Mohon tunggu...
Ela Nurlaela Komarasari
Ela Nurlaela Komarasari Mohon Tunggu... -

Mantan Fungsionaris sebuah parpol Islam, mantan Reporter media lokal, sekarang PNS di sebuah Instansi Pemerintah dan sedang berjuang untuk mengejar study S3.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Siapa Sebenarnya Orang Pintar Itu?

22 April 2014   18:20 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:20 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya orang pintar yang bisa menilai seseorang itu pintar.  Jika ada orang yang begitu mudah menilai orang lain bodoh, sesungguhnya dia jauh lebih bodoh lagi bahkan mungkin paling bodoh.

Teringat kenangan masa duduk di bangku SD dulu, seorang siswa biasanya baru bisa disebut pintar jika dia jago Matematika meskipun dia lemah dalam mata pelajaran lain.  Sebaliknya meskipun ada siswa yang menguasai seluruh mata pelajaran, dia belum bisa disebut pintar jika dia tidak jago Matematika. Sehingga peringkat terbaik di kelaspun banyak didominasi oleh siswa-siswi yang memang jago Matematika.  Konon kabarnya, sampai saat ini penilaian seperti itu masih berlaku di jenjang pendidikan dasar dan menengah.  Entah benar atau tidak.

Dalam dunia kerja, penilaian seperti itupun terjadi ketika seorang pegawai tidak menguasai IT.  Begitu mudahnya cap 'bodoh' melekat pada diri seorang pegawai ketika dia kurang menguasai teknologi (gaptek). Orang yang tidak menguasai teknologi seakan dianggap rendah keberadaannya, bahkan mungkin  dianggap tidak berguna sama sekali. Padahal kalau kita obyektif menilai, banyak pegawai senior  yang kaya dengan pengalaman (karena sudah berpuluh-puluh tahun bekerja) sehingga diapun sebenarnya memiliki kelebihan yang belum tentu dimiliki oleh orang lain.

Ada satu hal  menarik ketika seorang Penjaga kantor  lulusan SD yang notabene tiap malam piket di kantor dan sering menghabiskan waktu dengan main game di PC,  akhirnya dia jago komputer dan bisa membantu mengerjakan tugas-tugas kantor. Keahliannya bahkan bisa mengalahkan para pegawai lulusan SMA bahkan S1 sekalipun. Tapi walaupun demikian adanya, apakah kita kemudian bisa  langsung  menarik kesimpulan  bahwa Penjaga kantor yang lulusan SD itu lebih pintardari Pegawai lulusan S1 ? dalam bidang Teknologi mungkin benar,  tapi dalam bidang-bidang lain yang relevan dengan pekerjaan, belum tentu. Ada banyak hal yang  bisa membuat seseorang bisa disebut pintar/menguasai pekerjaan.

Kepintaran seseorang yang diperoleh secara outodidak memang patut dihargai.  Tapi walaupun demikian bukan berarti kita jadi  menyepelekan Pendidikan formal. Dari setiap jenjang pendidikan yang ditempuh oleh seseorang, jelas memiliki dampak positif / nilai lebih  bagi orang tersebut. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula kualitas dirinya.  Sekecil apapun hasil yang bisa diserap dari proses belajar yang ditempuh oleh sesseorang, tetap menumbuhkan new value bagi orang tersebut.  Selain bertambah wawasan, hal yang paling menonjol dari semakin meningkatnya pendidikan seseorang adalah perubahan perilaku.  Sarjana  paling bodoh sekalipun,  jelas akan berbeda dari sisi mindset maupun attitude nya dengan seorang lulusan SD.

Pada dasarnya, hidup memang kompetisi. Terlebih dalam dunia kerja, jika kita tidak terus mengasah kemampuan diri, maka lambat laun akan tersingkir dengan sendirinya. Idealnya, pendidikan formal memang harus diimbangi dengan keterampilan yang relevan dengan bidang pekerjaan yang kita geluti.  Jika seorang pegawai sudah menempuh tingkat pendidikan  yang memadai, kemudian  ditunjang dengan skill yang menonjol dan tidak pernah berhenti untuk terus belajar/meningkatkan kemampuan diri,  disertai dengan disiplin, tanggungjawab  dan loyalitas yang tinggi serta link yang luas, bukan tidak mungkin jika kariernya akan mudah melesat ke level yang lebih tinggi.

Di dunia ini memang banyak orang yang merasa dirinya paling pintar dibanding orang lain. Padahal di atas langit masih ada langit. Sehebat apapun tidak mungkin ada orang yang terlahir tanpa kelemahan. Kepintaran yang melekat pada diri seseorang juga bisa berdampak posittif bisa juga negatif.  Jika perilakuya baik, kepintaran itu akan mendekati  sikap bijak dan rendah hati.  Sebaliknya jika perilakunya buruk, maka kepintaran itu akan melahirkan sikap sombong atau licik. Banyak orang sukses dalam dunia kerja karena memang kualitas dirinya baik. Tapi tak sedikit juga orang yang berhasil menduduki puncak karier karena 'kepintarannya' bermain cerdik. Ke atas pandai mengangkat, ke samping lihai menyikut  dan ke bawah tega menginjak.

Meski hidup itu kompetisi, bukan berarti kita harus menghalalkan segala macam cara untuk meraih semua yang kita inginkan. Karier bagus, reputasi baik dan kesuksesan secara umum  adalah hak setiap orang. Maka berlomba-lomba lah untuk menjadi yang terbaik diantara yang baik dengan terus meningkatkan kualitas diri kita.  Jangan pernah menjatuhkan orang lain semata-mata agar kualitas kita dianggap lebih tinggi dari orang tersebut.  Jangan pernah menganggap bodoh orang lain agar kita terlihat jauh lebih pintar  dari orang tersebut. Orang pintar  yang sebenarnya adalah orang yang selalu merasa bodoh dan ingin terus belajar untuk meningkatkan keilmuannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun