Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jika Benar, Ini Maksud Moeldoko "Kudeta" Kursi AHY?

7 Februari 2021   16:06 Diperbarui: 7 Februari 2021   17:09 1158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


"Aku nambah kopi, ada yang semakin grogi," 

NARASI di atas adalah pernyataan atau statement Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Jendral (Purn) Moeldoko yang ditulis melalui akun instagram pribadinya. Tepatnya, tulisan di atas adalah sebuah caption atas unggahan foto dirinya yang sedang memegang cangkir. 

Kontan, unggahan foto Moeldoko bersama caption-nya tersebut menuai praduga. Tak sedikit yang mengira bahwa caption dimaksud untuk menyindir Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) beserta petinggi partai lainnya, yang kebakaran jenggot atas pertemuan yang dilakukan mantan Panglima TNI era SBY dengan sejumlah kader dan mantan petinggi Partai berlambang mercy itu. AHY dan jajarannya pada awal Februari lalu langsung menuduh pertemuan itu sebagai upaya untuk mengambilalih kekuasaannya. 

Seperti banyak diberitakan media massa arus utama dan chanel-chanel youtube, tuduhan itu langsung dibantah Moeldoko. Menurutnya, pertemuan tersebut hanya ngopi bareng biasa, dan tidak ada pembicaraan yang mengarah para rencana kudeta kepemimpinan AHY di Partai Demokrat. 

Bahkan, dengan tegas Moeldoko mengatakan beberapa poin penting yang cukup menohok AHY. Di antaranya, meminta AHY jangan sedikit-sedikit melibatkan istana, jangan ganggu Presiden Jokowi, dan menegaskan bahwa kudeta itu datangnya dari dalam, bukan dari pihak luar seperti dirinya. 

Meski telah dibantah, rupanya para petinggi Partai Demokrat tidak gampang percaya. Mereka, tetap menghendaki ada klarifikasi dari Presiden Jokowi atas tindakan anak buahnya tersebut. Bila perlu melakukan teguran keras. Namun, bagai pungguk merindukan bulan, harapannya itu belum terwujud. 

Benar, Ketua Bapilu Partai Demokrat, Andi Arief sempat menulis bahwa Presiden Jokowi telah menegur Moeldoko dalam cuitan di akun twitter milik pribadinya. Namun begitu, sejauh ini tidak ada konfirmasi khusus dari pihak istana yang membenarkan statement Andi Arief dimaksud. Sepertinya, mereka. tidak mau terjebak dan larut dalam drama kudeta Partai Demokrat. 

Sekilas, sangat mustahil bila Moeldoko yang non Partai Demokrat hendak melakukan kudeta. Sebab, untuk menggulingkan AHY mesti melalui Kongres Luar Biasa (KLB). Dan, pelaksanaannya harus mendapat restu Ketua Majelis Tinggi, yang saat ini dipegang oleh SBY, ayahnya AHY. Mengingat hal ini, mustahil bila mantan presiden ini memberikan restu. 

Namun, saat keluarga Cikeas begitu ngotot dan yakin bahwa Moeldoko adalah dalang di balik itu semua, berarti apa yang mereka khawatirkan benar adanya. Masalahnya, apakah benar Moeldoko ingin mencalonkan diri pada Pilpres 2024, sehingga harus merebut dulu kursi Ketum Partai Demokrat 

Kemungkinan Moeldoko mencalonkan diri Pilpres 2024 bukan hal mustahil. Namun demikian, saya rasa masalahnya bukan itu. Rasanya Moeldoko hanya dijadikan pion untuk melemahkan Partai Demokrat saja. 

Artinya, tuduhan adanya restu Presiden Jokowi dalam drama kudeta Partai Demokrat tersebut lebih kepada untuk mengamankan segala kebijakan yang dirintis Presiden Jokowi  dan mengamankan posisi anak dan menantunya yang saat ini telah menjabat sebagai wali kota. Karena itu, Presiden Jokowi paling tidak harus bisa memastikan estafet kepemimpinannya dipegang oleh orang-orang yang berada dalam lingkaran koalisi istana. 

Agar harapannya itu terwujud, salah satu caranya adalah melemahkan koalisi partai yang berada di luar istana. Diketahui, saat ini ada tiga partai oposisi yang lolos parliementary threshold, yaitu PAN, PKS dan Partai Demokrat. Khusus PAN sepertinya tidak terlalu menjadi ancaman. Meski statusnya oposisi, kecenderungan sikap politik partai berlambang matahari terbit ini lebih mendukung pemerintah. 

Dengan begitu, tinggal dua partai yang dianggap menjadi ancaman, yakni Demokrat dan PKS. Dari kedua partai ini, mungkin pemerintah beranggapan bahwa Partai Demokrat lebih gampang digoyang dibanding PKS yang kita tahu merupakan partai yang berbasis ideologi islam cukup kuat. Berdasarkan itu pula, boleh jadi pemerintah lebih memilih Partai Demokrat untuk diambil alih kekuasaannya. 

Bisa dibayangkan, bila Partai Demokrat bisa berada dalam genggaman pemerintah, praktis PKS berdiri sendirian. Posisi ini jelas sangat menguntungkan pemerintah, karena sekalipun partai dakwah ini memiliki kader super hebat sekalipun tidak akan bisa mengusung pasangan calon sendiri. Suara atau kursi mereka di DPR tidak cukup memenuhi ambang batas pencalonan atau presidential threshold. 

Sayang, rupanya skenario ini tidak berjalan mulus. AHY sebagai Ketum Partai Demokrat keburu mengendus dan mengumumkannya ke ranah publik. Sehingga, diyakini kudeta ini akan otomatis terhenti atau paling tidak dipending dulu sampai suasana mereda. 

Namun, sekali lagi analisa ini bila memang apa yang dituduhkan AHY beserta kolega benar-benar nyata dan didukung bukti-bukti kuat. Bukan hanya hoax, dengan tujuan mencari sensasi dan mencuri perhatian publik belaka. Begitulah kira-kira.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun