Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gawat, Gerindra Minta Anies Mundur

25 Januari 2021   20:34 Diperbarui: 25 Januari 2021   20:41 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan - Kompas.com


BARU juga bisa sedikit bernafas lega, lantaran kemungkinan besar Pilkada DKI Jakarta jadi digelar 2022, Anies Baswedan harus kembali dihadapkan pada situasi sangat tidak menguntungkan. Bahkan, bisa disebut sinyal bahaya bagi karier politiknya. 

Kenapa gelaran Pilkada DKI Jakarta 2022 bisa membuat Anies Bernafas lega dan apa pula yang membuat mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini tengah dihadapkan pada situasi rumit? Mari kita coba ulas! 

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Bisa dipastikan pemilihan penguasa ibu kota akan dihelat berbarengan dengan pilpres 2024. Ini berarti setelah masa jabatannya selesai pada tahun 2022 mendatang, Anies Baswedan bakal menganggur. 

Apabila tidak memiliki syahwat politik lebih tinggi atau paling tidak memiliki keinginan mempertahankan posisinya sebagai Gubernur DKI Jakarta, mungkin tidak akan banyak berpengaruh bagi Anies. Dia cukup istirahat, sambil menikmati masa-masa bebas kritik, bully dan sindiran dari netizen atau dari para oposisi.

Sayangnya, syahwat politik Anies masih tinggi. Dia digadang-gadang bakal maju pilpres 2024. Nah, bila tidak memiliki panggung politik, maka bakal sulit bagi Anies melakoni persaingan dengan kandidat lain. Sebuah keniscayaan, popularitas dan elektabilitasnya tergerus. 

Untung beribu untung, draf yang mengatur tentang rencana pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak selanjutnya, yakni pada tahun 2022 dan 2023 masuk dalam pembahasan program legislasi nasional (prolegnas) prioritas DPR 2021. Paling tidak, pada tahun 2022 Anies masih berpeluang memiliki panggung politik strategis guna mengumpulkan modal maju pilpres 2024. Syaratnya adalah memenangi Pilgub DKI 2022.

Nah, itulah kenapa Anies dibilang bisa sedikit bernafas lega. Sekarang, dia hanya perlu memikirkan bagaimana caranya mampu mempertahankan jabatannya. 

Namun seperti telah disinggung, Anies malah harus dihadapkan lagi pada situasi rumit lain. Yakni adanya desakan dari Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerindra Jakarta Timur, Ali Lubis agar Anies mundur dari jabatannya selaku Gubernur DKI Jakarta. 

Dikutip dari Merdeka.com, desakan mundur ini disebabkan Anies dinilai tidak mampu menangani lonjakan kasus positif Covid-19 di ibu kota. Hal ini diperparah dengan melimpahkan tanggungjawab penanganan pagebluk tersebut kepada pemerintah pusat. 

"Jika sudah tak sanggup, sebaiknya mundur saja dari Jabatan Gubernur. Simpel, kan?," tulis Ali Lubis melalui akun Twitternya, dikutip Senin (25/1). 

Sikap tegas Ali ini memang pada akhirnya dibantah pengurus Partai Gerindra pusat. Hal tersebut bukan sikap sikap partai, melainkan sikap pribadi Ali sendiri. Namun begitu, tetap saja dalam konteks politik hal ini merupakan alamat sinyal bahaya buat Anies.

Kenapa? 

Sebagaimana diketahui, Partai Gerindra adalah salah satu partai pengusung Anies pada Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu. Sedianya selaku partai koalisi, Ali justeru melindungi atau mengamankan segala kebijakan sang gubernur. 

Ketika Ali mengambil jalan bersebrangan dan meminta Anies mundur, mengindikasikan komunikasi politik diantara mereka tidak berjalan dengan baik. Kalau tidak ingin disebut amburadul. 

Apabila ini terus dibiarkan, maka bukan tak mungkin menjadi bola salju. Semakin bergerak liar, masalahnya semakin membesar. Yang bakal dirugikan tentu saja Anies Baswedan. 

Ya, dengan terjadinya permasalahan antara Anies dan Ali saja sebagai Ketua DPC Partai Gerindra, paling tidak akan mengurangi dukungan terhadapnya pada Pilgub DKI Jakarta 2022. Meski, katakanlah Gerindra masih mengusung Anies. 

Bukan hanya itu, dengan adanya perseteruan dengan partai koalisi, tak menutup kemungkinan bakal menjadi preseden buruk bagi Anies lainnya. Bisa saja, dari perselisihan ini lambat-laun borok Anies dibuka ke publik. Hingga akhirnya, publik tak percaya lagi terhadap Anies Baswedan. 

Bila kepercayaan publik rendah, maka akan sulit bagi Anies mempertahankan posisinya sebagai penguasa DKI Jakarta. Apalagi, diduga kuat yang bakal menjadi lawan Anies bukan tokoh sembarangan. Dia adalah Mensos Tri Rismaharini yang dalam beberapa waktu terakhir telah cukup mendapat tempat di masing-masing hati penduduk ibu kota. 

Apabila Anies kalah, itu artinya, kemungkinan besar bakal sirna pula peluang dia maju pilpres 2024. Dan, karier politiknya bisa jadi tamat. 

Untuk itu, tidak ada cara lain bagi Anies bila masih ingin mengamankan peluangnya memenangi Pilkada DKI 2020 untuk kemudian maju pilpres 2024. Dia harus segera memperbaiki komunikasi politiknya dengan partai pendukung. Kemudian, memperbaiki kinerjanya yang selama ini masih dinilai hanya mengandalkan retorika dan pencitraan. 

Anies harus bisa membuktikan, bisa bekerja dan membuat kebijakan yang bisa dirasakan manfaatnya bagi warga Jakarta. Bukan kaya sekarang, mengecat atap rumah dan kolong jembatan fly over yang sama sekali tidak berarti apa-apa bagi masyarakat bawah selain demi estetika belaka. 

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun