu, banyak kegiatan-kegiatan yang biasanya dapat dilakukan menjadi tertunda ataupun dibatasi seperti halnya hari raya, atupun event-event besar lainnya (Reznani et al., 2021)

Kita ketahui bahwa ruang lingkup pendidikan memiliki peran penting dalam pembentukan perkembangan psikologis anak sekolah sampai dengan mahasiswa, begitu juga sebaliknya, lingkungan pendidikan dapat menjadi sumber permasalahan bagi anak sekolah maupun mahasiswa (Ardianty, 2015). Dengan keadaan pandemi saat ini, di mana kegiatan belajar anak sekolah sampai dengan Mahasiswa di perguruan tinggi harus dilakukan secara online ataupun dibatasi untuk bertatap muka sehingga mereka merasa sudah tidak adanya kebebasan. Masa remaja usia 15 tahun keatas sangat rentan psikis mereka terganggu ataupun
kondisi emosinal mereka yang cenderung tidak stabil, di mana mereka yang biasanya hangout bareng, mengerjakan tugas bersama sekarang harus mengerjakannya secara mandiri ataupun online sehingga akan menjadikan tekanan dalam diri mereka sendiri. Tidak hanya itu, keadaan broken home atau permasalahan dalam keluarga akan menimbulkan permasalahan psikis anak remaja (Reznani et al., 2021)

Saat ini di kalangan remaja khususnya di tahun 2022 dihebohkan dengan kemunculan kata self healing yang juga sempat viral di beberapa media sosial seperti di instagram, insta story whatshapp, tik-tok dan media sosial lainnya. Untuk saat ini kepopuleran kata ini pun sudah salah dipergunakan, anak remaja sekarang menganggap bahwa kata healing merupakan bahasa gaul yang diartikan seperti merefreshingkan diri dari beban hidup ataupun permasalahan hidup yang sedang dialami. Mereka menganggap bahwa healing itu harus dilakukan dengan cara jalan-jalan ataupun liburan. Perspektif anak remaja ini tidak sepenuhnya dapat dikatakan salah hanya saja mereka kurang memahami arti sesungguhnya dari kata self healing itu sendiri. Self healing adalah proses atau metode penyembuhan penyakit bukan dengan obat, melainkan dengan mengeluarkan perasaan dan emosi yang terpendam di dalam tubuh atau yang lebih simple nya self healing ini merupakan proses penyembuhan jiwa. Self healing juga disebut sebagai rangkaian latihan praktis yang dikerjakan secara mandiri sekitar 15-20 menit dan sebaiknya dilakukan 2 kali dalam sehari. Perbaikan pada diri ini memiliki tujuan untuk meluapkan perasaan ataupun ekspresi yang tertunda, amarah yang tertunda, bahkan kenangan buruk yang sudah disimpan sejak lama, sampai dengan permasalahn hidup yang dapat menganggu pikiran seseorang. Pada dasarnya kemampuan untuk menerapkan metode self healing setiap orang berbeda-beda tergantung dengan kecocokan model self healing yang digunakan (Rahmasari, 2020)

Beberapa metode self healing yang dapat dilakukan seseorang yang pertama forgiveness, merupakan suatu proses yang dilalui individu dengan mencoba selalu berpikir positif dengan cara meditasi karena pada dasarnya tubuh kita perlu rileks sejenak guna mengintrospeksi diri sendiri dan menenangkan diri supaya kita dapat berpikir lebih jernih atau positif. Hal ini penting kita lakukan meskipun terlihat sepele. Tetapi, jika kita teratur melakukannya maka kita akan merasakan sendiri manfaatnya. Kedua yaitu gratitude, metode ini sering dilakukan orang namun, mereka tidak menyadari bahwa ini merupakan salah satu metode untuk self healing metode ini dilakukan dengan cara mengekspresikan atau memanfaatkan bakat dari dirinya sendiri.
Contohnya jika seseorang suka melukis ataupun bernyanyi maka dapat dilakukan untuk meluapkan perasaan dalam dirinya sehingga, akan terfokus dengan bakat ataupun hobby yang dikerjakan dapat melupakan masalah kita sejenak bukan berarti masalah kita selesai tapi jiwa kita akan lebih tenang sehingga kita dapat berpikir lebih kritis lagi untuk menyelesaikan masalah. Ketiga yaitu self compassion, dilakukan dengan sikap berempati terhadap orang lain sebagai contoh kita menolong orang lain yang sedang susah dengan kita dapat membantu orang lain maka kita akan melihat bahwa masih ada orang yang lebih susah dari pada masalah yang sedang kita alami. Keempat yaitu mindfulness, dapat membantu untuk meningkatkan konsep diri pada remaja menjadi lebih positif. Setelah mengikuti terapi seseorang dapat menjadi lebih positif yang pada intinya dapat mengenal diri sendiri serta potensi yang dimiliki, sehingga individu dapat menentukan hal positif pada dirinya, dan akan merasa lebih bersyukur. Kelima yaitu self talk, merupakan metode yang dilakukan dengan berbicara atau berdialog dengan diri sendiri hal ini mungkin terlihat aneh. Tetapi, sebenarnya hal ini juga penting dilakukan guna meningkatkan kinerja pada diri sendiri terkait hal yang berhubungan dengan dunia ekternal maupun dirinya sendiri. Keenam yaitu manajemen diri, dalam penerapan metode ini dapat diketahui bahwa pelatihan ini dapat meningkatkan kemampuan individu dalam memberikan tugas yang tepat untuk dirinya sendiri dan mampu mengambil sikap yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya (Rahmasari, 2020).

Masih banyak lagi metode self healing yang dapat dilakukan, sesuai dengan kebutuhan kita cocok menggunakan metode yang mana, pada intinya semua metode yang kita lakukan dapat memunculkan pikiran yang lebih positif dengan kita selalu berpikir lebih baik maka kesehatan mental kita akan tetap stabil sehingga tidak memerlukan penyembuhan jiwa yang berlebihan seperti ke psikiatri. Dapat disimpulkan bahwa metode self healing tidak harus dengan jalan-jalan atau pun liburan tetapi, dengan mengalihkan pikiran dan membuat diri kita menjadi lebih senang hal ini sudah termasuk metode sef healing (Okona, 2022). Sebenarnya sangat diperlukan adanya kesadaran diri untuk hidup lebih baik. Tidak hanya memperbaiki kepribadian seperti fisik, emosi dan pikiran saja namun, dari sisi spiritual juga perlu kita perbaiki. Hal ini, akan membuat kita mampu memberikan hidup yang lebih bermakna dalam setiap langkah untuk bersyukur dan berdoa (Suwenten et al., 2019)

Daftar pustaka

Ardianty, S. (2015). Pengaruh Efektivitas Terapi Self Healing. Psympathic, 4(1), 141--148.

DataBoks. (2016). Negara-Negara Dengan Penderita Gangguan Mental Terbesar. 2016.

HIMPSI. (2020). Seri Sumbangan Pemikiran Psikologi untuk Bangsa Ke-5 Kesehatan Jiwa dan Resolusi Pascapandemi di Indonesia. Himpsi.or.Id, September 2019, 1--13. https://himpsi.or.id/blog/pengumuman-2/post/kesehatan-jiwa-dan-resolusi-pascapandemi-di-indonesia-panduan-penulisan-132

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun