Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Supersemar, Lonceng "Kematian" Karier Sukarno dan Ikhwal Soeharto Menuju Puncak Kuasa

11 Maret 2021   22:47 Diperbarui: 11 Maret 2021   23:16 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


PENCULIKAN dan pembunuhan terhadap tujuh perwira TNI Angkatan Darat (AD) pada tanggal 30 September 1965, oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), patut diakui salah satu penyebab situasi dan kondisi tanah air waktu itu tak menentu. Pasalnya, pasca peristiwa malam berdarah itu, satu sama lain saling curiga mencurigai. 

Betapa tidak, TNI Angkatan Darat (AD) menuding, peristiwa itu didalangi PKI. Sebaliknya, PKI malah menuduh, penculikan dan pembunuhan para petinggi TNI AD akibat adanya konflik internal Angkatan Darat. Bahkan, PKI juga terang-terangan menuding beberapa petinggi TNI AD terlibat dalam kelompok Dewan Jendral, dengan tujuan melakukan kudeta terhadap kepemimpinan Presiden Sukarno. Di samping itu, masih banyak teori terkait peristiwa jahanam dimaksud. 

Yang pasti dan tercatat dalam buku sejarah perjalanan bangsa dan negara Indonesia, pasca G30S terjadi konflik besar-besaran antara TNI AD dengan kader-kader PKI di daerah. Dampaknya, pihak-pihak yang dianggap terlibat dan masuk dalam keanggotaan PKI menjadi korban. 

Dalam catatan sejarah, tak kurang dari 500.000 jiwa menjadi korban pembantaian TNI AD di bawah perintah Mayjend Soeharto. Tidak hanya itu, kondisi ekonomi pun morat-marit. 

Hal ini kian menambah situasi negara makin kacau, sehingga memantik gejolak di masyarakat, dan puncaknya memancing kemarahan para mahasiswa. Mereka akhirnya turun ke jalan, dan menggelar aksi demo besar-besaran pada awal-awal tahun 1966. Presiden Sukarno sebagai penguasa dianggap telah gagal mengeluarkan bangsa Indonesia dari situasi krisis. 

Sejak itu, gelombang protes dari beberapa kesatuan aksi mahasiswa mengalir deras. Mereka menyuarakan tiga tuntutan sebagai representasi  kondisi kebatinan masyarakat dan pernyataan sikap atas ketidak percayaan terhadap kinerja pemerintah. 

Tiga tuntutan tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Tritura, yang isinya adalah 1. Bubarkan PKI, 2. Rombak Kabinet Dwikora, dan 3. Turunkan Harga. Tapi, lama-lama tuntutan mahasiswa ini melebar pada isu penurunan Presiden Sukarno dari jabatannya, karena dinilai lamban dalam menampung aspirasi. 

Kian lama, aksi mahasiswa makin tak terkendali, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa dari pihak mahasiswa, atas nama Arief Rachman Hakim. Karena merasa situasi ini harus segera diatasi, Presiden Sukarno akhirnya menunjuk Mayjend Soeharto untuk mengendalikan keamanan dan ketertiban negara. 

Penunjukan ini kemudian dikenal dengan istilah Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret. Surat ini berisi tiga perintah penting dari Presiden Soekarno terhadap Soeharto agar mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam mengatasi situasi keamanan yang buruk di Indonesia pada masa itu.

Siapa sangka, Supersemar ini ibarat sebuah lonceng kematian bagi karier Presiden Sukarno selaku Presiden Republik Indonesia. Tak sedikit catatan sejarah mengatakan, Supersemar dimanfaatkan Soeharto untuk merebut kekuasaan. 

Misteri Supersemar 

Dalam catatan sejarah versi Orde baru (Orba), Supersemar merupakan ikhwal peralihan kepemimpinan nasional. Surat perintah ini adalah surat sakti penentu lahir dan absahnya pemerintahan di bawah Soeharto sekaligus jalan menuju penyingkiran takhta Presiden Sukarno. 

Sama nasibnya dengan otentifikasi film Pengkhianatan G30S/PKI yang banyak diperdebatkan pasca Soeharto lengser, demikian halnya dengan  Supersemar, tak sedikit yang mencurigai bahwa Supersemar yang sering kita lihat di internet adalah palsu. 

Akibatnya, pengungkapan terus dilakukan dan ramai menjadi diskursus publik. Sayang semua itu selalu menemui jalan buntu. Konon, "surat sakti" tersebut hilang secara misterius. 

Namun begitu, banyak pihak, khususnya ahli sejarah menilai, Soeharto menjalankan Supersemar melebihi wewenang yang diberikan oleh presiden Sukarno. Paling tidak hal ini diperkuat dengan pidato Presiden Sukarno dari arsip nasional yang bisa kita lihat di beberapa chanel youtube. 

Dalam pidatonya, Presiden Sukarno mengatakan, Supersemar tak lebih dari surat perintah pengamanan untuk jalannya pemerintahan, keselamatan pribadi serta wibawa presiden, dan perintah pengamanan ajaran presiden. 

Lonceng Kematian Sukarno 

Sejarah tak mungkin bisa diubah. Faktanya bahwa dengan Supersemar jalan Soeharto menuju kursi kekuasaan terbentang luas. Setiap langkah dan tindakan yang diambilnya berjalan sukses. Puncaknya, kekuasaan Sukarno benar-benar di ujung tanduk. Pertanggungjawabannya yang bertajuk "Nawaksara" ditolak. 

Presiden Sukarno dianggap lalai dalam memenuhi kewajiban Konstitusionalnya selaku mandataris MPRS. Tak berselang lama, MPRS mencabut kekuasaan Presiden Sukarno dan menetapkan Soeharto sebagai pejabat presiden. Ketetapan itu seperti dikutip dari tirto.id, tertuang dalam TAP MPRS No. XXXIII tahun 1967. 

Munculnya Soeharto menjadi Presiden menggantikan Sukarno disebut-sebut sejumlah peneliti sejarah sebagai kudeta merangkak. Soeharto dinilai sosok cerdas, karena tidak merebut kekuasaan dengan cara frontal, melainkan alon-alon atau step by step. Tapi, mengena ke target sasaran. 

Akhirul kata, dari peristiwa sejarah tersebut sama-sama kita ketahui, Presiden Soeharto jadi penguasa Orba selama hampir 32 tahun, sebelum akhirnya sejarah kembali terulang. Presiden Soeharto harus meninggalkan kursi kekuasaannya dengan cara-cara yang kurang lebih sama. Yaitu dilengserkan paksa lewat aksi mahasiswa.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun