Ini merupakan kali pertama artikel saya terbit di Kompasiana. Nah, untuk artikel pertama ini saya akan membahas mengenai  "Bagaimana sih kerang dapat hidup di habitat pantai berlumpur?"
Kerang memiliki bahasa ilmiah "Bivalvia". Bivalvia merupakan suatu "kelas" Â dari tingkatan taksonomi klasifikasi mahluk hidup. Nah selain memiliki nama ilmiah Bivalvia, terdapat 2 istilah ilmiah yang sebenernya memiliki artian yang sama yaitu "Pelecypoda" dan "Lamellibranchiata". Jadi sebenarnya apasih bedanya diantara ketiga istilah tersebut?
- Bivalvia memiliki arti "dua daun pintu" disebut demikian karena memiliki sepasang cangkang yang bisa dibuka dan ditutup dengan engselnya.
- Pelecypoda berarti "kaki kapak" disebut demikian karena memiliki kaki yang pipih seperti kapak.
- Lamellibranchiata artinya "insang berlapis" disebut demikian karena memiliki insang yang berlapis - lapis (ctenidia).
Saat ini nama ilmiah yang umum digunakan adalah Bivalvia, namun ada beberapa jurnal yang menyebutkan bahwa kerang yang hidupnya di habitat pantai berlumpur dengan istilah "Pelecypoda". Disebut demikian karena kerang di habitat pantai berlumpur memiliki struktur morfologi yang menonjol yaitu memiliki bentuk kaki yang pipih.
Memangnya, bagaimana stuktur morfologi dan anatomi si imut kerang itu?Â
Cara makan kerang ini teradaptasi dengan habitat substrat pantai berlumpur. Pelecypoda makan dengan cara "Deposit Feeder" dan "Filter Feeder". Deposit feeder berarti memakan materi organik yang telah berada di substrat pantai berlumpur. Ketika arus air laut sampai ke pesisir pantai, air laut tersebut membawa materi-materi organik yang menyebabkan tertinggalnya materi organik di bibir pantai dan pada akhirnya mengendap di pesisir pantai, oleh karena itu sumber materi organik dapat melimpah. Sementara itu filter feeder berarti memasukkan semua air yang didapatkan ke dalam tubuh melalui inhalent siphon. Materi organik yang dibawa oleh air laut masuk ke dalam inhalent siphon dan disaring di dalam gills. Setelah disaring selanjutnya makanan masuk ke mulut, lambung, usus dan berakhir di anus. Namun pengeluaran zat sisa metabolik tersebut tidak dikeluarkan melalui anus melainkan melalui exhalent siphon. Begitulah kira-kira gambaran Pelecypoda memproses makanannya.Â
Setelah kita mengetahui bagaimana  adaptasi cara makan Pelecypoda di habitat pantai berlumpur, ternyata masih banyak adaptasi yang dilakukan si Pelecypoda, antara lain:Â
- Pelecypoda akan membenamkan diri di substrat pantai berlumpur, dan berpindah-pindah dari satu tempat ke yang lain menggunakan satu kaki yang dapat dijulurkan di sebelah anterior cangkangnya,
- Pelecypoda memiliki ukuran siphon yang panjang  untuk mempermudah jangkauan air yang berada di atas permukaan substrat bilamana Pelecypoda tersebut membenamkan agak jauh dari permukaan substrat.
- Biasanya, Pelecypoda hidup di perairan pantai yang memiliki substrat pasir berlumpur pada ekosistem estuari, mangrove, dan padang lamun.
- Pelecypoda banyak ditemukan populasinya di daerah pasang surut berlumpur lunak. Hal tersebut karena pasir berlumpur lunak memiliki materi organik yang kaya.
Dimana sih kalian bisa nemuin Pelecypoda ini? Ternyata distribusi Pelecypoda ini cukup tersebar di daerah Australia, Laut Merah, Laut Cina Selatan, Vietnam, Hongkong, China, Thailand, Filipina, Jepang dan Indonesia.Â
Nah, kira-kira ada gak sih faktor yang mempengaruhi kehidupan si Pelecypoda ?  Jawbannya, tentu saja ADA! Jadi, Pelecypoda ini hidup dipengaruhi oleh beragam faktor seperti faktor fisika dan kimia. Faktor fisikanya meliputi: Suhu, Salinitas, Arus/Pasang Surut, dan Tipe Substrat. Sementara faktor kimianya yaitu meliputi: pH dan Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen).
SUHU
Pada umunya, organisme Bivalvia sukses menyesuaikan diri di beberapa suhu dan cuaca, optimalnya di suhu berkisar 25-37 C. Suhu dapat mempengaruhi laju pertumbuhan Bivalvia, terutama pada proses makan, proses metabolisme, dan kecepatan pertumbuhan cangkang. Peningkatan suhu juga akan mempercepat reaksi kimia dalam jaringan tubuh, sehingga proses metabolisme dan pertumbuhan akan semakin cepat.
SALINITAS
Kadar salinitas berpengaruh terhadap kelulushidupan larva, perkembangan larva, serta prose fisiologis yang terjadi pada Bivalvia. Salinitas yang baik untuk kerang lumpur berkisar antara 18-30%. Kadar salinitas dapat berbeda-beda bergantung pada pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai.
ARUS/PASANG SURUT
Pergerakan air yang cukup lambat didaerah berlumpur menyebabkan partikel - partikel halus mengendap dan detritus melimpah. Hal tersebut juga yang menyebabkan cara makan bivalvia dengan filter feeding. Adapun pasang surut menyebabkan daerah berlumpur menjadi kering dan organisme akan terpapar udara secara periodik. Jika Bivalvia terkena udara yang terlalu lama, kesempatan perolehan makanan akan semakin kecil dan mengalami kekeringan yang berujung pada kematian.
OKSIGEN TERLARUT
Kandungan oksigen terlarut di substrat berlumpur sekitar 1.00 - 2,00 ppm. Bivalvia dapat bertahan hidup pada kondisi oksigen yang rendah contohnya pada Osteridae. Saat terjadi pasang surut mereka akan menutup cangkang dan melakukan respirasi anaerob karena kadar oksigen yang rendah.
pH
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Menurut Pennak (1978), pH yang mendukung kehidupan moluska berkisar antara 5,7-8,4. Perubahan pH pada perairan laut biasanya sangat kecil karena adanya turbulensi massa air yang selalu menstabilkan kondisi perairan.
Contoh Pelecypoda yang hidup di habitat pantai berlumpur:
1. Â Anadara cuneata
Anadara cuneata merupakan salah satu contoh bivalv yang hidup di habitat pantai berlumpur. Karakteristik hewan ini sama seperti bivalvia pada umumnya yaitu memiliki dua cangkang di kedua sisi yang disebut valve, memiliki engsel/sendi lunak yang disebut hinge, memiliki umbo, cangkang dengan corak bergaris, serta cilianya berada di luar permukaan labial palps.
Adaptasi Anadara cuneata yang hidup di substrat berlumpur yaitu mebenamkan diri ke dalam lumpur pada kedalaman 6-10 cm dengan posisi ventro-posterior menghadap ke atas. Anadara cuneata membenamkan diri di dalam lumpur supaya tidak terhempas oleh deburan ombak.Â
Berbeda dari jenis Anadara lainnya yang hidup di substrat berbatu dan berpasir, Anadara yang hidup di substrat berbatu hanya menempel di permukaan batu. Anadara yang hidup di substrat berpasir membenamkan diri ke pasir, namun tidak semua tubuh terbenam ke dalam pasir, masih ada bagian ujung posterior tubuh yang berada di permukaan pasir (Lim 1966: 107).
Hidup dengan membenamkan diri ke dalam lumpur membuat hewan ini harus beradaptasi untuk hidup, salah satunya dari segi mekanisme pengambilan makanan. Â Anadara cuneata yang berada di substrat berlumpur memiliki cilia yang berada di tiap bukaan tubuh dan struktur lebih rumit dibandingkan Anadara lain yang hidup di substrat berbatu atau berpasir. Cilia akan menggali ke dalam lumpur kemudian menghirup aliran air. Aliran air bercampur dengan lumpur yang memiliki partikel-partikel organik yang kemudian diambil sebagai sumber makanan pengganti selain plankton. Hidup di lingkungan yang memiliki partikel-partikel yang kotor dan tersuspensi di sekitar air, A. cuneata membutuhkan area pemilahan yang lebih besar pada insang, palp labial, lebih banyak sekresi lendir dan memiliki cilia pada bagian-bagian yang terbuka (Lim 1966: 114-117).
Untuk lebih jelasnya bagaimana kerang dapat menguburkan dirinya ke substrat, bisa dilihat di link ini ya readers!
https://www.youtube.com/watch?v=6JyNpPUj1ys
2. Machoma bathica
Macoma balthica merupakan bivalvia yang terbiasa hidup di daerah estuari, intertidal maupun habitat berlumpur. Kerang ini memiliki cangkang yang tipis dan kecil dengan panjang cangkang <40 mm. Cangkang M. balthica berbentuk oval dengan pinggiran halus, serta bertekstur licin. Kerang ini merupakan salah satu sumber makanan bagi organisme lain seperti ikan dan kepiting (Long dkk. 2008: 35; Naturalhistory.museumwales.ac.uk 2016: 1).
Macoma balthica memiliki beberapa bentuk adaptasi terhadap lingkungan estuari atau intertidal untuk dapat bertahan hidup. Kemampuannya untuk menggali dan membenamkan diri di dalam lumpur semerta merta untuk menghindari predator dan deburan ombak atau gelombang. Kemampuan membenamkan diri didukung oleh bentuk cangkang yang tipis dan licin. Hal ini yang memudahkan M. balthica untuk masuk ke dalam lumpur. Macoma balthica akan menggali lumpur dalam keadaan vertikal dibantu oleh kaki (foot) dan juga gerakan cangkang yang menutup secara tiba-tiba untuk menyingkirkan sedimen agar cangkang M. balthica dapat terus masuk ke dalam lumpur (Isma 2017: 38-39; Piffer dkk. 2011: 322).
Macoma balthica dapat hidup di area yang memiliki Dissolved Oxygen (DO) rendah atau keadaan hipoksia seperti di dalam lumpur atau sedimen. Kerang ini dapat bertahan hidup selama 15 hari dalam keadaan hampir tidak terdapat oksigen (anoksia). Adaptasinya terhadap keadaan hipoksia yaitu dengan menjulurkan sifonnya ke tempat yang memiliki kandungan oksigen lebih banyak dan juga mengurangi kedalamannya di dalam lumpur atau sedimen.Â
Penelitian yang dilakukan oleh Long dkk. pada tahun 2008, menunjukkan M. balthica yang dimasukkan ke dalam reaktor dengan keadaan hipoksia dan moderat hipoksia akan mengurangi kedalamannya masing-masing 26 mm dan 10 mm di dalam lumpur dibandingkan kelompok dengan keadaan mendekati normal (DO 3,2 mg/l) dan normal (DO 4,9 mg/l).
Jadi kesimpulan dari artikel kali ini adalah kerang yang hidup di pantai berlumpur memiliki struktur morfologi dan anatomi yang teradaptasi dengan habitat pantai berlumpur. Selain itu, perilaku membenamkan diri dari kerang dan pola makan dengan deposit dan filter feeding memiliki peranan penting dalam menunjang viabilitas kerang di habitat tersebut. Terakhir, terdapat beragam faktor yang ternyata berperan penting dalam kehidupan kerang di habitat tersebut baik ditinjau dari faktor fisika maupun kimia.Â
Sekian, penjelasan mengenai adaptasi kerang di habitat substrat pantai berlumpur. Terimakasih sudah menyimak penjelasannya dari awal hingga akhir ya readers!Â
Salam Kerang!
DAFTAR PUSTAKA
- Day, T. 2013. Ecosystem Ocean. Routledge, New York: viii+226 hlm.
- Hidayati, N. 2017. Dinamika Pantai. UB Press, Malang: xviii+192 hlm.
- Isma, M.F. 2017. Kemunculan Kerang Pharella acutidens Dikaitkan dnegan Salinitas Perairan Hutan Mangrove di Perairan Dumai, Provinsi Riau. Samudra Akuatika 1(2): 37---52.
- Insitut Pertanian Bogor. 2018. Karakteristik Organisme Bivalvia. 10 hlm. https://repository.ipb.ac.id/, diakses pada Sabtu 06 Oktober 2018 pk. 15.35 WIB
- Insitut Agama Islam Negeri Palangkaraya. 2018. Bab II Kajian Pustaka. 47 hlm. http://digilib.iain-palangkaraya.ac.id/, diakses pada Sabtu 06 Oktober pk. 3.40 WIB
- Islami, M.M. 2013. Pengaruh Suhu dan Salinitas terhadap Bivalvia. Jurnal Oseana Vol. 38(2): 1 -- 10
- Lim, C. F. 1966. A Company Study on the Ciliary Feeding Mechanisms of Anadara Species from Different Habitats. Biological Bulletin 130 (1): 106---117 hlm.
- Long, W.C., B.J. Brylawski & R.D. Seitz. 2008. Behavioral Effects of Low Dissolved Oxygen on The Bivalve Macoma balthica. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 359(2008): 34---39.
- Manandmollusc. 2018. General Bivalve Anatomy. 1 hlm. http://www.manandmollusc.net/lesson_plan_anatomy_files/bivalve_anatomy_lab.html. Diakses pada 7 Oktober 2018 Pk 00.34 WIB.Â
- Naturalhistory.museumwales.ac.uk. 2016. Marine Bivalve Shells of the British Isles. 1 hlm. https://naturalhistory.museumwales.ac.uk/britishbivalves/browserecord.php?-recid=86: 05 Oktober 2018. pk. 15.13 WIB.
- Nugroho, S.H. 2012. Morfologi Pantai, Zonasi dan Adaptasi Komunitas Biota Laut di Kawasan Intertidal. Oseana XXXVII(3): 11---21.
- Piffer, P.R., E.P. de Arruda & F.D. Passos. 2011. The Biology and Functional Morphology of Macoma biota (Bivalvia: Tellinidae: Macominae). Zoologia 28(3): 321---333.
- Ryland, J. S. & P. A. Tyler. 1989. Reproduction, Genetics and Distributions of Marine Organisms. Olsen & Olsen, Swansea: 469 hlm.
- Sari, S. N. 2010. Keragaman Morfometrik Kerang Darah (Anadara granosa)di Perairan Pesisir Banten. Skripsi Institut Pertanian Bogor, Bogor: xiv + 75 hlm.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H