Beda halnya jika Pilkada DKI dilaksanakan pada tahun 2022. Sebagai incumbent, peluang Anies mempertahankan jabatannya cukup besar. Bila terjadi, maka sebuah keniscayaan, mantan Rektor Universitas Paramadina tersebut bakal menjelma jadi kandidat yang sangat diperhitungkan lawan. Alias, sulit untuk dikalahkan pada pilpres 2024 mendatang.Â
Maka dari itu, untuk menjaga hal tersebut tak terjadi, PDI-P terus berupaya agar Pilkada serentak berikutnya dihelat pada tahun 2024. Sesuai dengan UU Nomor 10 tahun 2016.Â
Kedua, PDI-P Mendapatkan dukungan masifÂ
Apabila Pilkada serentak terjadi pada tahun 2024, otomatis daerah-daerah yang masa jabatan pemimpinnya habis pada tahun 2022 dan 2023 akan diisi oleh pelaksana tugas (Plt). Di sini peluang PDI-P sebagai partai penguasa akan memainkan peranannya.Â
Dalam hal ini, PDI-P tidak menutup kemungkinan akan dengan mudah mempengaruhi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) agar menempatkan orang-orang yang bisa menguntungkan bagi kepentingan politik PDI-P.Â
Seperti dikutip dari CNN Indonesia, pada tahun 2022 ada 101 kepala daerah yang akan habis masa jabatannya, termasuk DKI Jakarta. Sedangkan pada tahun 2023 lebih banyak lagi. Yaitu 171 daerah. Bila dijumlahkan menjadi 272 daerah.Â
Bila ke-272 daerah ini diisi oleh pelaksana tugas berdasarkan keinginan PDI-P, maka sudah hampir dipastikan daerah-daerah tersebut memiliki peluang besar mampu memenangkan siapapun calon yang diusung oleh PDI-P pada pilpres 2024. Bagaimanapun, peranan kepala daerah dalam menyokong kepentingan politik pusat bukan lagi rahasia umum. Begitu banyak kepala daerah yang ditugaskan khusus oleh partainya untuk menggiring massanya pada orang-orang pilihannya.Â
Bila itu terjadi, saya rasa tidak hanya pilpres saja yang bakal mendapatkan dampak positif. Pileg pun akan merasakan manfaatnya. Â PDI-P jelas akan terus berupaya memenangkan pileg untuk yang ketiga kali berturut-turut. Setelah sebelumnya terjadi pada pemilu tahun 2014 dan 2019.
Salam