Mohon tunggu...
elangyk98
elangyk98 Mohon Tunggu... Penulis - enterprenuer

Lahir di kota Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sistem Ekonomi Ahok

10 September 2016   01:31 Diperbarui: 10 September 2016   01:41 2514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Rumah susun Marunda : http://www.jakpro.co.id

Sebagai tanggapan artikel Musni Umar: Menata Ibukota yang Manusiawi dan Budaya

Dalam berbagai kesempatan Ahok berbicara tentang bagaimana strategi membangun Jakarta serta meningkatkan taraf hidup warga Jakarta. Strategi yang disebut Ahok sebagai prinsip keadilan sosial yaitu menanggung semua warga miskin yang hidup dibawah kemiskinan dan kewajiban bagi yang mampu untuk turut bertanggung jawab membangun Jakarta.

Menanggung semua warga miskin dan tidak mampu telah diwujudkan Ahok dengan memberikan kartu Jakarta pintar dan kartu Jakarta Sehat dengan biaya dari APBD DKI secara penuh. Bukan itu saja Bagi Warga miskin yang ingin melanjutkan sekolah dan diterima di perguruan tinggi Negeri dimanapun akan diberikan bea siswa sebesar 18 Juta/tahun. Bagi Ahok penggunaan APBD DKI untuk membangun manusia bukan untuk membangun infrastruktur, membangun manusia dari segi pendidikan dan menjamin kesehatan warga DKI dan menjamin kehidupan warga tidak mampu . Beberapa kasus bisa dilihat disini.

Untuk menaikkan penghasilan warga Jakarta, Ahok mempunyai dua cara : yang pertama secara absolute menaikkan penghasilan warga Jakarta dan yang kedua dengan menurunkan harga kebutuhan pokok serta kebutuhan lainnya dan biaya transportasi .

Pilihan pertama, menaikkan penghasilan warga Jakarta telah dilakukan ahok dengan menaikkan gaji honorer dan pegawai tidak tetap DKI seperti misalnya pasukan oranye , gaji minimal yang diterima mereka sekarang sudah lebih dari 3 juta Rupiah/sebulan dan menaikkan UMP Jakarta. UMP Jakarta telah mengalami kenaikan 14,5% dari 2,7 Juta tahun 2015 menjadi 3,1 Juta tahun 2016 bandingkan juga th 2012, waktu Gubernur Foke, UMP masih 2,1 Juta. Peningkatan UMP yang drastis sempat memicu perdebatan antara Sofyan Wanandi yang mewakili pengusaha dengan Gubernur DKI Ahok, disini.

Menurut Ahok meningkatkan taraf hidup warga selain dengan cara meningkatkan penghasilan secara absolute juga dapat dilakukan dengan menurunkan harga kebutuhan sehingga secara relative penghasilannya menjadi lebih besar. Cara ini dipandang Ahok lebih bermanfaat dan lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum dan luas dan tidak hanya para penerima gaji saja. 

Ahok memberikan contoh, apabila penghasilan anda 3,5 Juta tetapi kebutuhan hidup standard 2,5 juta maka pendapatan ini relative lebih besar bila penghasilan anda 5 juta tetapi pengeluaran kebutuhan hidup standard 4,5 Juta. Menurunkan segala kebutuhan pokok warga DKI Jakarta telah dilakukan Ahok dengan menurunkan biaya transportasi trans Jakarta menjadi 3.500 rupiah kemanapun anda pergi (jauh-dekat ), harga tersebut  merupakan harga transport yang termurah dibanding kota-kota di dekat Jakarta. Bahkan telah memicu protes walikota kota Bekasi karena Ahok telah menggratiskan trans Jakarta dari Bekasi ke Jakarta dan akhirnya Ahok mengenakan 3.500 Rupiah untuk warga non DKI yang menggunakan trans Jakarta. bisa dilihat disini.

Tidak hanya harga transportasi di dalam Jakarta yang sangat murah dan gratis, Ahok juga menurunkan harga-harga kebutuhan pokok bagi warga DKI, seperti misalnya Ahok hendak menurunkan harga daging sapi bagi warga DKI menjadi 39 Ribu/kg namun usaha ini belum terlaksana karena kebijakan harga daging sapi merupakan harga kebijakan Nasional. 

Namun Ahok tidak kehilangan akal,untuk memenuhi standard konsumsi rata-rata warga DKI menjadi 2kg/th makan daging sapi sesuai standard Internasional terendah pertahun, bagi pemegang kartu Jaminan Sosial berhak untuk memperoleh daging sapi 1 kg/bulan secara gratis dan pemegang KJP akan memeperoleh harga Rp 80.000,-/kg , bandingkan harga Nasional hampir menembus Rp 110.000,-/kg

 ke persoalan artikel menata ibukota yang manusiawi dan budaya , sebelum menanggapi artikel , penulis akan memberikan ringkasan isi dari artikel ,

Pada intinya artikel tersebut menganggap bahwa Ahok sebagai gubernur DKI telah gagal membangun Ibukota Jakarta sesuai harapannya dan disebutkan ada 5 kegagalan yang dianggap sebagai pembangunan yang tidak manusiawi dan tidak berbudaya :

Pertama, Nilai Gini ratio atau ketidak adilan ekonomi dan kesenjangan penghasilan antara yang kaya dan miskin di DKI semakin meningkat bahkan tertinggi dibandingkan semua Propinsi di Indonesia, nilai gini ratio 0,46 yang menurut Musni Umar diambil data dari media beritasatu.com

Kedua,Kemiskinan DKI semakin tinggi, jumlah penduduk miskin DKI 368,67 ribu (3,61% dari seluruh penduduk DKI) meningkat 15.637 orang dibanding tahun sebelumnya. Garis Kemiskinan (GK) bulan September 2015 sebesar Rp 503.038per kapita per bulan (Sumber: Berita Resmi Statistik BPS Prov. DKI, No.04/01/31/Th. XVIII, 04 Januari 2016). Selanjutnya Musni Umar juga mengatakan bahwa apabila 503.038/bln dibagi 30 hari akan mendapatkan Rp 16.678,-/kapita perhari yang disebutnya tidak mencukupi kebutuhan layak hidup di Jakarta.

Ketiga, Masalah korupsi, Musni Umar menyatakan tingkat korupsi di Jakarta masih tinggi, seperti misalnya kasus Reklamasi yang melibatkan anggota DPRD M.Sanusi, Kasus Sumber Waras dan kasus pembelian lahan Cengkareng.

Keempat, Masalah pengangguran DKI masih tinggi baik itu pengangguran terbuka, pengangguran setengah menganggur maupun pengangguran terselubung.

Kelima, masalah banjir dan macet, Jakarta masih belum bebas dari banjir dan macet.

Dan diakhiri dengan Permasalahan penggusuran yang tidak manusiawi dan tidak sesuai dengan Pancasila

Artikel Musni Umar yang dibuat dalam rangka diskusi panel dan deklarasi BARRI (Barisan Rizal Ramli) menurut penulis mengandung data-data yang menyesatkan. Penulis berani mengatakan demikian karena data dari BPS DKI yang disebutkan oleh Musni Umar sebagai sosiolog yang cukup ternama tidak benar. Data BPS DKI, No.04/01/31 /th XVIII,04 januari 2016, bisa dilihat disini

untuk lebih jelasnya, penulis tampilkan sebagian disini :

Sumber : http://jakarta.bps.go.id/backend/brs_ind/brsInd-20160104160357.pdf
Sumber : http://jakarta.bps.go.id/backend/brs_ind/brsInd-20160104160357.pdf
Data BPS DKI sama sekali tidak menyatakan peningkatan jumlah kemiskinan, bahkan telah mengalami penurunan. Data september sebesar 368,67 ribu orang (3,61%) dibandingkan Maret th yang sama telah turun sebesar 30,25 ribu atau turun 0,32 poin sedangkan dibandingkan dengan September th 2014 jumlah penduduk miskin sebesar 412,79 ribu yang artinya dibanding tahun lalu bulan yang sama jumlah penduduk miskin turun sebanyak 44,12 ribu atau 0,48 point. 

Data ini berbeda dengan yang disampaikan oleh Bpk Musni Umar yang menyatakan data BPS DKI menunjukkan peningkatan jumlah penduduk miskin DKI sebanyak 15.637 orang, padahal menurut beliau data diambil dari sumber yang sama atau BPS DKI Januari th 2016. Seharusnya sebagai seorang sosiolog yang cukup ternama dan sering dijadikan bahan rujukan atau sumber berita yang terpercaya tidak melakukan kesalahan fatal seperti ini.

Sebenarnya penulis tidak akan membahas lebih lanjut karena data yang disampaikan sudah salah dan menyesatkan namun untuk lebih menjelaskan dengan hubungan Prinsip Ekonomi Ahok atau Basuki Tjahaya Purnama, penulis akan melanjutkan sedikit

Gini ratio atau tingkat kesenjangan yang disebutkan oleh Muni Usmar tidak bisa dijadikan sebagai tolok ukur atau parameter yang berdiri sendiri, Gini Ratio atau yang lebih dikenal dengan zaman orde baru sebagai tingkat pemerataan pendapatan berhubungan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Beberapa ahli ekonomi bahkan mengatakan bahwa banyak factor yang mempengaruhi dalam perhitungan gini ratio, sehingga gini ratio tidak bisa dijadikan tolok ukur perhitungan makro ekonomi. 

Tapi pada umumnya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi menunjukkan tingkat gini ratio yang semakin meningkat, secara sederhana sebuah wilayah yang tingkat pertumbuhan ekonominya makin tinggi pada umumnya tingkat kesenjangan pendapatan makin tinggi. Sebagai Ibukota Negara RI tentu saja pertumbuhan ekonomi melebihi dari wilayah lainnya yang berada di Indonesia dan sesuai teori Pertumbuhan meningkat kesenjangan meningkat, Ahok menerapkan Prinsip keadilan Sosial seperti yang telah disebutkan diatas oleh penulis. Gini ratio bukan satu parameter namun banyak parameter dan Propinsi DKI Jakarta telah berhasil menurunkan semua parameter gini Ratio (lihat Data BPS DKI Jakarta diatas).

Musni Umar juga menyebutkan Garis kemiskinan sebesar Rp 503.308/bulan atau Rp 16.768/hari, angka tersebut memang sesuai dengan BPS DKI Jakarta dan beliau menganggap bahwa uang tersebut tidak cukupuntuk biaya hidup di DKI. Musni Umar benar jika angka itu adalah penghasilan absolute artinya uang bagi warga miskin memang sebesar itu atau dibawahnya, tapi jangan lupa Ahok memberikan fasilitas Kartu Jakarta Pintar, Kartu Jakarta Sehat, Kjs, transport gratis dan beberapa kebutuhan pokok gratis. 

Keperluan sekolah anak gratis, bila ada anggota keluarga sakit kerumah sakit gratis bahkan kebutuhan sekolah anaknya dengan KJP bisa membeli tanpa bayar di toko-toko yang melayani KJP. Secara absolute riil pendapatan mereka bukan lagi Rp 503.308 bahkan mungkin bisa melebihi dari 3 juta perbulan. Apalagi Ahok membangun pasar-pasar dengan memberikan subsidi pada beberapa barang kebutuhan pokok sehingga makin terjangkau bagi warga miskin. 

Misalnya harga daging di DKI sekarang 80 ribu/kg sedangkan di daerah lain masih 120 ribu/kg maka nilai uang di DKI bila dikoversikan ke daging sapi 503.308/80 ribu akan diperoleh 6,3 kg sedangkan daerah lain hanya memperoleh 503.308/120 ribu = 4,2 kg daging sapi. Dengan kata lain uang sebesar 503.308 di DKI lebih besar nilainya dibanding daerah lain.

Point tentang meningkatnya pengangguran dan makin meningkatnya korupsi penulis tidak menanggapinya karena penuh dengan asumsi subyektif dan tidak ditunjukkan dengan data yang akurat, apalagi point tentang makin besarnya tingkat korupsi DKI yang menyebutkan kasus reklamasi yang dilakukan oleh DPRD DKI, seperti diketahui kasus tersebut bukan merupakan tanggung jawab eksekutif. 

Terlebih-lebih menyatakan sumber waras sebagai kasus korupsi padahal sudah dinyatakan oleh KPK bahwa tidak ada korupsi dalam kasus sumber waras. KPK adalah lembaga yang berwenang menyatakan kasus tersebut memenuhi unsur korupsi atau tidak ada unsur korupsi, namun Muni Umar yang hanya sebagai ahli sosiologi masih tetap ngotot menyatakan kasus tersebut korupsi. Pembaca bisa menilainya sendiri.

Tentang penggusuran penulis menganggap sebagai sosiolog kurang bijak menanggapi kejadian tersebut. Penggusuran manapun di dunia adalah tindakan yang tidak manusiawi namun penyelesaian Gubernur DKI dengan merelokasi warga ke Rusun dan memberikan mereka fasilitas KJP, KJS, perabot rumah tangga lengkap, biaya transport gratis adalah lebih bermartabat dibandingkan dengan penggusuran lainnya yang terjadi di wilayah Indonesia lainnya.

Akhir kata, Judul artikel Menata Ibukota yang manusiawi dan budaya menjadi tidak berbudaya karena penyesatan data. Moga-moga tulisan ini agak mencerahkan…………….

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun