Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mega dan Jokowi Tega, Cemplungkan Risma ke "Kawah" Candradimuka

30 Januari 2021   18:03 Diperbarui: 30 Januari 2021   18:08 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Dalam kisah pewayangan, panasnya Kawah Candradimuka dikenal sebagai tempat penempaan Gatotkaca ketika masih bayi. Maksudnya, agar putera Bima ini menjadi sosok tangguh, perkasa dan tahan banting. 

APABILA diterjemahkan dalam bahasa bebas, Kawah Candradimuka adalah suatu wahana atau tempat bagi seseorang menempa diri. Dengan tujuan, suatu saat nanti bisa seperti Gatotkaca yang tangguh, berjiwa ksatria, hingga akhirnya mampu menguasai keadaan. 

Nah, kaitan dengan hal tersebut di atas. Saya jadi berpikir, diusulkanya nama Tri Rismaharini menjadi Menteri Sosial (Mensos) oleh Megawati Soekarnoputri, kemudian diamini Presiden Jokowi sebagai salah satu tempaan penting untuk membentuk mantan Wali Kota Surabaya tersebut menjadi seorang politisi tangguh. Siap bertarung dalam kondisi apapun. 

Betapa tidak, semenjak menjabat Mensos, Risma---nama kecil Tri Rismaharini langsung dihadapkan pada begitu banyak cobaan. Sebut saja, peristiwa bencana alam terjadi di beberapa daerah yang pasti membutuhkan perhatian serius darinya. 

Namun, lebih dari itu, ada satu cobaan yang jauh lebih dahsyat. Yakni, beragam serangan kritik dari para lawan politiknya. 

Lihat saja, saat baru-baru dilantik, Risma langsung menggebrak lewat aksi blusukan di sekitar kantor dinasnya, dan menemukan beberapa fakta bahwa masih ada warga Jakarta yang tinggal di kolong jembatan. Profesinya beragam. Ada pemulung, pengamen atau gepeng (gelandangan dan pengemis). 

Risma tak tinggal diam. Dia segera mendengar keluh-kesah mereka dan coba memberikan solusi. 

Apa yang dilakukan Risma adalah hal wajar selaku Mensos. Tapi, bagi pihak oposisi, aksinya itu langsung menjadi alasan mereka melontarkan beragam komentar negatif. Intinya, aksi Risma tak lebih dari sekadar pencitraan. 

Pun, saat Risma blusukan ke Jalan Sudirman - Thamrin. Di sana, wanita kelahiran Kediri, 20 November 1961 itu menemukan gelandangan. Dengan sigap, para tunawisma itu ditampung di wilayah Bekasi, Jawa Barat. 

Yang terjadi? Risma lagi-lagi dikritisi. Mereka rata-rata mengatakan, yang dilakukan Mensos hanya setingan alias drama. Alasannya, di sekitaran Jalan Sudirman-Thamrin steril dari para gelandangan. Hal itu ditegaskan oleh Wakil Gubernur DKI, Ahmad Riza Patria. Menurutnya, semenjak kecil hingga dirinya menjabat, belum pernah melihat adanya gelandangan di kawasan elite dimaksud. 

Tidak sampai di situ. Masih ada beberapa aksi Risma yang terus dikritik, disindir serta dicaci. Misal, saat dirinya lari pontang-panting saat mengunjungi tenda pengungsian korban gempa di Mamuju, Sulawesi Barat. Kemudian, membuat nasi bungkus pada saat kunjungan korban bencana banjir di  Desa Wonoasri, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Teranyar, mendatangkan juru masak atau chef profesional untuk melakukan pelatihan memasak bagi para pemulung agar nantinya bisa membuka usaha kuliner.   

Dari sekian banyak kritikan terhadap Risma, PKS yang sepertinya paling getol. Seolah, partai dakwah ini kepanasan atau kebakaran jenggot dengan segala aksi-aksi sosial Risma. 

Adalah politikus senior PKS, Hidayat Nur Wahid, yang tiada henti mengingatkan Risma agar tidak bekerja asal-asalan. Seorang menteri di mata Hidayat punya tugas pokok dan fungsi yang bukan sekadar memasak nasi, menggoreng tahu, membagikan nasi bungkus, atau memberikan pelatihan. 

Hidayat kerap kali mengingatkan Risma agar mencari solusi jitu menangani masalah-masalah sosial ketimbang turun langsung ke lapangan. Sayangnya, dia sendiri tidak pernah memberikan sumbang saran. Solusi jitu seperti apa yang harus dilakukan Risma. 

Segala kritikan dari pihak oposisi terhadap Risma adalah hal wajar. Siapa atau apapun yang dilakukan akan disambut kritik serta serangan-serangan narasi negatif lain bila hal itu mengancam dan mengganggu kepentingan politik mereka. 

PKS misalnya. Partai dakwah ini jelas akan sangat dirugikan bila aksi-aksi Risma terus menuai simpati publik. Khususnya warga Jakarta. Kenapa? Karena, mereka tidak ingin Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang diusungnya pada Pilgub DKI 2017, citranya terpuruk gara-gara Risma. 

Lebih lagi, wacana yang berhembus, PKS pun digadang-gadang masih akan menjagokan Anies bila Pilkada DKI digelar tahun 2022, atau Pilpres 2024. Ya, iyalah. Sampai saat ini mereka tidak memiliki kader yang memiliki nilai jual tinggi. 

Sebagai jalan satu-satunya adalah mengamankan dan melindungi citra, elektabilitas dan popularitas Anies Baswedan. Siapapun yang hendak mengancamnya, PKS akan berupaya dengan beragam cara guna merontokan pihak pengancam. 

Kebetulan, orang yang mengancam Anies Baswedan tersebut adalah Risma. Ibu Mensos ini juga digadang-gadang bakal diusung partainya, PDI-P maju pada Pilkada DKI. Entah itu tahun 2022 atau 2024. Lumrah, PKS terus saja membombardir Risma dari segala sisi. 

Seperti telah disinggung, segala serangan yang diarahkan pada Risma anggap saja sebagai ujian atau kawah Candradimuka buat dirinya. Jika Risma berhasil lolos dari segala tempaan dan ujian tersebut, sebuah keniscayaan pada saatnya nanti bisa menjelma sebagai pemimpin bermental baja, tangguh, tahan banting dan berdedikasi tinggi. 

Namun demikian, segala kritik yang sedianya bisa membuat Risma lebih baik, semestinya dicerna dan diamalkan. Risma memang tidak harus selamanya bergerak di lapangan. Sebagai menteri baru dan rentan dengan penyelewengan, baiknya Risma mencari data, mengolah konsep, dan merancang kerja cerdas. 

Saya juga setuju, bila Risma mengurangi aksi blusukannya di Kota Jakarta. Biarlah itu menjadi wilayah kebijakan dan kewenangan Anies Baswedan. Kasihan dia, jangan sampai jatahnya diserobot. 

Kalau Risma terus-terusan pelesiran di DKI Jakarta, Anies bisa-bisa tak ada kerja. Akibatnya, dia malah lebih asik potret sana potret sini. Cat sana cat sini. Dan, jrennnng, Jakarta pun penuh warna-warni bagai pelangi. Sementara, warganya cukup kenyang diberi janji.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun