Mohon tunggu...
elangyk98
elangyk98 Mohon Tunggu... Penulis - enterprenuer

Lahir di kota Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Umumkan Rumah Sakit yang Terima Vaksin Palsu, Benar atau Salah?

15 Juli 2016   18:00 Diperbarui: 16 Juli 2016   12:08 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : http://www.megapolitan.kompas.com

Terbongkarnya pabrik pembuat vaksin palsu di Pondok Aren, Tangerang Selatan, tanggal 22 Juni 2016 oleh Bareskrim Polri, ibarat puncak gunung es. Pemalsuan berbagai jenis macam obat yang sebenarnya sudah lama di Indonesia, terutama obat impor yang mahal harganya. Faktor harga murah dan ekonomi masyarakat sebagai pemicu pemalsuan obat subur dan langgeng di Indonesia.

Tingkat risiko memperoleh produk palsu umumnya bila membeli di penjual obat keliling atau toko obat yang tidak berizin, namun dengan adanya apotik bahkan rumah sakit menunjukkan bahwa obat palsu sudah menyebar ke mana-mana. Masyarakat harus percaya kepada siapa lagi, kalau rumah sakit sebagai benteng terakhir tidak lepas dari obat palsu.

Menurut Plt (Pelaksana Tugas) Kepala BPOM, Tengku Bahdar Johar Hamid, vaksin yang dipalsukan adalah vaksin untuk anak-anak atau balita, Vaksin Hepatitis B, Vaksin Pediacel (Campuran antara vaksin Diphteria, Tetanus, Perfursis, Polio, Hib atau anti influensa) serta Vaksin Campak Kering. Meskipun saat ini belum adanya pelaporan dari masyarakat atau warga akibat vaksin palsu, tapi sedikitnya masyarakat telah dirugikan karena telah membayar [mahal] untuk mendapatkan perlindungan palsu.

Lalu salah siapa bila vaksin atau obat palsu bisa masuk ke dalam rumah sakit dan apotik? Bagaimana efek vaksin palsu yang sudah telanjur diberikan kepada anak-anak? Bagaimana membedakan bahwa anak mereka mendapat vaksin palsu atau asli? Bila tidak yakin mendapatkan vaksin asli, lalu dilakukan pemberian ulang vaksin tapi ternyata vaksin sebelumnya asli (double pemberian ) bagaimana efeknya terhadap anak mereka? 

Di tengah-tengah pertanyaan besar di masyarakat, tiba-tiba Depkes {Menkes] mengumumkan sejumlah apotik, bidan/dokter dan 14 rumah sakit swasta yang diduga menggunakan vaksin palsu di wilayah Jakarta, Bekasi, dan Tangerang. 

illustrasi : detik.com
illustrasi : detik.com
Benar atau salah tindakan Depkes [Menkes]?

Ya benarlah karena kewajiban pemerintah atau Menteri kesehatan atau Departemen Kesehatan melindungi warga atau masyarakat dari tindakan yang merugikan atau membahayakan kehidupan manusia. Depkes berkewajiban memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat tentang adanya vaksin palsu yang telah menyebar pada apotik dan rumah sakit. Lah... lalu di mana kesalahannya….

Menurut penulis, kesalahan Depkes [Menkes] mengumumkan nama rumah sakit karena beberapa alasan:

Begitu adanya pengumuman dari Depkes nama-nama rumah sakit yang menerima vaksin palsu, masyarakat langsung menyerbu rumah sakit yang namanya masuk dalam daftar. Datangnya orang-orang secara tiba-tiba menyebabkan rumah sakit gelagapan melayani tuntutan dari masyarakakat yang menuntut minta pertanggungjawaban terhadap pemberian vaksin palsu kepada anak-anak mereka.

Rumah sakit merupakan lembaga resmi dan legal dan berada di bawah pengawasan Depkes melalui BPRS atau Badan Pengawas Rumah Sakit yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan. Rumah sakit yang gelagapan mengatasi para orang tua yang menuntut atas pemberian vaksin (palsu) kepada anak-anak mereka menunjukkan belum adanya koordinasi antara Depkes sebagai pengawas dengan rumah sakit.

SOP atau standar prosedur yang harus dijalankan oleh rumah sakit yang diduga memberikan vaksin palsu juga tidak ada. Posko aduan bahkan baru dibentuk setelah datangnya masyarakat berbondong-bondong ke rumah sakit. Bagaimana RS mau menjawab pertanyaan masyarakat karena SOP yang belum ada? Bahkan baru saja di media, Menteri Kesehatan, Nila F Moelok, mengatakan rumah sakit yang terlibat atau menerima vaksin palsu dilarang memberikan vaksinasi ulang. Nah Lo… bingung.

Pengumuman nama rumah sakit oleh Depkes [Menkes] tidak hanya menyebabkan perang horisontal antara rumah sakit dan masyarakat tetapi juga menyebabkan hancurnya usaha rumah sakit yang bersangkutan, yang kemungkinan vaksinasi hanya salah satu dari fungsi kesehatan di RS tersebut, seperti kata pepatah akibat nila setitik rusak susu belanga. (he..he namanya Menkesnya kebetulan Nila** juga)

Adanya vaksin palsu di rumah sakit tidak seharusnya ditimpakan kepada rumah sakit seluruhnya, Depkes dan Badan Pengawas Rumah Sakit juga harus bertanggung jawab atas kejadian ini. Bagaimana fungsi mereka dalam pengawasan selama ini? Dengan mengumumkan nama-nama RS seolah-olah hendak cuci tangan tentang vaksin palsu dan menimpakan keseluruhan tanggung jawab kepada rumah sakit. fungsi dan tanggung jawab Badan Pengawas Rumah sakit disini.

Ya... itulah kesalahan Depkes [Menkes] yang terburu-buru mengumumkan nama-nama rumah sakit yang notabene berada di bawah pengawasannya padahal belum ada SOP atau Standard Procedure Operation yang jelas menangani korban vaksin palsu. Koordinasi antara rumah sakit dan Badan Pengawas Rumah Sakit serta Depkes diperlukan dalam menyelesaikan permasalahan vaksin palsu.

Bukankah sudah ada sanksi yang jelas apabila melakukan kesalahan atau pelanggaran, seperti: teguran 1, teguran 2 hingga pencabutan izin rumah sakit bila kesalahannya sangat fatal, bisa dilihat lagi Fungsi dan Tanggung Jawab Badan Pengawas Rumah Sakit. Bukan menyerahkan penghakiman kepada masyarakat atau korban vaksin palsu, ya pasti kacaulah... ibaratnya seorang pencuri yang dihakimi massa hingga meninggal dan didiamkan oleh polisi.

Moga-moga kesalahan Depkes [MenKes] tidak diulangi lagi, karena diduga masih ada 37 titik di 27 provinsi di Indonesia yang menerima atau menggunakan vaksin palsu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun