Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Telak, "Sliding Tackle" Mahfud pada JK

15 Februari 2021   20:41 Diperbarui: 15 Februari 2021   21:19 2077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pikiran Rakyat Tasikmalaya.com

DALAM permainan sepak bola, kita mengenal istilah sliding tackle. Istilah ini umumnya dilakukan oleh para pemain bertahan, baik bek ataupun yang berposisi sebagai gelandang bertahan. Teknik ini dilakukan oleh para bek dengan menjatuhkan diri untuk dapat mengganggu keseimbangan pemain yang diincar, umumnya yang memiliki kemampuan penguasaan bola dan akselerasi yang tinggi. 

Nah, baru-baru ini Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD melakukan sliding tackle terhadap mantan wakil presiden Indonesia dua kali, Muhamad Jusuf Kalla atau lebih akrab disapa JK. Tentu, maksud sliding tackle yang dilakukan Mahfud di sini bukan dalam sebuah pertandingan sepak bola, melainkan hanya sebuah perumpamaan saja. 

Ibarat seorang striker yang sudah harusnya pensiun, JK masih saja ingin ikut bermain dalam sebuah permainan politik tanah air. Beberapa kali, dia kerap melakukan serangan-serangan berupa kritik atau sindiran pedas terhadap pemerintahan Presiden Jokowi. Paling baru, mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut menanggapi pernyataan Presiden Jokowi yang menghimbau seluruh elemen masyarakat Indonesia agar lebih aktif mengkritisi kebijakan pemerintah. JK mempertanyakan bagaimana caranya mengkritik agar tidak dipolisikan. 

Sepintas, pertanyaan JK tersebut biasa-biasa saja, dan bisa jadi ada dalam pikiran setiap masyarakat tanah air. Namun, JK bukanlah masyarakat awam yang tidak mengerti apa-apa. Dia adalah tokoh politik senior yang sudah sangat berpengalaman di pemerintahan, pastinya paham betul bagaimana cara mengkritik yang benar agar tidak berujung pada masalah hukum. 

Tidak berlebihan bila menilai pertanyaan JK tersebut sebetulnya hanya bentuk sindiran belaka, dimana memang dalam beberapa waktu belakangan ada beberapa pihak yang dilaporkan pada pihak kepolisian hanya gara-gara mengkritisi pemerintah. 

Sebut saja di antaranya Dandhy Dwi Laksono. Aktivis dan jurnalis ini ditangkap polisi pada tahun 2019 lalu, karena banyak mentwit soal kerusuhan Papua yang disebabkan tindakan rasialisme. Kemudian ada nama Ananda Badudu yang menggalang dana untuk mendukung aksi demonstrasi mahasiswa terhadap revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Ruslan Buton yang dinilai telah menyebarkan pernyataan terbuka di media sosial dengan meminta Presiden Jokowi mundur dari jabatannya. 

Meski begitu, tetap saja pertanyaan JK itu terlalu mengada-ada. Mustahil tokoh sekaliber dirinya tidak mengerti cara mengkritik yang benar. Untuk itu, tak heran bila tanggapannya tersebut menuai banyak cemoohan dari publik dan warganet, khususnya yang selama ini berpihak pada pemerintahan Presiden Jokowi. 

Ternyata tidak hanya publik dan warganet, Mahfud MD juga akhirnya angkat suara terhadap tanggapan JK tersebut. Bahkan, pernyataan yang meluncur dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut sangat telah. Ibarat seorang gelandang bertahan, Mahfud mampu melakukan sliding tackle dengan jitu. 

Bola berhasil diamankan, pihak penyerang pun berhasil dijatuhkan tanpa melakukan pelanggaran. Menurut Mahfud, sebagai negara demokrasi pemerintah terbuka terhadap kritik. Warga pun bebas melapor ke polisi jika ada suara kritis. Sebab, menurutnya laporan ke polisi terhadap suatu kritik bukan dilakukan oleh pemerintah. 

"Kita juga tak bisa menghalangi orang mau melapor, melapor itu kan hak rakyat. Bukan pemerintah yang melapor," tutur Mahfud, Minggu (14/2). Dikutip dari CNNIndonesia. 

Lebih lanjut, Mahfud menyinggung laporan salah satu keluarga JK ke polisi terkait pencemaran nama baik. 

"Bahkan keluarga Pak JK juga melapor ke polisi...ngga apa-apa melapor, lalu polisi melihat apakah ada kasus kriminalnya atau tidak," lanjutnya. 

Memang benar kata Mahfud, beberapa waktu lalu salah seorang putri JK sempat melaporkan mantan politisi Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean atas cuitannya yang menuduh JK adalah orang di balik kepulangan mantan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab. Ditengarai, nama JK saat itu disamarkan menjadi nama Caplin. Namun demikian laporan tersebut sepertinya mental. Paling tidak, hingga hari ini Ferdinand masih bebas berkeliaran di luar. 

Kembali pada tanggapan Mahfud, lebih jauh dia menyebut sejak zaman JK menjadi Wakil Presiden menurutnya menyikapi kritik terhadap pemerintah sudah menjadi dilema, lantaran jika kritik ditindak maka pemerintah bisa disebut diskriminatif. Tapi, kalau tidak ditindak malah menjadi liar. 

Mahfud lantas mengingatkan di era Jokowi-JK kritik terhadap pemerintah pun berseliweran dari nama-nama seperti Saracen, Muslim Cyber Army, dan Piyungan. 

"Jika ditindak orang ribut, jika tak ditindak juga orang ribut. Inilah demokrasi, oleh sebab itu pemerintah mengambil hal-hal kritik dimasukan dalam pertimbangan kebijakan." ujar Mahfud. 

Apa yang diungkapkan Mahfud MD tentu ada benarnya. Apabila masyarakat diberi ruang terlalu bebas kadang suka kebablasan yang akhirnya euforia tersebut kerap kali jadi disalahgunakan. 

Masyarakat tidak lagi melakukan kritikan yang benar, melainkan asal ceplos atau asal cuit tanpa menghiraukan norma-norma yang ada. Akibatnya kritikan tersebut cenderung berubah menjadi penghinaan, seperti contohnya menyerang atau mempersalahkan soal fisik. 

Kritik yang benar biasanya berkaitan soal kebijakan yang disampaikan dengan bahasa cerdas dan berdasarkan data. Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki sesuatu yang dianggap salah. 

Sementara bila disampaikan lewat kata-kata kasar, bahkan menyertakan nama-nama binatang sudah pasti hal tersebut bukanlah kritik, melainkan sebuah penghinaan. Hal-hal seperti ini wajar bila dilaporkan pada pihak kepolisian. 

Akhirul kata, menjawab pertanyaan JK bila memang benar-benar ingin tahu kritik yang aman adalah sampaikan dengan bahasa santun, cerdas dan konstruktif. Begitulah kira-kira.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun