Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY dan AHY Makin Remuk, Boroknya Dikuliti Sang Mantan

1 Maret 2021   15:54 Diperbarui: 1 Maret 2021   16:31 2276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KEGENITAN politik yang dipertontonkan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dengan cara menempatkan diri sebagai pihak korban lantaran posisinya bakal dikudeta, berbuntut panjang. Hal tersebut makin diperumit dengan "turun gunung"-nya Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) demi menyelamatkan nasib AHY.

Pada mulanya, sempat berpikir bahwa apa yang dilakukan AHY dengan konferensi pers adanya isu kudeta adalah drama recehan demi menaikkan elektabilitas, sekaligus mencari panggung. Namun, seiring perjalanan waktu, drama ini makin menguar ke publik, dan mengakibatkan terjadi "baku hantam" di internal partai berlambang mercy tersebut.

Maksud hati mempertontonkan adanya kedzaliman politik pada tubuh partainya, AHY malah semakin tampak lemah. Mantan tentara berpangkat mayor itu makin tersudutkan. Pun dengan SBY, boroknya perlahan mulai dikuliti oleh mantan-mantan petinggi partai. 

Sebut saja, mantan Sekjen Partai Demokrat, Marzuki Alie, dengan lantangnya membuka borok oknum-oknum DPP partai, pada program acara Akbar Faisal Unsensored, yang diunggah ke akun youtube. Menurutnya, kerap kali terjadi pemalakan terhadap kader partai yang hendak bertarung pada kontestasi pilkada, serta kader-kader yang mendapat kursi di DPR. Tidak tanggung, jumlahnya mencapai Rp. 500 juta per kursi.

Kemudian, ada nama Gede Pasek Suardika, yang kini telah menjadi petinggi Partai Hanura. Mantan Anggota DPR dari Fraksi Demokrat ini melalui akun twitter pribadinya membeberkan inkonsistensi SBY saat terjadi KLB 2013 di Bali.

Menurut Pasek, setelah terpilih secara aklamasi, SBY sempat meminta rujukan soal nama-nama yang bakal dimasukan dalam kepengurusan DPP partai dari pihak mantan Ketua Umum Partai, Anas Urbaningrum, yang terpaksa lengser karena kasus hukum. Namun, setelah disetorkan, ternyata nama yang disetorkan itu hanyut. Tidak ada seorang pun dari kubu Anas yang menjadi pengurus partai, termasuk Gede Pasek sendiri. 

Masih dalam cuitannya, Gede juga mengatakan, masih banyak hal-hal yang diingkari SBY, namun dia tidak ingin mengulasnya. Hanya saja, Pasek membubuhkan tagar dalam cuitannya. Yakni, #bukanmerpati. Bisa dipahami maksud dari tagar tersebut, SBY bukanlah merpati yang tidak pernah ingkar janji.

Pernyataan kurang sedap tentang SBY dan Partai Demokrat pun datang dari kader senior partai lainnya, Jhoni Allen Marbun. Pria asal Samosir, Sumatera Utara ini dengan lantang menuding, SBY telah mengkudeta kursi Ketua Umum Partai Demokrat dari kepemimpinan Anas Urbaningrum, pada tahun 2013 silam.

Menurutnya, saat Anas terkena masalah hukum tapi belum ditetapkan tersangka, SBY yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat merebut kekuasaan Anas dengan cara membentuk presidium.

"Ketuanya adalah SBY dan wakilnya Anas. Namun, Anas tidak lagi memiliki fungsi menjalankan roda partai sebagai Ketum. Inilah kudeta yang pernah terjadi di Demokrat," kata Jhoni dalam keterangan videonya, Senin (1/3). Dikutip dari CNNIndonesia. 

Masih dikutip dari CNNIndonesia, Jhoni juga menjelaskan dirinya sempat diperintah SBY untuk membujuk Marzuki Alie agar tidak maju sebagai kandidat ketua umum pada KLB tersebut. Padahal, Marzuki mendapatkan suara terbesar kedua setelah Anas pada Kongres II tahun 2010.

Kenapa ini bisa terjadi? Seperti telah disinggung di atas, ini semua terjadi akibat kegenitan politik yang dilakukan SBY dan AHY. Mereka terlalu membesar-besarkan drama kudeta yang sebenarnya adalah KLB. Dan, ini adalah hal lumrah terjadi di tubuh partai politik.

Mungkin, SBY dan AHY atau bapak dan anak ini telah merasa menjadi pemilik partai, maka apapun yang dilakukan oleh mereka dalam kacamata keluarga Cikeas adalah hal wajar. Padahal, Partai Demokrat didirikan oleh banyak pihak, dan jika mengacu pada akta pendirian partai seperti yang banyak disampaikan oleh para pendirinya, nama SBY sama sekali tak tercantum sebagai pendiri partai, apapun alasannya saat itu.

Selain itu, SBY Family seolah menutup mata bahwa dalam sebuah partai atau organisasi modern apapun selalu akan ada faksi-faksi di dalamnya, sehingga kemungkinan untuk konflik itu ada dan biasa saja. Mestinya, saat konflik terjadi bisa diselesaikan secara internal tanpa harus melibatkan pihak luar, yang boleh jadi tidak paham isi dapur Partai Demokrat. 

Padahal, seperti ramai diberitakan banyak media, tanpa melibatkan pihak luar pun, di tubuh Partai Demokrat telah terjadi faksi-faksi yang boleh jadi tidak senang dengan gaya kepemimpinan AHY. Hal ini, sebenarnya yang bisa memicu konflik hingga akhirnya menguar ke publik. 

Akibatnya, SBY dan AHY boro-boro mendapatkan keuntungan dari kegenitannya tersebut. Yang ada, mereka berdua, khususnya AHY malah semakin kerdil di mata publik. Jangankan mampu menjadi pimpinan republik ini, untuk membereskan konflik internal partai pun dia kelabakan, hingga harus memaksa SBY sendiri yang turun gunung.

Benar kata Jhoni Allen Marbun, AHY tengah berada di puncak gunung tanpa melakukan pendakian sama sekali. Maka, wajar bila akhirnya ada pihak-pihak menilai, AHY itu terlalu dipaksakan untuk menjadi seorang ketua umum partai. AHY "dipaksa" duduk menjadi Ketum Demokrat hanya untuk melanggengkan kekuasaan Dinasti Yudhoyono di Partai Demokrat.

Kalau boleh berasumsi, boleh jadi kepemimpinan AHY inilah yang sebenarnya menjadi sumber masalah di Partai Demokrat. Narasi keterpilihan AHY yang disebut "aklamasi" dalam KLB sebelumnya itu menjadi tanda tanya besar. Pasalnya, apabila benar terpilih secara aklamasi, konflik yang terjadi saat ini kemungkinan kecil terjadi.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun