Pada awalnya, reformasi struktur parlemen di Indonesia disarankan oleh banyak kalangan ahli hukum dan politik agar dikembangkan menurut strong bicameralism dalam artian kedua kamar dilengkapi dengan kewenangan yang sama-sama kuat dan saling mengimbangi satu sama lain dengan mengusulkan dilengkapi dengan hak veto pada masing-masing kamar. Hak veto yaitu hak untuk membatalkan keputusan, ketetapan, rancangan peraturan dan undang-undang atau resolusi.
Namun setelah perubahan ketiga UUD 1945 malah mengadopsi gagasan parlemen soft bicameralism. Kedua kamar dewan perwakilan tersebut tidak dilengkapi dengan kewenangan yang sama kuat. Yang lebih kuat tetap DPR, sedangkan kewenangan DPD hanya bersifat tambahan dan terbatas pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Dalam kaitannya dengan fungsi legislatif, misalnya, DPD hanya memberikan pertimbangan kepada DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif yang sesungguhnya.
Akan tetapi, jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh struktur partai Indonesia pasca amandemen keempat UUD 1945 sama sekali tidak dapat disebut sebagai sistem bicameral. Pertama, ternyata bahwa DPD sama sekali tidak diberi kewenangan legislatif, meskipun hanya sederhana sekalipun. DPD hanya memberikan saran atau pertimbangan kepada DPR dan sama sekali tidak berwenang mengambil keputusan apa-apa di bidang legislatif.
Jika dilihat dari kasat mata, sistem perwakilan di Indonesia seolah-olah menjadi tiga kamar jika dilihat dari eksistensi keberadaan lembaga, dimana MPR memiliki wewenang dan pimpinan tersendiri. Akan tetapi, apabila kita hubungkan dengan proses legislasi maka memang MPR tidak memiliki fungsi legislasi layaknya fungsi legislasi yang terdapat dalam tubuh DPR.
Sebelum adanya perubahan UUD 1945, Indonesia menganut system perwakilan satu kamar. Mono cameral system merupakan sistem perwakilan satu kamar pengisian keanggotan tidak membedakan jenis perwakilan, sehingga dimungkinkan untuk mengakomodasikan perwakilan fungsional. Lembaga perwakilan rakyat pada mono cameral system dalam suatu negara yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Di antara lembaga perwakilan rakyat tersebut kedudukannya tidak sederajat.
2. Kedua lembaga perwakilan rakyat memiliki tugas dan wewenang yang berbeda.
3. Di antara lembaga perwakilan rakyat ada terdapat rangkap jabatan.
Berikut ini adalah analisis dari ciri-ciri monocameral system yang diterapkan Indonesia sebelum adanya perubahan, yaitu:
1. MPR merupakan lembaga tertinggi negara sedangkan DPR merupakan lembaga tinggi negara.
2. MPR mempunyai wewenang tersendiri yaitu dapat menetapkan GBHN, memilih presiden dan wakil presiden. Sedangkan DPR, dapat menetapkan UU bersama Presiden dan mengawasi Presiden dalam menjalankan pemerintahan.