Mohon tunggu...
Ahmad Nurholis
Ahmad Nurholis Mohon Tunggu... -

pecandu kopi, pencinta seni. Gemar bergumul dengan kata dan bercinta dengan angka. Traveler plat merah di Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pelacur Politik, Pemabuk Sepak Bola

15 Juni 2014   08:08 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:41 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mulai bergemuruhnya stadion-stadion di Piala Dunia Brazil 2014 menciptakan resonansi memanasnya konstelasi politik Pilpres 2014. Platform, formasi, taktik, dukungan fans, hingga simulasi “adu penalti” disiapkan dalam strategi pemenangan kedua kubu.

Tim Prabowo-Hatta mengusung formasi 3-5-2, cenderung ofensif dengan membangkitkan kembali posisi libero/menteri utama pada diri ARB yang ditopang tiga gelandang muda (Fadli Zon, Romachurmuzy, Tantowi Yahya). Di bawah mistar berdiri MS. Kaban yang bergabung paling belakangan dalam koalisi. Duo centerback berbasis masa akar rumput-Nahdiyin (Rhoma Irama & Machfud MD) akan menangkis serangan lawan. Dalam kondisi tendangan pojok, mereka bisa tiba-tiba membantu serangan dengan mengandalkan sundulannya. Sementara peran bek sayap (Fachri Hamzah & Annis Mata) cenderung lebih overlapping membantu serangan daripada bertahan dengan formasi defensif 5-3-2.

Duo striker akan mengancam lini pertahanan lawan dengan peran bomber yang meledak-ledak pada diri Prabowo, sedangkan Hatta Rajasa lebih memiliki karakter penyerang lubang yang rajin mencari bola dan lincah dalam positioning ruang tembak. Tim ini diarsiteki pelatih licin (Amien Rais) yang pandai berkreasi membuat poros dan bermain perang urat syaraf.

Secara umum gaya permainan mereka terkesan pragmatis dan ingin mengembalikan hegemoni orde baru. Serangan udara yang frontal dan menusuk ke jantung pertahanan lawan menjadi ciri khasnya.Dukungan fans yang militan fundamentalis juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Dengan bercokolnya para pemain kawakan dari klub yang beragam, menjadi kelebihan mereka yang siap mengancaman tim lawan, terutama lewat serangan balik.

Sementara di tim Jokowi-JK mengusung formasi 4-2-3-1, lebih fleksibel dalam menyerang dan bertahan dengan peran deeplying midfielder pada diri Eep Safulah Fatah sebagai konsultan politiknya, seperti Andrea Pirlo di tim Italia. Cak Imin ditugasi menjaga kedalaman lini belakang dan lini depan atau menjadi penyeimbang antara agamis-nasionalis. Lini belakang menganut sistem backfour sejajar dengan sesekali bek sayap (Khofifah, Tjahjo Kumolo) membantu penyerangan, sedangkan duo centerback (Wiranto & Surya Paloh) cenderung enggan meninggalkan posnya. Sutiyoso berdiri di bawah mistar, tentu saja dengan dukungan para purnawirawan yang duduk di bangku VIP.

Jusuf Kalla lebih berperan sebagai false nine player yang memilikikelincahan mengolah bola, membuka ruang dan determinasi tinggi, sehingga dia layak dijuluki the real striker. Posisi sayap kanan yang memiliki kecepatan tinggi menyusuri tepi lapangan ada pada diri Dahlan Iskan. Posisinya juga fleksibel, bisa di tarik ke kiri atau ke tengah lapangan menjadi nilai lebih darinya. Sayap kiri muda yang memiliki daya jelajah dan visi jauh ke depan ada pada diri Anies Baswedan. Lincah dalam mengolah bola, kolaboratif dan tak habisnya memiliki variasi serangan berbasis gerakan konkrit (mis. Gerakan Indonesia Mengajar), bisa menjadi daya pincut pemilih muda, kelas menengah-atas dan berpendidikan tinggi. Posisi sentral tentu saja diperankan Jokowi. Tak hanya pandai menciptakan gol, dia juga tak segan turun ke lini belakang mencari bola, menciptakan peluang dan tidak egois menguasai lini depan. Tim ini diarsiteki Megawati yang cenderung konservatif pada ideologinya, namun berjiwa besar menerima konsep-konsep perjuangan progresif revolusioner.

Gaya permainan mereka sedikit berbeda dengan tim lawan, namun serangan udara frontal dan menusuk ke jantung pertahanan lawan juga tetap dilakukan.Dukungan fans dengan segmentasi berbeda dan juga terdapat sedikit yang beririsan dengan fans kubu lawan menjadi pemanas. Dengan kombinasi pemain muda yang energik dan pemain senior yang berpengalaman, tim ini dianggap memiliki keseimbangan dan konsepsi kebaruan. Berbagai program konkrit yang telah mereka lakukan, menjadi uang muka harapan publik lima tahun ke depan.

Lapangan hijau yang terhampar tak ubahnya seperti lanskap politik nasional. Harapan saya sebagai pecinta sepakbola adalah tidak adanya politisasi dalam penyiaran piala dunia. Jagalah marwah sepakbola dan politik satu sama lain. Mari kita berkompetisi dengan menjunjung tinggi  fair play demi Indonesia sehat, hebat dan bermartabat. Selamat menyaksikan.

el-bantani

pecandu kopi, pecinta seni dan analis politik-sepakbola karbitan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun