Ciliwung, sungai dengan panjang hampir 120 km dengan luas tangkapan air mencapai 387 km2 yang membelah 3 kota sekaligus yakni Bogor sebagai hulu, Depok, dan berakhir di pesisir utara Jakarta.Â
Ciliwung yang semula menjadi sarana transportasi air dan bahan baku untuk air minum kini tidak dapat dirasakan lagi. Dilansir dari porta berita merdeka.com sekitar tahun 1740 sungai CIliwung tidak lagi dianggap layak airnya untuk menjadi air minum karena tidak memenuhi standar air minum kala itu.Â
Seiring berjalannya zaman sungai Ciliwung yang awalnya bersih dan jernih sekarang berubah menjadi coklat pekat dengan banyak muatan pencemar di dalamnya.Â
Pencemaran ini tidak dapat dihindarkan karena aktivitas penggunaan lahan di sekitar aliran sungai yang membuat sungai Ciliwung harus menanggung beban residu yang tercipta.Â
Alih guna lahan yang dimaksud adalah pergantian lahan-lahan yang seharusnya ditanami oleh pohon sebagai sarana penunjang bantaran sungai agar tidak erosi dan membantu menjadi filter alami air kini berganti menjadi pemukiman, tempat industri (pabrik), dan lahan pertanian.Â
Alih guna lahan ini menyebabkan banyak kerusakan bagi sungai Ciliwung itu sendiri dan yang paling tidak dapat dihindarkan adalah penyempitan bantaran sungai akibat adanya proyek pembangunan di tepi sungai.
Dii atas sudah di-mention terkait beban residu dari alih guna lahan di bantaran sungai Ciliwung yang menyebabkan Ciliwung harus menanggung beban tersebut. Residu yang dimaksud adalah sampah rumah tangga yang merupakan hasil residu dari munculnya permukiman-permukiman di bantaran sungai Ciliwung yang tidak memiliki kepekaan terhadap sungai yang berada persis di dekat rumahnya.Â
Sebut saja limbah bekas cucian dari deterjen, sampah plastik yang dibuang tanpa kesadaran penuh akan kebersihan sungai, dan yang paling parah sungai CIliwung dijadikan sebagai tempat pembuangan tinja karena rumah di dekat bantaran sungai Ciliwung yang tidak memiliki septic tank.Â
Dari sisi industri, industri nakal yang tidak memiliki kesadaran akan pentingnya AMDAL dan keberadaan tempat pengolahan limbah membuat limbah industri ke sungai Ciliwung seenaknya, contohnya ada di salah satu pabrik tahu di sekitar Depok yang tertangkap membuang limbah bekas mengolah tahu ke sungai tanpa dikelola terlebih dahulu (Radar Depok, 2022). Residu selanjutnya datang dari alih guna lahan bantaran sungai CIliwung menjadi lahan pertanian.Â
Sungai CIliwung harus menanggung beban residu dari limbah-limbah bekas pertanian seperti pestisida dan limbah bekas pupuk tidak ramah lingkungan.Â
Keiga alih guna lahan tersebut semuanya ada di daerah sub-DAS Ciliwung bagian Depok yang lambat laut akumulasi dari beban residu tersebut masuk dan terus mengendap serta terbawa oleh air sungai bisa sangat mungkin Ciliwung di masa depan akan benar-benar tercemar dan sangat kotor. Jika hal tersebut terus terjadi akan banyak biota air yang mati, ekosistem sungai CIliwung juga akan menghilang, dan Ciliwung akan benar-benar jadi masalah bagi kita semua warga yang dilintasi oleh aliran sungai CIliwung khususnya warga Depok.
Diperlukan kolaborasi yang nyata antara Pemerintah atau Dinas di Kota Depok, industri dan kita sebagai manusia yang hidup bermasyarakat. Pemerintah/Dinas perlu untuk memantapkan lagi regulasi terkait pengelolaan air limbah ke industri-industri yang berada di wilayah Depok agar tidak ada kasus ‘kecolongan’ kembali industri-industri nakal yang membuang limbah sisa produksi ke sungai tanpa memiliki sistem pengolahan limbahnya sendiri.Â
Pemerintah/Dinas terkait juga wajib mengawasi dan mengevaluasi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh industri/pabrik yang berjalan di wilayah Depok khususnya yang berpengaruh dengan Sungai Ciliwung serta tidak tanggung-tanggung memberikan sanksi bagi industri/pabrik yang kedapatan melanggar aturan.Â
Kolaborasi lain yang wajib Pemerintah/Dinas Kota Depok lakukan adalah menyurvei keberadaan septic tank sebagai tempat menampung tinja warga dan saluran pembuangan rumah tangga sebagai antisipasi adanya pencemaran air berlebih yang disebabkan oleh limbah rumah tangga dan sisa kotoran manusia.Â
Selain pemerintah, industri/pabrik yang berkegiatan di sekitar wilayah CIliwung juga wajib melakukan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) bukan hanya sebelum berjalannya industri/pabrik, tetapi juga dilakukan selama pabrik berkegiatan agar menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dalam menentukan kelayakan suatu industri/pabrik untuk terus beroperasi di wilayah sekitar Ciliwung.Â
Penting juga untuk setiap industri/pabrik memiliki sistem pengolahan limbah sisa produksi sebelum akhirnya dibuang ke tempat lain termasuk ke sungai Ciliwung agar muatan pencemar tidak ikut mengalir di sepanjang sungai Ciliwung.Â
Hal yang tidak kalah penting datang dari kolaborasi kita sebagai manusia yang tinggal di lintasan aliran sungai Ciliwung, harus terus menumbuhkan kepekaan dan mengimplementasikan kepekaan tersebut ke dalam aksi nyata dengan menggunakan alat-alat yang bersifat ramah lingkungan seperti menggunakan peralatan yang bisa di reuse, reduce, dan recycle.Â
Selain itu penting untuk masyarakat yang tinggal di bantaran sungai Ciliwung harus peka dan sadar untuk tidak membuat sampah apapun termasuk limbah rumah tangga ke sungai CIliwung sebagai perwujudan aksi nyata kita sebagai masyarakat dalam mendukung bersihnya sungai CIliwung.Â
Penting juga untuk masyarakat yang berada di bantaran sungai CIliwung untuk membuat sepiteng agar kotoran manusia tidak langsung terbuang ke sungai dan mencemari sungai Ciliwung.Â
Kolaborasi hebat tersebut apabila dieksekusi dengan baik oleh setiap kolaborator akan menghasilkan hal yang tidak hanya baik bagi kehidupan di sungai Ciliwung dan sekitarnya, tetapi juga menyelesaikan permasalah sungai Ciliwung sampai akarnya. Siapkah kita bersama-sama berkolaborasi membuat Ciliwung bersih kembali? mari kita tanyakan pada diri kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H