Semua orang sudah tahu kalau gelar Doktor adalah gelar tertinggi akademik dalam bidang tertentu. Seseorang harus  menempuh pendidikan  strata 3 sebelum memperoleh gelar Doktor
Gelar doctor juga disematkan oleh perguruan tinggi kepada seseorang sebagai penghormatan karena jasa-jasanya di bidang tertentu. Bedanya ada tambahan  Honoris causa  dibelakangnya.
Dalam dua bulan belakangan ini ada berita yang cukup menarik
Ustad Adi Hidayat (UAH) dan Ustad Abdul Somad (UAS) mendapat gelar doktor. Ustad Adi Hidayat, tanggal 28 November memperoleh gelar doktor honoris causa  atau doktor kehormatan  sedangkan Ustad abdul Somad mendapatkan gelar doktor akademik dari universitas Omdurman Islamic University Sudan. Sumber  UAH dan sumber UAS
Dimana letak menariknya?
Ustad Adi hidayat, dalam beberapa kesempatan di media, mengumumkan sendiri bahwa akan mendapatkan gelar doktor kehormatan dari Astrolobe University Turki  dalam bidang pengetahuan budaya dan dakwah. Gelar katanya akan diserahkan sendiri oleh Presiden Turki, Recep tayyib Erdogan, Bisa lihat di sini. ( Whaaats? Sejak kapan Presiden turut mencampuri  urusan pemberian Gelar doktor kepada  seseorang yang tidak mempunyai jabatan di pemerintahan ? ).
Keanehan sudah mulai terlihat, ketika Foto-foto dan video youtube di media-media, penganugrahan doktor Honoris Causa kepada ustad Adi Hidayat tidak nampak sama sekali wujud Presiden Turki, Erdogan, pujaan Kadrun di Indonesia, apalagi menyalami UAH. Bisa lihat di sini.
Dosen dari UIN sunan Kalijaga, Bernando Sujibto, Alumni Pasca Sarjana dari universitas Selcuk Turki, mengungkapkan Universitas Astrolobe, universitas Fiktif. Sumber.Â
"Saya belum berhasil menemukan Universitas Astrolabe Istanbul (IAU). Nama pimpinannya Prof M Kher Al Ghabani jelas bukan nama Turki" kata bernando di akun tweeternya @_bje.Â
Nah lo...
Penulis juga mencoba googling,  Universitas Astrolabe  Istanbul  Turki , memang tidak ada. Sejelek-jeleknya universitas di Indonesia pasti mempunyai website. Anehkan..
Sudah itu, kalau benar dapat gelar doctor honoris Causa, memang jasanya selama ini  di bidang kebudayaan apa.  Dari media dakwahmya di Youtube tidak beda dengan ustad-ustad lain pada umumnya, tidak ada yang istimewa sama sekali.Â
Hanya yang kontroversial saat pilpres 2019 yang lalu, hendak menggandeng Prabowo kelak untuk memasuki gerbang surga. Lain-nya paling-paling seperti ustad aliran keras lainnya, menolak ucapan selamat Natal dan mencurigai orang-orang Nasrani yang hendak bermaksud baik. Ya.. gitu-lah.
Sedangkan gimana dengan UAS? Â Tidak kalah menakjubkan :
Ustad Abdul Somad yang kontroversial, memutuskan melanjutkan kuliah S3 di Negara Sudan. Nama universitasnya Omdurman islamic Sudan.
Kenapa penulis heran
Negara sudan, Negara yang 40 persen warga-nya  di bawah garis kemiskinan dan  60 persen pendapatan perkapita penduduknya masih di bawah 1 dollar, Sumber, menjadi pilihan dari Abdul Somad melanjutkan studi-nya.  Mendapatkan bea siswa dari Yayasan tafaqquh study Club Pakanbaru, Riau.
Sudah bisa dibayangkan, Negara dalam keadaan seperti itu,  tidak hanya  situasi ekonominya tapi juga perebutan kekuasaan di dalan Negeri serta berebutan wilayah Abey penghasil minyak dengan Negara pecahannyan, Sudan Selatan, bagaimana bisa mempunyai perguruan tinggi yang bermutu.
Ini bisa nampak pada peringkat Perguruan Tinggi Negerinya. Di Negara Sudan terdapat 29 perguruan tinggi Negeri dan salah satunya Omdurman University tempat UAS menempuh study S3-nya.Â
Menurut Webometric, lembaga peringkat perguruan tinggi Dunia, Â Universitas Omdurman menduduki peringkat 8.796, Sumber
Bandingkan dengan Universitas tempat UAS mengajar, Universitas Sultan Syarif Karim Riau (SUSKA, Riau ) menduduki peringkat 4.247. Jauh di atas Omdurman Sudan. Bahkan peringkat Omdurman pun kalah jauh dengan UIN Pamekasan, Â Madura. Apalagi mau dibandingkan dengan UGM ( 800) atau UI ( 840). Â Sumber
Universitas Negeri Sultan Syarif Kasim Riau tempat UAS mengajar UIN juga  menduduki tiga besar sebagai perguruan tinggi Islam Negeri di Indonesia versi Webometric.
Herankan.. sebuah perguruan tinggi Negeri  yang mempunyai peringkat yang lebih baik malah menyekolahkan dosennya ke Universitas yang notabene jauh di bawah peringkatnya
Lebih heran lagi, bulan Mei 2019, baru diumumkan UAS mulai study di Universitas di Sudan. Â Tiba-Tiba sudah dapat kabar kalau UAS sudah menyelesaikan study doktoralnya. Sumber.Â
Padahal loh, antara bulan  Oktober dan November, sering terlihat UAS berada di Indonesia dan bahkan dakwah di UII yogyakarta. Sumber
Ini study atau apa ya...
Kalau doktor honoris causa mungkinlah tapi kalau akademik, ya cukup meragukan. Kalau dilihat dari berapa semester seseorang umumnya memperoleh gelar S3, umumnya diperoleh selama 3 sampai 5 tahun.
Dari beberapa yang saya pahami. Kuliah S3 bukan lama di teori tapi di bidang penelitian dan riset-nya. Walaupun teori tidak banyak tapi minimal 2 semester harus mengikuti kuliah yang ketat atau setahun penuh.
Kalau melihat kurikulum di omdusman University, pendidikan doktor ditempuh selama 6 semester atau 3 tahun. Â Seandainya UAS sudah mengajukan Izin cuti di Bulan Agustus 2018, artinya mata kuliah teorinya secepat-cepatnya agustus 2019 baru-lah selesai Berarti Riset dan penelitiannya hanya dilakukan selama 3 Bulan. Itu saja tidak full selalu diisi dakwah penuh ke seluruh pelosok Indonesia.
Bisa dibayangkan doktor apa yang dihasilkan. Risetnya kayak apa gitu. UAS bisa menyelesaikan kuliah S3 -nya artinya separoh dari yang ditetapkan, 6 semester.
Anggap saja UAS sangat pintar sekali, memang nyatanya menjadi idola umatnya, yang menjadi pertanyaan penulis.
Apakah gelar doktor-nya diakui di Indonesia ? Bagaimana melakukan penyesuaian di Universitasnya, Â bila mengajar kembali. Apakah disamakan dengan gelar doktor yang diperoleh di perguruan Tinggi Negeri di Indonesia. Gelar doktor yang diperolehnya dari perguruan tinggi Luar Negeri , yang notabene, dengan UIN Pamekasan Madura saja kalah peringkatnya.
Apabila disamakan, maka kejadian ini akan ditiru oleh banyak orang. Yang penting mendapatkan gelar doktor Luar Negeri, tidak perduli apakah perguruan tinggi itu baik mutunya atau kurang dibandingkan dengan perguruan Tinggi di Indonesia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H