Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Wow.. Hidup Anies Memang Penuh Warna, Ganjar Saja Kalah!

24 Januari 2021   16:22 Diperbarui: 24 Januari 2021   16:58 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Sebelum menuju pada bahasan judul tulisan, saya sekadar ingin bertanya. Siapa kepala daerah sarat dinamika dan penuh warna? Ada yang tahu? Ah, sudahlah. Setiap orang pasti memiliki jawaban masing-masing. 

KHUSUS saya pribadi telah mengantongi jawaban dari pertanyaan di atas. Siapa dia? Siapa lagi kalau bukan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. 

Betapa tidak, sejak menjabat Gubernur DKI Jakarta sejak tahun 2017 lalu, Anies Baswedan hampir tidak pernah luput dari buruan awak media dan sorotan kamera. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini emang tak ubahnya seorang selebritis. Selalu menjadi media darling dalam setiap kesempatan apapun. 

Kemana Anies melangkah dan bergerak, hampir dipastikan di sana telah ada kuli tinta bersiap-siap meng-ekspose segala kegiatannya. Kalaupun tidak, sang penguasa ibu kota sendiri yang mengundang mereka ke Balai Kota (baca: kantor dinas Gubernur DKI) untuk konprensi pers. 

Karena segala aktivitasnya yang hampir selalu menjadi sorotan kamera, maka tak aneh apabila dua sisi yang ada dalam diri Anies, yakni positif dan negatif menjadi bahan konsumsi berita. Itulah yang menjadikannya sebagai pemimpin yang penuh dinamika dan penuh warna. 

Lihat saja, ragam pemberitaan soal Anies begitu berwarna. Ada berita positif sarat apresiasi dan puja-puji kala dirinya dianggap sebagai pemimpin yang mengerti kondisi dan sigap dalam hal penanganan pandemi Covid-19. Ini terjadi pada awal-awal virus asal Wuhan tersebut mulai masuk tanah air. 

Saking dianggap sigap, publik sampai menafikan kebijakan pemerintah pusat. Sebab, dinilai tidak akomodatif dan kooperatif dengan masyarakat. 

Dari yang katanya sigap ini pula, publik akhirnya menyebut-nyebut Anies sebagai gubernur rasa presiden. Dan, dia pun kemudian digadang-gadang sangat pantas menduduki jabatan tersebut. 

Masih belum cukup. Masih banyak puja-puji yang dialamatkan pada Anies. Sebut saja, saat dalam beberapa kesempatan dia mendapatkan penghargaan. Terlepas penghargaan itu pantas atau tidak, yang jelas apresiasi dan pujian terhadapnya mengalir dari sejumlah kalangan. 

Itu dari sisi positif. Dari sisi negatif, hidup Anies malah jauh lebih berwarna. Lebih banyak bahan-bahan berita yang di-ekspose. Pun, dari media sosial, entah sudah berapa banyak kritikan, cacian, bully dan sindiran pedas warga net menghujam sang gubernur. 

Dari sekian banyak kasus atau sisi negatif soal kinerja Anies. Saya akan coba sampaikan beberapa diantaranya. Sebut saja soal penanganan banjir yang hingga hari belum bisa ditangani dengan baik. Alih-alih memikirkan solusi jitu, Anies malah asik memainkan retorika dan cenderung melawan kebijakan pusat. 

Program naturalisasi guna meminimalisir banjir yang ia bangga-banggakan saat kampanye Pilgub, nyatanya omong kosong. Betapa tidak, sistem kerja naturalisasi adalah dengan cara mengelola prasarana sumber daya air melalui konsep pengembangan ruang terbuka hijau, dengan tetap memperhatikan kapasitas tampungan, fungsi pengendalian banjir, dan konservasi. 

Tapi, apa yang terjadi? Anies malah menebangi ratusan pohon yang ada di sekitaran Monas. 

Bagaimana bisa diserap, apabila pohon-pohon yang sedianya dijadikan tempat penampung air malah ditebang. Jelas, menurut saya hal ini kontra produktif. 

Kemudian, pembangunan jalur balap Formula E juga sempat menghebohkan. Alasannya beragam. Dari soal perizinan hingga kebermanfaatan program tersebut. Dengan percaya diri, kala itu sang gubernur mengatakan bahwa program adu balap itu bakal mampu mendatangkan keuntungan hingga Rp. 1,2 triliun. 

Eh, alih-alih mendapat untung. Kini program balapan Formula E malah bermasalah. 

Adalah Ferdinand Hutahaean yang mempertanyakan aliran dana event balapan Formula E. Jumlahnya mencapai 35 Juta Euro atau sebesar Rp.934 M. Hal itu pantas dipertanyakan, lantaran pada tahun 2021 ini Indonesia tidak tercatat dalam agenda sebagai tuan rumah ajang balapan Formula E. 

Terakhir ada lagi program Anies yang membuat hidup dan kinerjanya benar-benar berwarna dalam arti sesungguhnya. Apa itu? 

Belum lama ini Anies Baswedan baru merampungkan program pengecatan atap atau genteng rumah warga dan juga bangunan bawah fly over dengan penuh warna-warni, bak pelangi. 

Tempo.co
Tempo.co
Lagi, program ini pun menjadi sorotan tajam publik. Tak sedikit pihak menilai, program mewarnai atap rumah dan bangunan bawah fly over tersebut unfaedah. Hanya menghambur-hamburkan duit negara. Sejatinya, uang tersebut bakal jauh lebih bermanfaat bila dialokasikan demi kepentingan penanganan Covid-19. 

Tapi, entahlah. Namanya juga gubernur asal beda. Pasti ada tujuan tertentu di balik semua itu. 

Bila boleh jujur, masih banyak yang harus dibenahi di Jakarta ini. Dan cat warna-warni tidak akan menyelesaikan masalah itu. Bukankah dulu dia pernah mengatakan bahwa pembangunan mental itu juga penting daripada pembangunan fisik? Kata-kata memang mudah diucapkan tapi penerapannya selalu kabur dari komitmen. 

Namun, lain halnya bagi pendukung dan penggemar Anies Baswedan. Cat warna-warni atap rumah dan bangunan bawah fly over menjadikan kawasan itu jauh lebih indah. Iya, sih. Tapi, tetap saja segala program itu harus bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh kalangan masyarakat. Tidak hanya dirasakan pendukungnya yang mungkin hanya melihatnya dari sudut pandang sempit dan subyektif. 

Tentu, contoh di atas hanya sebagian kecil yang mewarnai perjalanan Anies Baswedan selama menjabat Gubernur DKI Jakarta. Warna-warni roda pemerintahan yang dijalankannya jelas mengalahkan para pemimpin daerah lainnya yang sepi atau luput dari sorotan kamera awak media. 

Bahkan, pemimpin daerah sekelas Ganjar Pranowo yang kini tengah menguasai angka elektabilitas beberapa lembaga survei sebagai kandidat kuat pilpres pun kalah.

Malah, mungkin warna kinerja Gubernur Jawa Tengah tersebut flat. Hanya hitam dan putih. Sebab, politisi PDI Perjuangan itu memang tidak banyak neko-neko dalam menjalankan roda pemerintahannya. 

Dia hanya melakukan apa yang harus dilakukan sebagai pemimpin daerah. Tanpa harus di-ekspose besar-besaran. Toh, bila apa yang dikerjakannya bermanfaat. Masyarakat sendiri yang bakal menilainya. Dan itu jauh lebih penting daripada mengumbar pencitraan di depan kamera dan lain sebagainya. 

Salam

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun