Mohon tunggu...
Elang ML
Elang ML Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Hukum Univeristas Indonesia 2016

Mahasiswa yang kadang-kadang menulis artikel.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Financial Fair Play, Regulasi yang Menjegal City

14 Juli 2020   20:24 Diperbarui: 15 Juli 2020   00:19 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

https://wingsoverscotland.com/
https://wingsoverscotland.com/

Kalau membahas Rangers tentu ceritanya lebih buruk lagi, bayakngkan saja sebuah tim hitoris Skotlandia yang selalu memenuhi stadionnya dan memiliki rekor gelar domestik terbanyak bisa pailit dan gagal bayar pajak. Pemilik yang teralu ambisius, Davis Murray, memang berhasil membuat Rangers menjadi kekuatan dominan, dan semakin meninggalkan rivalnya Celtic. 

Namun, permasalahannya kejayaan itu dibangun diatas pengeluaran yang tidak berkelanjutan, penghindaran pajak, dan utang bayangkan sebuah klub Skotlandia punya utang sampai 82 juta Euro di tahun 2003, dan mencatatkan kerugian rugi sampai 29 juta Euro. 

Ditambah lagi dengan skandal penghindaran pajak, Rangers semakin kesulitan mencari pemilik baru untuk mendapatkan dana segar. Ketika pemilik baru sudah masuk, semuanya terlambat, kombinasi tunggakan pajak dan utang pada akhirnya mengubur sejarah 140 tahun Glasgow Rangers. 

Pun Rangers sudah dihidupkan kembali, namun trauma harus memulai dari divisi tiga tentu masih sangat berbekas pada suporter yang gemar membawa bendera Union Jack ke stadion. 

Selain berpotensi memiliki dampak buruk bagi tim, dapat dikatakan tren doping uang oleh pemiliki dituding membuat liga menjadi tidak seru dan banyak prestasi instan. 

Mungkin kisah PSG yang secara sepihak membuat Liga Prancis tidak seru, Shaktar Donesk di Ukraina, Chelsea, dan City tidak perlu panjang lebar dibahas. Namun, contoh lain yang mungkin kurang sering disinggung adalah sokongan uang pengusaha Thailand di balik gelar juara Leichester City.

Nah, kalau sudah bahas latar belakangnya maka sekarang kita bahas materi dari kebijakan Financial Fairplay. Sederhananya, FFP mewajibkan tim untuk membuktikan bahwa mereka tidak memiliki pembayaran telat ke klub lain, pemain, dan pajak sepanjang musim sebelum dapat berlaga di kejuaraan yang diselenggarakan UEFA. 

Selain itu, tim juga wajib membatasi neraca finansialnya dengan tidak dapat defisit lebih dari 5 juta Euro per tahun, kecuali jika "ditombokin" (harus langsung dari pemilik, tidak boleh ngutang) pemiliknya secara langsung sampai angka tertentu. 

Secara akumulatif, dalam tiga tahun sebuah tim maksimal defisit 30 juta Euro. Sementara sanksinya dapat berupa peringatan, sampai diskualifikasi atau pencabutan gelar juara.

Sederhananya, FFP berupaya menciptakan pengelolaan finansial tim yang berkelanjutan untuk mencegah tim sepak bola bangkrut. Selain itu, FFP juga berupaya "meminimalisasi" tren yang terjadi pada akhir medio 2000-an dimana para pemilik tim mendoping timnya dengan dukungan finansial yang luar biasa sehingga membuat sepak bola seperti permainan monopoli yang dimainkan para anak sultan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun